Program Makan Bergizi Gratis di Sekolah Butuh Pengawasan dan Payung Hukum
loading...
A
A
A
JAKARTA - Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang akan diimplementasikan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka mendapat dukungan dari sejumlah pihak. Namun, pengawasan dan kritik konstruktif terhadap implementasi program ini perlu dilakukan.
Masyarakat Gizi Ibu dan Anak (MGIA), komunitas lintas profesi yang fokus pada gizi masyarakat, terutama anak usia sekolah dan ibu hamil, mendukung program Makan Bergizi Gratis ini. Ketua MGIA Lely Fitriyani menjelaskan, Indonesia sebenarnya terlambat dalam menerapkan program makan gratis di sekolah dibandingkan negara-negara lain dengan populasi besar.
"Saat ini, 118 negara di dunia telah menerapkan program ini, dan 53 di antaranya telah menggratiskan makan bergizi di sekolah. Indonesia akan menjadi negara ke-54 yang menggratiskan program ini," ujarnya dalam diskusi publik di kawasan Tebet, Jakarta Selatan, Kamis (16/8/2024).
Ahli Gizi MGIA Syarifah Soraya menambahkan, berdasarkan tren global, cakupan penerima program makan bergizi di sekolah hanya mencapai 40-60 persen dari total siswa yang terdaftar. "Jika target pemerintah adalah 45 juta pelajar, maka berdasarkan tren ini, kami perkirakan sekitar 20 juta anak akan tercover oleh program MBG," ujarnya.
MGIA juga menggarisbawahi bahwa penerapan program makan gratis di sekolah memiliki potensi besar untuk memacu pertumbuhan ekonomi domestik. Menurut perhitungan World Food Program (WFP), setiap pemberian makan kepada 100 ribu anak dapat menciptakan 1.377 lapangan kerja.
Diskusi Publik tentang Makan Bergizi Gratis di kawasan Tebet, Jakarta Selatan. Foto/Istimewa
.
"Artinya, jika 20 juta anak berhasil menerima manfaat dari program ini, akan ada tambahan sekitar 275 ribu lapangan kerja, yang dapat berkontribusi 0,5-0,6 persen terhadap pertumbuhan ekonomi," jelasnya.
Selain itu, MGIA menyoroti pentingnya peran perempuan dalam program ini, serta dampaknya terhadap pasar produksi sektor pertanian dan perikanan.
"Program ini akan menyerap banyak tenaga kerja perempuan dan menciptakan pasar yang lebih besar untuk produk pertanian dan perikanan lokal," kata Syarifah.
Untuk mendukung keberhasilan program MBG, MGIA mendesak agar pemerintah melibatkan berbagai kementerian terkait, seperti Kementerian Pendidikan, Kementerian Pertanian, dan Kementerian Kelautan dan Perikanan, dengan dukungan dari organisasi non-pemerintah (NGO) dan akademisi.
Masyarakat Gizi Ibu dan Anak (MGIA), komunitas lintas profesi yang fokus pada gizi masyarakat, terutama anak usia sekolah dan ibu hamil, mendukung program Makan Bergizi Gratis ini. Ketua MGIA Lely Fitriyani menjelaskan, Indonesia sebenarnya terlambat dalam menerapkan program makan gratis di sekolah dibandingkan negara-negara lain dengan populasi besar.
"Saat ini, 118 negara di dunia telah menerapkan program ini, dan 53 di antaranya telah menggratiskan makan bergizi di sekolah. Indonesia akan menjadi negara ke-54 yang menggratiskan program ini," ujarnya dalam diskusi publik di kawasan Tebet, Jakarta Selatan, Kamis (16/8/2024).
Ahli Gizi MGIA Syarifah Soraya menambahkan, berdasarkan tren global, cakupan penerima program makan bergizi di sekolah hanya mencapai 40-60 persen dari total siswa yang terdaftar. "Jika target pemerintah adalah 45 juta pelajar, maka berdasarkan tren ini, kami perkirakan sekitar 20 juta anak akan tercover oleh program MBG," ujarnya.
MGIA juga menggarisbawahi bahwa penerapan program makan gratis di sekolah memiliki potensi besar untuk memacu pertumbuhan ekonomi domestik. Menurut perhitungan World Food Program (WFP), setiap pemberian makan kepada 100 ribu anak dapat menciptakan 1.377 lapangan kerja.
Diskusi Publik tentang Makan Bergizi Gratis di kawasan Tebet, Jakarta Selatan. Foto/Istimewa
.
"Artinya, jika 20 juta anak berhasil menerima manfaat dari program ini, akan ada tambahan sekitar 275 ribu lapangan kerja, yang dapat berkontribusi 0,5-0,6 persen terhadap pertumbuhan ekonomi," jelasnya.
Selain itu, MGIA menyoroti pentingnya peran perempuan dalam program ini, serta dampaknya terhadap pasar produksi sektor pertanian dan perikanan.
"Program ini akan menyerap banyak tenaga kerja perempuan dan menciptakan pasar yang lebih besar untuk produk pertanian dan perikanan lokal," kata Syarifah.
Untuk mendukung keberhasilan program MBG, MGIA mendesak agar pemerintah melibatkan berbagai kementerian terkait, seperti Kementerian Pendidikan, Kementerian Pertanian, dan Kementerian Kelautan dan Perikanan, dengan dukungan dari organisasi non-pemerintah (NGO) dan akademisi.