Penegakan Hukum dan Investasi dalam Bidang Usaha

Jum'at, 02 Februari 2024 - 18:01 WIB
loading...
Penegakan Hukum dan...
Romli Atmasasmita. Foto/Istimewa
A A A
Romli Atmasasmita

DUA variabel di judul tulisan ini seakan tampak tidak saling berhubungan. Namun, di dalam kenyataan penegakan hukum di Indonesia telah terjadi transaksi bisnis penanaman modal dalam negeri maupun asing telah terbukti merugikan keuangan negara sehingga dituntut dan dipidana sebagai tindak pidana korupsi.

Peristiwa transaksi bisnis yang berujung tindak pidana korupsi telah banyak memakan "korban-korban". Pengurus korporasi dijatuhi hukuman atau korporasinya jadi barang sitaan negara, karena terbukti melakukan tindak pidana korupsi, sebagaimana diatur dalam Pasal 2 dan atau Pasal 3 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 (UU Tipikor).

Telah terbukti kedua variabel tersebut bersifat interdepent sehingga jika penegakan hukum dengan objek transaksi bisnis dan menimbulkan kerugian negara dipastikan diterapkan UU Tipikor dan berdampak terhadap semangat dan upaya pemerintah untuk menarik investasi di Indonesia. Namun, di sisi lain, korupsi dan suap telah terbukti pula menghambat laju investasi apalagi 99% Proyek Strategis Nasional (PSN) yang telah disetujui dan didanai dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dikelola oleh Badan Usaha Milik Negara (BUMN).

Masalah korupsi dalam kegiatan bisnis di BUMN, yang didanai dari APBN/APBD terbukti banyak perkara di Kejaksaan maupun di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dengan nilai total kerugian lebih dari Rp500 juta. Masih menjadi pertanyaan di kalangan akademisi maupun advokat mengenai masalah penerapan UU Tipikor cq Pasal 2 dan Pasal 3 di dalam terjadinya kerugian yang diderita oleh BUMN seperti BUMN Perbankan dan kegiatan sektor lainnya.

Pertanyaan ini merujuk pada ketentuan UU Tipikor dan UU Pengadilan Tipikor yang membatasi lingkup pemberlakuan UU Tipikor dan kewenangan Pengadilan Tipikor dalam UU masing-masing dan sampai kini belum dicabut/tetap berlaku akan tetapi dalam praktik hukum sering diabaikan baik oleh kejaksaan maupun pengadilan tipikor, bahkan sampai pada tingkat kasasi di Mahkamah Agung (MA).

Sampai saat ini belum ada solusi dari masalah penerapan UU Tipikor terhadap kerugian negara di BUMN yang berdampak efisiensi dan efektivitas terhadap kinerja BUMN dalam konteks kebijakan pemerintah dalam bidang investasi. Masalah penerapan UU Tipikor yang dipersoalkan ini dan tetap terjadi didasarkan pada hasil survei TII yang menunjukkan bahwa IPK Indonesia termasuk terendah dibandingkan denga negara tetangga juga negara Afrika.

Bahkan, praktik suap dan korupsi diyakini merupakan salah satu faktor penyebab terpenting menurunnya minat pebisnis terutama pihak asing untuk menanamkan modalnya di Indonesia sehingga dipastikan merugikan perekonomian Indonesia secara nasional maupun dalam hubungan internasional. Berdasarkan hasil riset tersebut, maka dicanangkan strategi besar pemberantasan korupsi melalui INPRES yang setiap tahun dicanangkan pemerintah.

Namun demikian, strategi pemberantasan korupsi yang direncanakan dan telah dilaksanakan beberapa tahun yang lampau lebih banyak menitikberatkan pada strategi penindakan dan strategi pencegahan diabaikan sehingga upaya pemerintah membangun tata kelola pemerintahan yang bersih dan bebas KKN tidak tercapai secara efisien dan efektif.

Di samping hal tersebut, pendekatan normatif yang selama 76 tahun lamanya dipercaya dan bahkan dipastikan diyakini aparatur penegak hukum, kejaksaan dan KPK, sudah benar terbukti diterapkan dengan pola pendekatan normatif semata-mata terutama menggunakan pisau hukum pidana untuk semua pelanggaran UU yang mengatur K/L dan perbankan sepanjang telah terdapat temuan adanya kerugian keuangan negara.
Halaman :
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1961 seconds (0.1#10.140)