Pengawasan Adaptasi Kebiasaan Baru Harus Dimulai dari Tingkat RT/RW
loading...
A
A
A
JAKARTA - Juru Bicara Pemerintah sekaligus Ketua Tim Pakar Satuan Tugas Penanganan COVID-19 , Wiku Adisasmito mengatakan, pengawasan kepatuhan masyarakat untuk menjalankan adaptasi kebiasaan baru dengan disiplin menerapkan protokol kesehatan harus dimulai dari tingkat RT/RW.
"Pengawasan kepatuhan masyarakat hingga RT/RW, jadi kita harus betul-betul terstruktur pendekatannya. Jadi nggak bisa semuanya dilihat kepada pemerintah pusat saja, tapi turun sampai ke pemerintah daerah dan satuan terkecilnya di RT/RW," kata Wiku dalam diskusi secara virtual 'Budaya Baru Agar Pandemi Berlalu' di Kementerian Kominfo, Jakarta, Rabu (12/8/2020).
Apalagi, kata Wiku, klaster paling tinggi menyumbangkan angka kasus COVID-19 saat ini adalah permukiman. "Jadi mohon kepedulian sosialnya tinggi saling mengingatkan di lingkungan perumahan. Orang sudah berbicara tentang klaster. Yang paling menarik adalah klaster perkantoran, padahal yang paling tinggi klasternya adalah klaster permukiman," katanya.( )
Jadi, kata Wiku, jika masyarakat bisa mengontrol perilaku untuk disiplin terhadap protokol kesehatan di sekitar lingkungan rumah, maka otomatis akan menurunkan jumlah kasus positif COVID-19.
"Dan penularan yang ada di permukiman kalau dibawa ke kantor akan menular yang di kantor. Maka dari itu harus kontrol bahwa yang di kantor juga perilakunya dijaga. Dan di sana ada petugas juga yang saling mengingatkan. Jadi membudayakan perubahan perilaku itu harus dengan saling mengingatkan," ujar Wiku.
Ia mengatakan dalam konteks mengubah budaya baru dengan melaksanakan adaptasi kebiasaan baru disiplin protokol kesehatan bisa berjalan hanya dengan bersatu. "Demikian yang bisa kami sampaikan dalam konteksnya budaya baru Indonesia karena memang pada prinsipnya budaya yang juga harus kita asah adalah betul-betul kita bisa bersatu," katanya.( )
"Karena dengan bersatu melawan COVID, jadi kita perlu menegaskan ya lawan kita itu bukan saudara kita, bukan musuh manusia kita, musuh kita itu satu di dunia ini sekarang. Dan belum ada yang bisa menyelesaikan satu musuh ini yaitu virus atau penyakit ini," ujar Wiku.
Salah satu cara mengendalikan penyakit ini, kata Wiku, adalah mengubah perilaku secara kolektif. Dengan menurunkan angka COVID-19, maka masyarakat Indonesia juga berkontribusi untuk menurunkan angka COVID-19 dunia.
"Indonesia bangsa besar, tempat terbesar penduduknya di dunia. Kalau kita bisa bersatu, kita bisa menunjukkan ke angka dunia pasti akan turun karena kontribusi Indonesia. Jadi budaya itu menjadi penting dan Indonesia dengan keberagaman sekarang diminta bersatu, satu budaya untuk melakukan protokol kesehatan dengan baik," katanya.
"Pengawasan kepatuhan masyarakat hingga RT/RW, jadi kita harus betul-betul terstruktur pendekatannya. Jadi nggak bisa semuanya dilihat kepada pemerintah pusat saja, tapi turun sampai ke pemerintah daerah dan satuan terkecilnya di RT/RW," kata Wiku dalam diskusi secara virtual 'Budaya Baru Agar Pandemi Berlalu' di Kementerian Kominfo, Jakarta, Rabu (12/8/2020).
Apalagi, kata Wiku, klaster paling tinggi menyumbangkan angka kasus COVID-19 saat ini adalah permukiman. "Jadi mohon kepedulian sosialnya tinggi saling mengingatkan di lingkungan perumahan. Orang sudah berbicara tentang klaster. Yang paling menarik adalah klaster perkantoran, padahal yang paling tinggi klasternya adalah klaster permukiman," katanya.( )
Jadi, kata Wiku, jika masyarakat bisa mengontrol perilaku untuk disiplin terhadap protokol kesehatan di sekitar lingkungan rumah, maka otomatis akan menurunkan jumlah kasus positif COVID-19.
"Dan penularan yang ada di permukiman kalau dibawa ke kantor akan menular yang di kantor. Maka dari itu harus kontrol bahwa yang di kantor juga perilakunya dijaga. Dan di sana ada petugas juga yang saling mengingatkan. Jadi membudayakan perubahan perilaku itu harus dengan saling mengingatkan," ujar Wiku.
Ia mengatakan dalam konteks mengubah budaya baru dengan melaksanakan adaptasi kebiasaan baru disiplin protokol kesehatan bisa berjalan hanya dengan bersatu. "Demikian yang bisa kami sampaikan dalam konteksnya budaya baru Indonesia karena memang pada prinsipnya budaya yang juga harus kita asah adalah betul-betul kita bisa bersatu," katanya.( )
"Karena dengan bersatu melawan COVID, jadi kita perlu menegaskan ya lawan kita itu bukan saudara kita, bukan musuh manusia kita, musuh kita itu satu di dunia ini sekarang. Dan belum ada yang bisa menyelesaikan satu musuh ini yaitu virus atau penyakit ini," ujar Wiku.
Salah satu cara mengendalikan penyakit ini, kata Wiku, adalah mengubah perilaku secara kolektif. Dengan menurunkan angka COVID-19, maka masyarakat Indonesia juga berkontribusi untuk menurunkan angka COVID-19 dunia.
"Indonesia bangsa besar, tempat terbesar penduduknya di dunia. Kalau kita bisa bersatu, kita bisa menunjukkan ke angka dunia pasti akan turun karena kontribusi Indonesia. Jadi budaya itu menjadi penting dan Indonesia dengan keberagaman sekarang diminta bersatu, satu budaya untuk melakukan protokol kesehatan dengan baik," katanya.
(abd)