Medium Digital dan Jaminan Persaingan Bebas

Sabtu, 08 Agustus 2020 - 15:39 WIB
loading...
A A A
Lantaran semua UGC bergantung pada tersedianya platform untuk menjangkau followernya, sedangkan perusahaan platform punya kapasitas menampung berikut mendistribusikan konten di seluruh dunia, maka ini menimbulkan kuasa untuk bertindak sebagaimana perusahaan pers, sekaligus kuasa mengatur traffic-nya. Bahkan konten perusahan pers konvensional pun harus tunduk pada pengaturan perusahaan platform, ketika mendistribusikan kontennya secara online. Paradoks dari keadaan ini, perusahaan pers konvensional harus bersaing sekaligus berkawan dengan perusahaan platform.

Keadaan ini sering disebut sebagai frenemy, friend sekaligus enemy. Dalam praktiknya, frenemy berjalan dengan mempersaingkan rasa suka khalayak terhadap konten, yang uniknya konten itu disediakan oleh pihak di luar perusahaan platform, termasuk perusahaan pers konvensional itu sendiri.

Seluruh mekanisme traffic berlangsung akibat pengaturan, yang dalam operasionalnya dijalankan oleh algoritma mesin platform. Sehingga tak heran “berita penting” bisa kalah trending dibanding “berita disukai”. Viral berita online berdasar rasa suka khalayak, bukan oleh derajat kepentingan informasi.

Oleh Wenseslaus Manggut dari Asosiasi Media Siber yang juga narasumber diskusi, persaingan pada pasar informasi hari ini bukan lagi “medium is the message” atau “content is the king”, melainkan “traffic is the king”. Traffic jadi perhatian utama, sehingga tak heran penyempurnaan kecanggihan sistem algoritmanya jadi fokus investasi. Itu semua demi meraup iklan sebesar-besarnya, oleh perusahaan platform.

Implikasi lanjut keadaan itu, pendapat ini disampaikan penulis yang juga salah satu narasumber diskusi, akibat kecanggihan algoritma pada platform yang punya kuasa mengubah data jadi pengetahuan kebebasan khalayak memperoleh informasi, secara struktural terhalang oleh kemajuan teknologi itu sendiri.

Algoritma, menggiring konsumen pada informasi sejenis, dengan yang pernah dikonsumsinya. Ini menjebak pada keadaan yang disebut sebagai filter bubble dan echo chamber. Konsumen tak punya kuasa tentukan kebutuhan informasinya sendiri, tergiring pada realitas palsu. Seakan yang dikonsumsi, memang yang dibutuhkan, bukan arahan mesin.

Jurnalisme yang andalkan disiplin verifikasi ala media konvensional harus bersaing dengan informasi yang diproduksi dan didistribusikan platform media sosial, beserta kuasa algoritmanya. Tentu saja, informasi yang sering jauh dari kaidah jurnalisme yang logis, cover both side dan obyektif. Itu disampaikan oleh Sapto Anggoro, pendiri Tirto.id.

Namun yang istimewa, lanjut Agus Sudibyo, perusahaan platform media sosial tak tersentuh berbagai kewajiban lantaran mereka menyebut diri sebagai perusahaan teknologi. Kewajiban itu, termasuk bertanggung jawab terhadap peredaran hoaks, ujaran kebencian, aturan ketenagakerjaan maupun sistem perpajakan. Ini beda dengan perusahaan pers konvensional, yang harus tunduk pada berbagai aturan dan aneka ketentuan, termasuk sistem perpajakan. Dalam bingkai persaingan, adanya hak istimewa yang melekat, menghilangkan jaminan persaingan yang bebas.

Maka tak berlebihan jika Senator Ted Kennedy menyebut Google dan Facebook, bukanlah perusahaan. Mereka adalah negara. Mungkin pula lantaran itu, Kongres Amerika pada 29 Juli 2020, memanggil empat raksasa perusahaan teknologi, termasuk Facebook, diminta untuk memecah-mecah perusahaan. Tentunya, agar keraksasaan mereka tak menyebabkan persaingan monopolistik.
(dam)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Lanjut Baca Berita Terkait Lainnya
Berita Terkait
Trust Indonesia Desak...
Trust Indonesia Desak Dewan Pers Tertibkan Media Abal-Abal yang Kerap Memeras
Komunikasi Etnografi...
Komunikasi Etnografi Kritikal dalam Menunjang DEI dan CSR Perusahaan
Kemhan Pastikan Pengendara...
Kemhan Pastikan Pengendara Mobil yang Diduga Sewa PSK di Pinggir Jalan Bukan Pegawainya
Media Publik Jadi Media...
Media Publik Jadi Media Negara: Langkah Mundur?
LBH Haidar Alwi Laporkan...
LBH Haidar Alwi Laporkan Dugaan Ujaran Kebencian ke Bareskrim
RUU KUHAP Bolehkan Laporan...
RUU KUHAP Bolehkan Laporan Polisi via Medsos, Sahroni: Potensi Pungli Bisa Diminimalisir
BPOM Prihatin Fenomena...
BPOM Prihatin Fenomena Maraknya Penyebaran Informasi Tak Akurat di Medsos
MIL: Inisiatif Kolaboratif...
MIL: Inisiatif Kolaboratif Tingkatkan Kesadaran Kritis Masyarakat di Tengah Kebijakan Nasional
Hakim Larang Media Massa...
Hakim Larang Media Massa Siaran Langsung Sidang Tom Lembong
Rekomendasi
PLN IP Penuhi Kebutuhan...
PLN IP Penuhi Kebutuhan Listrik Berbasis Energi Terbarukan di Wilayah Terluar
Jadwal Pemutihan Pajak...
Jadwal Pemutihan Pajak Kendaraan Mei 2025
Pemkab Malang Restui...
Pemkab Malang Restui Arema Berkandang di Stadion Kanjuruhan
Berita Terkini
Prabowo Gelar Rapat...
Prabowo Gelar Rapat Perluasan Cakupan Makan Bergizi Gratis
9 menit yang lalu
Hari Kebebasan Pers...
Hari Kebebasan Pers Sedunia, IJTI Serukan Perlindungan Jurnalis dan Kedaulatan Informasi
42 menit yang lalu
Mutasi 7 Perwira Tinggi...
Mutasi 7 Perwira Tinggi Dibatalkan, Hendardi: TNI Tidak Boleh Menjadi Alat Politik Kekuasaan
1 jam yang lalu
Kemenag Jembatani Mahasiswa...
Kemenag Jembatani Mahasiswa PTKI Masuk Dunia Kerja
1 jam yang lalu
BAKN DPR Dukung Program...
BAKN DPR Dukung Program Tanam Sejuta Pohon
2 jam yang lalu
Revisi Mutasi TNI, Ini...
Revisi Mutasi TNI, Ini Isi Lengkap Perubahannya
3 jam yang lalu
Infografis
AS Siapkan 100 Hari...
AS Siapkan 100 Hari Lagi untuk Damaikan Rusia dan Ukraina
Copyright ©2025 SINDOnews.com All Rights Reserved