Pemilu 2024, Mahfud MD Imbau Hindari Golput

Kamis, 16 November 2023 - 12:31 WIB
loading...
Pemilu 2024, Mahfud MD Imbau Hindari Golput
Mahfud MD. Foto/Achmad Al Fiqri
A A A
JAKARTA - Menko Polhukam Mahfud MD mengingatkan kepada masyarakat agar tidak golput di Pemilihan Umum (Pemilu) 2024. Mahfud menekankan pentingnya memilih calon pemimpin.

Dalam Forum Koordinasi Sentra Gakkumdu yang disiarkan melalui YouTube Kemenko Polhukam pada Kamis (13/7), Mahfud MD menyoroti pandangan beberapa orang yang mungkin merasa bahwa pemilihan umum tidak memberikan variasi yang cukup signifikan dalam kandidat, sehingga mereka cenderung untuk tidak ikut serta.

"Kan kadangkala orang, 'udah lah saya enggak ikut pemilu, calon itu-itu saja. DPRD itu, calon gubernur itu, calon presiden itu, DPR pusat begitu'," kata Mahfud.

Mahfud menegaskan bahwa sikap seperti itu tidak boleh diterapkan. Ia berpendapat bahwa meskipun ada calon yang dianggap kurang baik, tetapi pemilih seharusnya tetap memilih calon yang paling baik, atau setidaknya yang memiliki kekurangan paling minim.



Untuk lebih mengerti pesan yang diberikan Mahfud, kita harus mengetahui apa definisi dan dampak dari golput itu tersendiri.

Apa itu Golput?


Golongan Putih, atau yang sering disebut dengan istilah "golput," merujuk pada sikap atau tindakan sekelompok masyarakat yang memilih untuk tidak memberikan suara atau tidak ikut serta dalam proses pemilihan umum, baik itu pemilihan presiden, legislatif, maupun pemilihan kepala daerah.

Golput berasal dari singkatan "golongan putih" yang menunjukkan bahwa surat suara yang tidak digunakan untuk memilih calon tertentu tetap bersih atau putih.

Istilah "golput" atau Golongan Putih mencuat ke permukaan ketika Pemilu 1971 semakin mendekat. Pada suatu siang, tepatnya Kamis, 3 Juni 1971, sekelompok mahasiswa, pemuda, dan pelajar berkumpul di Balai Budaya Jakarta.

Di sana, mereka mengumumkan berdirinya "Golongan Putih" sebagai suatu gerakan moral yang mencerminkan ketidakpuasan terhadap sistem politik pada waktu itu. Kelompok ini muncul karena mereka merasa bahwa aspirasi politik mereka tidak dapat diwakili dengan baik oleh wadah politik formal yang ada pada masa itu.

Dikutip dari buku "Arief Budiman: Tukang Kritik Profesional" (2020), kelompok ini mengajak orang-orang yang enggan memilih partai politik dan Golkar untuk menunjukkan ketidaksetujuan mereka dengan menandai bagian putih (kosong) di antara sepuluh gambar simbol yang tertera pada surat suara.

Menurut Arief Budiman, salah satu tokoh kunci dalam gerakan ini, kelahiran gerakan golput terinspirasi oleh kurangnya demokrasi pada Pemilu 1971. Pemerintah pada saat itu membatasi jumlah partai politik, menciptakan suasana yang tidak demokratis.

Penting untuk dicatat bahwa istilah "golput" sendiri muncul dari rekan Arief, yaitu Imam Waluyo, yang juga turut serta dalam gerakan tersebut. Sejak saat itu, gerakan golput menjadi suatu fenomena dalam dinamika politik Indonesia, mengakar dari rasa ketidakpuasan terhadap keterbatasan demokrasi pada masa itu.

Apatis Terhadap Politik, Salah Satu Alasan Golput


Masyarakat yang bersikap apatis terhadap politik cenderung menjadi penyebab tingginya angka golput. Mereka kehilangan minat dalam urusan politik dan tidak mencari tahu mengenai golput serta risikonya dalam setiap pemilihan umum.

Ketidakpedulian ini dipicu oleh rasa tidak percaya bahwa partisipasi dalam pemilihan dapat membawa dampak positif bagi mereka.

Sentimen ini semakin diperkuat oleh seringnya terjadi kasus korupsi di kalangan pemimpin dan wakil rakyat, yang hanya memperbesar ketidakpedulian masyarakat terhadap pejabat publik.

Namun, golput bukanlah solusi untuk mengatasi permasalahan ini. Menggunakan hak pilih pada pemilihan umum adalah cara bagi masyarakat untuk memilih pemimpin yang berintegritas dan berkomitmen antikorupsi.

Dengan demikian, pemerintahan dapat dijalankan dengan bersih, adil, dan merata. Masyarakat juga perlu aktif dalam menciptakan pemerintahan yang berintegritas dengan menolak politik uang, sehingga proses pemilu dapat berlangsung secara jujur dan transparan.

Sikap jujur dan penolakan terhadap politik uang akan membentuk pemerintahan yang lebih bersih dan lebih peduli terhadap kebutuhan dan harapan rakyat.
(zik)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1111 seconds (0.1#10.140)