Kominfo Harap Revisi UU Penyiaran Tak Ada Tumpang Tindih Kewenangan
loading...
A
A
A
JAKARTA - Direktur Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik (IKP) Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) , Usman Kansong berharap, revisi Undang-Undang (UU) Penyiaran menimbulkan tumpang tindih aturan. Ia pun menyebut, lahirnya UU itu harus harmonisasi.
Salah satu yang disinggungnya dalam RUU itu ialah adanya aturan mengenai kewenangan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) dalam sengketa jurnalistik atau pers dan ikut mengontrol atau mengawasi konten di ranah digital. Padahal, kata dia, pengawasan konten itu merupakan kewenangan Kominfo berdasarkan UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
"Yang menjadi konsern pemerintah adalah di UU ITE dikatakan bahwa yang mengawasi dan mengontrol katakanlah seperti itu (konten) adalah pemerintah dalam hal ini adalah Kominfo," kata Usman dalam Diskusi Publik IJTI di Kantor Dewan Pers, Rabu (15/5/2024).
Oleh sebab itu, dia berharap revisi UU tersebut dilakukan harmonisasi antara lembaga-lembaga yang berkaitan dengan penyiaran dan pers. Termasuk dalam hal ini kewenangan Dewan Pers yang sebetulnya sudah diatur dalam UU Pers.
"Intinya adalah harus ada harmonisasi UU Penyiaran dengan UU yang lain, jangan sampai ada tumpang tindih kewenangan antara Kominfo dengan KPI, dan KPI dengan Dewan Pers," kata dia.
Meski demikian, kata Usman, hingga saat ini unsur pemerintah belum mendapatkan drafrevisiUU secara final. Ia meyakini, ketika pemerintah mendapatkan kesempatan untuk menyempurnakan UU itu maka masukan-masukan kepada DPR pun akan diberikan.
"Pemerintah akan dimintai pendapat masukannya untuk menyempurnakan UU, misalnya ketika ingin membuat beleid, di situlah saya kira kesempatan kita semua memberikan masukan ke DPR karena pembuatan UU berdasarkan keputusan MK wajib hukumnya meaningful participation," tutupnya.
Salah satu yang disinggungnya dalam RUU itu ialah adanya aturan mengenai kewenangan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) dalam sengketa jurnalistik atau pers dan ikut mengontrol atau mengawasi konten di ranah digital. Padahal, kata dia, pengawasan konten itu merupakan kewenangan Kominfo berdasarkan UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
"Yang menjadi konsern pemerintah adalah di UU ITE dikatakan bahwa yang mengawasi dan mengontrol katakanlah seperti itu (konten) adalah pemerintah dalam hal ini adalah Kominfo," kata Usman dalam Diskusi Publik IJTI di Kantor Dewan Pers, Rabu (15/5/2024).
Oleh sebab itu, dia berharap revisi UU tersebut dilakukan harmonisasi antara lembaga-lembaga yang berkaitan dengan penyiaran dan pers. Termasuk dalam hal ini kewenangan Dewan Pers yang sebetulnya sudah diatur dalam UU Pers.
"Intinya adalah harus ada harmonisasi UU Penyiaran dengan UU yang lain, jangan sampai ada tumpang tindih kewenangan antara Kominfo dengan KPI, dan KPI dengan Dewan Pers," kata dia.
Meski demikian, kata Usman, hingga saat ini unsur pemerintah belum mendapatkan drafrevisiUU secara final. Ia meyakini, ketika pemerintah mendapatkan kesempatan untuk menyempurnakan UU itu maka masukan-masukan kepada DPR pun akan diberikan.
"Pemerintah akan dimintai pendapat masukannya untuk menyempurnakan UU, misalnya ketika ingin membuat beleid, di situlah saya kira kesempatan kita semua memberikan masukan ke DPR karena pembuatan UU berdasarkan keputusan MK wajib hukumnya meaningful participation," tutupnya.
(maf)