Anwar Usman Diduga Kuat Membiarkan Mahkamah Konstitusi Jadi Alat Politik Pragmatis

Jum'at, 27 Oktober 2023 - 12:40 WIB
loading...
Anwar Usman Diduga Kuat...
Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman terus mendapatkan kritikan pascaputusan MK soal seseorang yang belum berusia 40 tahun, tetapi pernah atau sedang menjabat sebagai kepala daerah bisa maju sebagai capres dan cawapres. Foto/Dok MK
A A A
JAKARTA - Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman terus mendapatkan kritikan pascaputusan MK soal seseorang yang belum berusia 40 tahun, tetapi pernah atau sedang menjabat sebagai kepala daerah bisa maju sebagai capres dan cawapres. Kali ini, kritikan disampaikan oleh Peneliti Pusat Studi Konstitusi (PUSaKO) Fakultas Hukum Universitas Andalas Beni Kurnia Illahi.

Beni mengungkapkan, Constitutional and Administrative Law Society (CALS) sejak awal sudah memprediksi putusan MK tentang batas usia capres-cawapres itu bakal berujung seperti saat ini. Apalagi, semakin kuat dengan komposisi 9 hakim MK yang memutus perkara nomor 90 itu.

"Pertama, lewat putusan MK Nomor 90, Anwar Usman selaku Ketua MK diduga kuat membiarkan lembaganya menjadi alat politik pragmatis dengan secara serampangan mengubah persyaratan batas umur minimal 40 tahun bagi calon presiden dan wakil presiden yang tertuang dalam UU Pemilu," ujarnya, Jumat (27/10/2023).





Sehingga, kata dia, dapat dilangkahi apabila yang mencalonkan diri pernah atau sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum, termasuk pemilihan kepala daerah. Hal ini tentu saja berseberangan dengan prinsip nemo judex in causa sua dan ketentuan dalam UU Kekuasaan Kehakiman, yang menghendaki agar hakim tak boleh menangani perkara yang berkaitan dengan dirinya.

Kedua, kata dia, posisi hakim MK terkait putusan syarat usia capres/cawapres adalah: (1) 3 hakim: syarat usia 40 tahun atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum termasuk pilkada. (2) 1 hakim: syarat usia 40 tahun atau berpengalaman sebagai gubernur yang persyaratannya ditentukan oleh pembentuk undang-undang.

Lalu, (3) 1 hakim: syarat usia 40 tahun atau berpengalaman sebagai kepala daerah tingkat provinsi. (4) 4 orang hakim: menolak (open legal policy pembentuk undang-undang).



"Dengan komposisi seperti ini, mestinya perkara belum bisa diputus karena tidak ada yang mayoritas. Jika karya ilmiah yang bagus adalah karya ilmiah yang selesai, maka putusan pengadilan yang bagus pun adalah putusan yang selesai," tuturnya.
Halaman :
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2196 seconds (0.1#10.140)