Sewindu Tol Laut, Keberlanjutannya Seperti Apa?
loading...
A
A
A
Meskipun tidak menghasilkan beras ataupun kebutuhan pokok lainnya, namun daerah T3P memiliki potensi komoditas lain yang dibutuhkan daerah lain. Seperti ikan laut, rumput laut, kopra, batang kelapa, arang batok dan berbagai hasil hutan serta perkebunan yang sangat berlimpah dan dapat dipasarkan di daerah maju (Jawa) bahkan bisa diekspor.
Walaupun menghasilkan ikan, namun daerah T3P memiliki tingkat konsumsi ikan dan hasil laut tidak banyak. Komoditas tersebut sangat dibutuhkan di daerah lain, khususnya Jawa yang tingkat konsumsi ikanya sangat tinggi.
Dengan demikian maka hasil laut dan hasil perkebunan maupun komoditas lainnya dari daerah T3P merupakan potensi muatan balik yang perlu dikembangkan untuk kapal Tol Laut. Alhasil beradaan Tol Laut dapat memperbesar pasar komoditas dari daerah T3P ke daerah Jawa.
Perkembangan trayek Kapal Tol Laut dari tahun ke tahun mengalami kenaikan seiring dengan penambahan besarnya subsidi yang diberikan untuk mendukung program tol laut semakin besar. Sejak diluncurkan dengan 2 trayek pada 4 November 2015, kemudian mengalami peningkatan pada 2016 dan 2017, pemerintah menetapkan 6 trayek di mana semua dilayani oleh Pelni.
Pada 2018 pemerintah menetapkan 18 trayek, begitu juga tahun 2019 sebanyak 18 trayek, tahun 2020 menjadi 30 trayek, tahun 2021 menjadi 32 trayek dan 2023 sebanyak 39 trayek. Selain Pelni, Kemenhub juga menugaskan PT ASDP Indonesia Ferry (Persero) dan PT Djakarta Lloyd (Persero) serta perusahaan pelayaran swasta untuk 19 trayek.
Perkembangan muatan juga mengalami kenaikan sejalan makin banyaknya trayek yang dijalankan. Tercatat, pada 2015 realisasi muatan kapal sebanyak 88 Teus dan 30 ton. Kemudian pada 2016 meningkat menjadi 2.742 Teus dan 4.159 Ton, tahun 2017 (233.139 Ton), tahun 2018 (234.305 Ton), tahun 2019 (8.067 Teus), tahun 2020 (18.128 Teus), tahun 2021 (23.880 Teus dan 842,85 Ton), dan pada tahun 2022 realisasi muatan kapal tol sebanyak 28.991 Teus dan 983 Ton.
Jumlah trayek dan muatan yang naik apakah menjadi indikator keberhasilan dari program Tol Laut ini? Keberhasilan dari program Tol Laut ini tidak lepas dari peran seluruh stakeholder yang terkait.
Bukan hanya dari sisi angkutannya saja dalam hal ini dari Kemenhub tapi juga dari kementerian lain. Hal ini sesuai dengan amanah yang tercantum dalam Perpres No 27/2021 tentang Penyelenggaraan Kewajiban Pelayanan Publik untuk Angkutan Barang dari dan ke daerah Tertinggal, Terpencil, Terluar dan Perbatasan (pengganti Perpres No 70/2017).
Di dalam Perpres tersebut telah dilakukan penyempurnaan dan jelas disebutkan bukan hanya Kemenhub sebagai kementerian yang bertanggung jawab terhadap pengangkutan barang dengan mekanisme Kewajiban Pelayanan Publik atau dikenal dengan Tol Laut yang menugaskan Pelni ataupun BUMN lain di bidang angkutan laut serta swasta jika armada kurang.
Ada Kementerian Perdagangan (Kemendag) yang bertanggung jawab terhadap pengaturan pendistribusian barang dan pendataan, pemantauan dan evaluasi jenis, jumlah dan harga barang dari dan ke di masing-masing daerah tertinggal, terpencil, terluar dan perbatasan.
Walaupun menghasilkan ikan, namun daerah T3P memiliki tingkat konsumsi ikan dan hasil laut tidak banyak. Komoditas tersebut sangat dibutuhkan di daerah lain, khususnya Jawa yang tingkat konsumsi ikanya sangat tinggi.
Dengan demikian maka hasil laut dan hasil perkebunan maupun komoditas lainnya dari daerah T3P merupakan potensi muatan balik yang perlu dikembangkan untuk kapal Tol Laut. Alhasil beradaan Tol Laut dapat memperbesar pasar komoditas dari daerah T3P ke daerah Jawa.
Perkembangan trayek Kapal Tol Laut dari tahun ke tahun mengalami kenaikan seiring dengan penambahan besarnya subsidi yang diberikan untuk mendukung program tol laut semakin besar. Sejak diluncurkan dengan 2 trayek pada 4 November 2015, kemudian mengalami peningkatan pada 2016 dan 2017, pemerintah menetapkan 6 trayek di mana semua dilayani oleh Pelni.
Pada 2018 pemerintah menetapkan 18 trayek, begitu juga tahun 2019 sebanyak 18 trayek, tahun 2020 menjadi 30 trayek, tahun 2021 menjadi 32 trayek dan 2023 sebanyak 39 trayek. Selain Pelni, Kemenhub juga menugaskan PT ASDP Indonesia Ferry (Persero) dan PT Djakarta Lloyd (Persero) serta perusahaan pelayaran swasta untuk 19 trayek.
Perkembangan muatan juga mengalami kenaikan sejalan makin banyaknya trayek yang dijalankan. Tercatat, pada 2015 realisasi muatan kapal sebanyak 88 Teus dan 30 ton. Kemudian pada 2016 meningkat menjadi 2.742 Teus dan 4.159 Ton, tahun 2017 (233.139 Ton), tahun 2018 (234.305 Ton), tahun 2019 (8.067 Teus), tahun 2020 (18.128 Teus), tahun 2021 (23.880 Teus dan 842,85 Ton), dan pada tahun 2022 realisasi muatan kapal tol sebanyak 28.991 Teus dan 983 Ton.
Jumlah trayek dan muatan yang naik apakah menjadi indikator keberhasilan dari program Tol Laut ini? Keberhasilan dari program Tol Laut ini tidak lepas dari peran seluruh stakeholder yang terkait.
Bukan hanya dari sisi angkutannya saja dalam hal ini dari Kemenhub tapi juga dari kementerian lain. Hal ini sesuai dengan amanah yang tercantum dalam Perpres No 27/2021 tentang Penyelenggaraan Kewajiban Pelayanan Publik untuk Angkutan Barang dari dan ke daerah Tertinggal, Terpencil, Terluar dan Perbatasan (pengganti Perpres No 70/2017).
Di dalam Perpres tersebut telah dilakukan penyempurnaan dan jelas disebutkan bukan hanya Kemenhub sebagai kementerian yang bertanggung jawab terhadap pengangkutan barang dengan mekanisme Kewajiban Pelayanan Publik atau dikenal dengan Tol Laut yang menugaskan Pelni ataupun BUMN lain di bidang angkutan laut serta swasta jika armada kurang.
Ada Kementerian Perdagangan (Kemendag) yang bertanggung jawab terhadap pengaturan pendistribusian barang dan pendataan, pemantauan dan evaluasi jenis, jumlah dan harga barang dari dan ke di masing-masing daerah tertinggal, terpencil, terluar dan perbatasan.