Rempangku Malang, Melayuku Sayang

Jum'at, 22 September 2023 - 17:10 WIB
loading...
Rempangku Malang, Melayuku Sayang
Bambang Asrini, Pengamat Sosial dan Budaya. Foto/Dok. SINDOnews
A A A
Bambang Asrini
Pemerhati Sosial Budaya
Koordinator Forum Alumni Unej untuk Perubahan, Anies Cadas

PERISTIWA hiruk-pikuk konflik agraria Pulau Rempang tentu mengguncang empati, terutama pada keberadaan suku bangsa Melayu yang beranak-pinak ratusan tahun di sana. Mereka, saudara-saudara kita yang sekarang bertungkus-lumus—berikhtiar sungguh-sungguh lepas dari beban kesusahan.

Ancaman hadir pada yang bermukim di pesisir pantai pun yang mengolah hutan untuk nafkahnya, mereka tercabik-cabikdaya hidup sosio-kulturalnya.

Keputusan-keputusan sepihak para penguasa dan perilaku aparat keamanan yang semena-mena memberi mantra “relokasi demi investasi untuk Eco City” selayak apa yang sastrawan besar Melayu Raja Ali Haji,pernah bersyair satu saat untuk tetap tengadah:

jangan perkataan keruh dan kerah
khususan pula bicara darah
janganlah zalim barang sezarah.
jika memerintah lemah dan lembut
kepada tempat barang yang patut
orang pun banyak suka mengikut,
apa kehendak tidak tersangkut

Sejarah membilang, bagaimana bangsa Melayu ‘jatuh dan bangun’ serta tetap dengan semboyan‘lebih baik mati berdiri daripada hidup berlutut’ menjalani zaman demi zaman. Usai Traktat London 1824 antara Kerajaan Belanda dengan Inggris,kedua penjajah—tentunya setelah terjadi perang berdarah-darah--mulai menanamkan pengaruhnya di wilayah Kesultanan Melayu.

Keduanya dengan keji memecah relasi puak-kerabat yang memisah bangsa serumpun antara Kepulauan Riau, Singapura, Johor, Trengganu dan Semenanjung Malaka. Belanda dengan culas menancapkan kekuasaan kolonialnya, membuat kesepakatan-sepihak berupa traktat, yang sesuai Arsip Nasional RI, di Kesultanan terakhir Riau-Lingga tertanggal 29 Oktober 1830.

Di sanalah justru sastrawan dan ulama Raja Ali Haji dengan karya-karya yang menyejarah memberi bangsa kita berkah luar biasa, terutama karya-karya: Bustanulkatibin (1857) dan Kitab Pengetahuan Bahasa (1859).

Bangsa Melayu yang malang dan kebetulan hidup di Pulau Rempang yang bermasalah, pantas untuk melawan bahkan sepenuh jiwa, sebab begitu pentingsumbangsih masa lalu mereka pada kita. Terutama di awal abad ke-20 dengan dua kitab itu, yang ikut menjadi cikal bakal‘fundamen teoritis’bahasa Indonesia‘yang diadopsi’ dari bahasa Melayu.

Seperti yang diungkapkan Ki Hadjar Dewantara dalam Kongres Bahasa Indonesia I di Solo pada tahun 1938:“Ijang dinamakan 'Bahasa Indonesia'jaitoe bahasa Melajoe jang soenggoehpoen pokoknja berasal dari 'Melajoe Riau' akan tetapijang soedahditambah, dioebah atau dikoerangi menoeroet keperloean zaman danalam baharoe, hingga bahasa itoe laloe moedah dipakai oleh rakjat di seloeroeh Indonesia; pembaharoean bahasa Melajoe hingga mendjadibahasa Indonesia itoe haroes dilakoekan oleh kaoem ahli jang beralambaharoe, ialah alam kebangsaan Indonesia"

Kutipan diatas disalin dari pokok-pokok pikiran awal Harimurti Kridalaksana, tokoh linguis dengan bukunya “Masa Lampau Bahasa Indonesia: Sebuah Bunga Rampai”, 1991 yang juga mengetengahkan pemikiran cerlang kritikus sastra dan budaya A Teeuw pada masanya.

Kridalaksana juga menelaah bahwa bahasa Indonesia dianggap “jabang-bayinya muncul” sebagai sebuah ekspresi politik pada Sumpah Pemuda, 28 Oktober 1928. Penerimaan itu menyebabkan orang Indonesia menyaksikan dirinya dalam cermin sebagai “satu tumpah darah--tanah air, bangsa dan bahasa” yang mengikat-satu dan lainnya dan menjadi imajinasi komunitas terbayang—imagined communities ala sarjana Barat, Ben Anderson tentang paradigma nasionalisme.

Serta pada 18 Agustus 1945, bahasa kita itu secara resmi diakui dengan UUD 1945 pasal 36 menyebutkan: Bahasa negara ialah Bahasa Indonesia. Dengan demikian, sejarah bahasa Melayu dan bahasa Indonesia, dalam perspektif linguistis, sosiologis, dan yuridis saling terkait secara intim yang tentunya mengalami pembedaan, persamaan maupun perubahan dan kesinambungan.

Raja Ali Haji dan Warisan Melayu
Warisan Raja Ali Haji, seturut para cendikia terentang dari kajian tentang kitab-kitab yang membincangkan spiritualitas Islam, syair nasihat tata-kelola kerajaan termasuk kitab-kitab tentang adab dan etika, serta penciptaan puisi klasik legendaris dengan sebutan Gurindam Duabelas.

Bidang-bidang tata-bahasa Melayu karyanya terdiri dari tata ejaan, pembagian kelas kata, analisis kalimat, leksikografi, kaidah ejaan perbandingan Melayu, Jawi dan Arab. Yang dari sudut internal linguistik, bahasa Indonesia merupakan salahsatu varian historis, varian sosial, maupun varian regional dari bahasa Melayu.

Salah satu kitab yang menjadi fenomenal dan dikenal publik adalah bagaimana Raja Ali Haji dengan kitab Samrah al-Muhimmah di tahun 1275 H atau 1858 membawa pesan-pesan tentang keadilan dan keadaban bagi masyarakat.

Sebuah kitab yang mengemukakan etika kepemimpinan, yang dengan elok menguraikan tentang aturan kerajaan, pembagian tugas pembesar istana sebagai pembantu raja, dan pesan moral pada raja.

Dengan narasi yang padat serta mudah dimengerti, ia juga menyampirkan syair yang sarat kiasan dengan metafora-metafora, yang ditujukan pada para pembesar istana di Kesultanan Riau-Lingga. Yang para pejabatnya, misalnya mereka menginginkan berkembangnya aset-aset kerajaan untuk mendapatkan hasil-untung secepatnya, maka layak merenungkan penggalan syair ini:

siasat ini bisa dicoba
kepada segala rakyat dan hamba
jangan segera tamak dan loba
mengeluarkan hasil bagai ditimba

kitab al-fikih Hadis dan tafsir
hendaklah taat serta berfikir
jauhkan tamak loba dan kikir
keraskan makruf jauhkan mungkir

Raja Ali Haji pada galibnya, berupaya membangun sistem pengelolaan kerajaan, membuat regulasi politik dan merumuskan prinsip-prinsip moral yang berdasarkanpada akidah, syariah dan akhlak.

Maka peristiwa Rempang membawa kita kata-kata bijak-bestari seperti yang disampaikan oleh Raja Ali Haji dengan syair nasihatnya tentang selayaknya pemimpin tak harus memaksakan kehendak pada rakyatnya:

Jika memerintah dengan cemeti
dengan perkataan yang pasti-pasti
Baiklah orang bencilah hati
Tiada suka berbuat bakti
(poe)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1553 seconds (0.1#10.140)