Soal Kabasarnas Ditetapkan Tersangka oleh KPK, TNI: Kami Tak Kebal Hukum
loading...
A
A
A
JAKARTA - TNI menyampaikan tetap taat pada hukum, meski keberatan atas penetapan tersangka atas dua perwira tinggi (pati) militer. Namun, TNI pastikan proses peradilan yang menimpa dua personelnya tersebut harus melalui mekanisme hukum militer.
Kedua pati militer itu yakni Kepala Basarnas (Kabasarnas) Marsekal Madya TNI Henri Alfiandi (HA) dan Koordinator Administrasi (Koorsmin) Kepala Basarnas Letnan Kolonel Adm, Afri Budi Cahyanto (ABC) yang sudah ditetapkan tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi ( KPK ).
Kababinkum TNI, Laksamana Muda TNI Kresno Buntoro mengatakan, prajurit aktif itu tunduk pada Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer. Selain itu, ia menambahkan, semua prajurit tunduk pada KUHAP UU Nomor 8 Tahun 1981.
"Jadi, pada intinya tidak ada prajurit TNI yang kebal hukum, semua tunduk kepada aturan hukum," kata Kresno saat jumpa pers di Gedung Pusat Penerangan (Puspen) TNI, Jumat (28/7/2023).
Ihwal penahanan personel militer, Kresno mengungkapkan di dalam UU Peradilan Militer itu telah mengatur perihal penyelidikan, penyidikan, penuntutan, proses persidangan dan juga pelaksanaan eksekusi. Untuk itu, lanjut Kresno, hanya tiga pihak yang berhak melakukan penahanan terhadap personel militer.
"Khusus untuk penahanan, yang bisa melakukan penahanan itu ada tiga, pertama Ankum atasan yang berhak menghukum, yang kedua adalah polisi militer, kemudian yang ketiga adalah oditur militer," jelas Kresno.
"Jadi, selain tiga ini itu tidak punya kewenangan untuk melakukan penangkapan dan penahanan," lanjut Kresno.
Sebelumnya, Danpuspom TNI Marsda R Agung Handoko menjelaskan, pihaknya baru mengetahui adanya OTT oleh KPK tersebut melalui media. Ia mengaku pihaknya keberatan atas penetapan tersangka oleh KPK tersebut tanpa koordinasi dengan jajarannya.
"Dari tim kami terus terang keberatan, kalau itu ditetapkan sebagai tersangka, khususnya untuk yang militer. karena kami punya ketentuan sendiri, punya aturan sendiri," jelas Agung saat jumpa pers di Pusat Penerangan TNI, Jumat (28/7/2023).
Agung menuturkan, pihaknya belum melakukan penindakan proses hukum atas dua tersangka tersebut. Akan tetapi ia menegaskan TNI juga bagian dari subjek hukum yang harus patuh pada aturan yang berlaku.
"Kami sebagai TNI harus mengikuti ketentuan hukum dan taat pada hukum. itu tidak bisa ditawar. dan bisa kita lihat, siapa pun personel TNI yang bermasalah, selalu ada punishment," jelas Agung.
Sebagaimana diketahui, KPK menetapkan lima orang sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap terkait proyek pengadaan barang dan jasa di lingkungan Basarnas Tahun Anggaran 2021-2023. Kelima tersangka tersebut adalah Kabasarnas Marsekal Madya TNI (Purn) Henri Alfiandi (HA).
Kemudian, Koordinator Administrasi (Koorsmin) Kepala Basarnas Letnan Kolonel Adm, Afri Budi Cahyanto (ABC); Komisaris Multi Grafika Cipta Sejati, Mulsunadi (MS); Direktur Utama PT Intertekno Grafika Sejati, Marilya (MR); dan Direktur Utama PT Kindah Abadi Utama, Roni Aidil (RA).
KPK menyerahkan proses penegakan hukum terhadap Henri Alfiandi dan Afri Budi Cahyanto ke pihak Puspom TNI. Sebab, keduanya merupakan Anggota TNI.
Kedua pati militer itu yakni Kepala Basarnas (Kabasarnas) Marsekal Madya TNI Henri Alfiandi (HA) dan Koordinator Administrasi (Koorsmin) Kepala Basarnas Letnan Kolonel Adm, Afri Budi Cahyanto (ABC) yang sudah ditetapkan tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi ( KPK ).
Kababinkum TNI, Laksamana Muda TNI Kresno Buntoro mengatakan, prajurit aktif itu tunduk pada Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer. Selain itu, ia menambahkan, semua prajurit tunduk pada KUHAP UU Nomor 8 Tahun 1981.
"Jadi, pada intinya tidak ada prajurit TNI yang kebal hukum, semua tunduk kepada aturan hukum," kata Kresno saat jumpa pers di Gedung Pusat Penerangan (Puspen) TNI, Jumat (28/7/2023).
Ihwal penahanan personel militer, Kresno mengungkapkan di dalam UU Peradilan Militer itu telah mengatur perihal penyelidikan, penyidikan, penuntutan, proses persidangan dan juga pelaksanaan eksekusi. Untuk itu, lanjut Kresno, hanya tiga pihak yang berhak melakukan penahanan terhadap personel militer.
"Khusus untuk penahanan, yang bisa melakukan penahanan itu ada tiga, pertama Ankum atasan yang berhak menghukum, yang kedua adalah polisi militer, kemudian yang ketiga adalah oditur militer," jelas Kresno.
"Jadi, selain tiga ini itu tidak punya kewenangan untuk melakukan penangkapan dan penahanan," lanjut Kresno.
Sebelumnya, Danpuspom TNI Marsda R Agung Handoko menjelaskan, pihaknya baru mengetahui adanya OTT oleh KPK tersebut melalui media. Ia mengaku pihaknya keberatan atas penetapan tersangka oleh KPK tersebut tanpa koordinasi dengan jajarannya.
"Dari tim kami terus terang keberatan, kalau itu ditetapkan sebagai tersangka, khususnya untuk yang militer. karena kami punya ketentuan sendiri, punya aturan sendiri," jelas Agung saat jumpa pers di Pusat Penerangan TNI, Jumat (28/7/2023).
Agung menuturkan, pihaknya belum melakukan penindakan proses hukum atas dua tersangka tersebut. Akan tetapi ia menegaskan TNI juga bagian dari subjek hukum yang harus patuh pada aturan yang berlaku.
"Kami sebagai TNI harus mengikuti ketentuan hukum dan taat pada hukum. itu tidak bisa ditawar. dan bisa kita lihat, siapa pun personel TNI yang bermasalah, selalu ada punishment," jelas Agung.
Sebagaimana diketahui, KPK menetapkan lima orang sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap terkait proyek pengadaan barang dan jasa di lingkungan Basarnas Tahun Anggaran 2021-2023. Kelima tersangka tersebut adalah Kabasarnas Marsekal Madya TNI (Purn) Henri Alfiandi (HA).
Kemudian, Koordinator Administrasi (Koorsmin) Kepala Basarnas Letnan Kolonel Adm, Afri Budi Cahyanto (ABC); Komisaris Multi Grafika Cipta Sejati, Mulsunadi (MS); Direktur Utama PT Intertekno Grafika Sejati, Marilya (MR); dan Direktur Utama PT Kindah Abadi Utama, Roni Aidil (RA).
KPK menyerahkan proses penegakan hukum terhadap Henri Alfiandi dan Afri Budi Cahyanto ke pihak Puspom TNI. Sebab, keduanya merupakan Anggota TNI.
(maf)