Narsisme Politik dan Citra Kota yang Pudar

Sabtu, 08 Juli 2023 - 19:04 WIB
loading...
Narsisme Politik dan...
Dede Suprayitno, Dosen Ilmu Komunikasi FISIP UPN Veteran Jakarta. Foto/Istimewa
A A A
Dede Suprayitno
Dosen Ilmu Komunikasi FISIP UPN Veteran Jakarta

SELAMA tahun politik perhatian masyarakat seolah dicuri oleh narsisme para politikus dan calon politikus melalui iklan-iklan luar ruang. Lihat saja, begitu banyak reklame, spanduk, baliho, poster-poster, dan iklan luar ruang lainnya yang hadir di depan mata kita hampir sepanjang jalan utama, pojok-pojok pasar, gang-gang kecil, tiang listrik, hingga pepohonan. Dengan senyum lebar nan khas dan janji-janji politik yang membuai, para elite politik itu mengajak masyarakat untuk memilih dirinya.

Aksi iklan luar ruang para politikus itu mengandung beberapa kesan. Di antaranya bertujuan diakui keberadaannya, sosialisasi program-program kerja, ajakan apresiasi untuk kerja yang sudah dilakukan, atau sekadar eksis dengan aksi-aksi viral. Goenawan Mohamad dalam Catatan Pinggir juga menyebutkan, iklan luar ruang mengandung sedikit kebohongan dan mediocrity. Ada manipulasi yang sengaja diciptakan untuk mewujudkan ambisi berkuasa.

Semua iklan politik luar ruang itu tentu memiliki maksud yang beragam. Namun, narsisme politik yang berlebihan rupanya telah menjadi sampah visual yang menjemukan mata. Sampah visual ini merujuk pada iklan luar ruang yang ilegal dan tidak sesuai dengan regulasi atau aturan.

Jean Baudrillard menyebut sampah visual dihasilkan oleh kapitalis dengan menawarkan produk melalui media yang memberi kelelahan dan ketertindasan. Tentu, reklame, spanduk, dan baliho yang dihadirkan dengan tidak bertanggung jawab hanya akan berdampak negatif pada estetika kota dan lingkungan. Dari sini tampak pula egoisme ambisi politik lewat jalan-jalan praktis dan murah, yang sengaja diambil para elite.

Masa kampanye Pemilu 2024 sejatinya akan berlangsung sejak 28 November 2023 hingga 10 Februari 2024 atau selama 75 hari. Peserta pemilu pun dilarang berkampanye dalam bentuk apa pun. Namun, Komisi Pemilihan Umum (KPU) membolehkan peserta pemilu untuk melakukan sosialisasi selama masa kampanye belum dimulai. Hal ini mengacu pada Pasal 25 Peraturan KPU Nomor 33 Tahun 2018 tentang Kampanye Pemilihan Umum.



Ada sejumlah syarat yang harus diperhatikan. Dalam pasal 25 ayat 2 disebutkan, partai politik dapat melakukan sosialisasi dan pendidikan politik di internal parpol dengan metode pemasangan bendera partai politik peserta pemilu dan nomor urutnya, dan pertemuan terbatas dengan memberitahukan secara tertulis kepada KPU dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) paling lambat satu hari sebelum kegiatan dilaksanakan.

Ketua KPU Hasyim Asy’ari juga menyatakan, sosialisasi berbeda dengan kampanye, karena selama proses sosialisasi parpol hanya boleh menampilkan gambar partai, nomor urut, dan visi misi. Tak hanya sampai di situ, tokoh yang boleh tampil pun telah ditentukan, yakni ketua umum dan sekretaris jenderal parpol untuk kepengurusan tingkat pusat. Sedangkan untuk kepengurusan level daerah, hanya ketua dan sekretaris yang boleh tampil. Selama proses sosialisasi pun tidak boleh ada ajakan untuk memilih partai politik. Namun, mengapa kini sudah banyak wajah-wajah narsis yang muncul di sekitar kita?

Iklan luar ruang yang ilegal bukan hanya beririsan dengan etika politik. Lebih daripada itu, kehadiran mereka telah mendisrupsi bisnis iklan luar ruang lainnya. Bagaimana tidak, orang akan berpikir bila iklan ilegal saja bisa, mengapa harus memilih yang berbayar?
Halaman :
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1648 seconds (0.1#10.140)