Reklamasi, Sedimentasi, dan Ekosistem Pesisir

Jum'at, 30 Juni 2023 - 18:43 WIB
loading...
A A A
Dengan begitu, aktivitas reklamasi, pengerukan atau dumping tidak menurunkan kualitas lingkungan di bawah baku mutunya. Dengan kata lain, area kegiatan pengerukan/pemanfaatan sedimen atau reklamasi sesungguhnya bukan semata-mata luasan potensi sedimen yang akan dikeruk, tetapi dapat mencakup area sekitar yang terdampak secara fisik.

Oleh karena itu, PKKPRL bisa membatasi, mengurangi, atau menolak area pengerukan atau reklamasi baru karena di kawasan tersebut sudah over capacity. Sebab dampaknya bisa mempengaruhi lingkungan lebih luas seperti terjadi sedimentasi di alur pelayaran, area pantai umum, muara sungai, pelabuhan, atau yang merusak ekosistem sebagai habitat penting jenis ikan setempat.

Reklamasi, Pengerukan, dan Sedimentasi Laut

Mengapa aktivitas pengerukan dan reklamasi perlu dipertimbangkan dengan demikian panjang dan terkesan njelimet? Sebab kawasan pesisir atau pantai adalah kawasan yang subur, tempat terjadinya proses produksi bentik penting dalam mendukung produksi ikan demersal. Kegiatan pengerukan sedimen di dekat pantai dapat mempengaruhi tingkat kepekaan proses produksi bentik ini dan membutuhkan waktu yang panjang untuk pemulihan setelah penghentian pengerukan atau reklamasi (Newell, Seiderer and Hitchcock, 1998).

Potensi dampak pada spesies bentik juga bergantung pada proses biologis termasuk mekanisme makan, tingkat mobilitas, karakteristik riwayat hidup, tahap perkembangan dan kondisi lingkungan (Fraser et al., 2017). Itu sebabnya pertimbangan lingkungan dan ekologi sangat ditekankan dalam proses pengerukan sedimen laut.

Proses pemindahan sedimen dalam kondisi endapan alaminya dengan menggunakan peralatan mekanis atau hidrolik tidak bisa dihindari memiliki dampak lingkungan yang nyata pada flora dan fauna laut, menggangu navigasi, dan bahkan dapat menimbulkan sedimentasi di tempat lain (Bianchini et al., 2019). Kegiatan pengerukan dan reklamasi pantai dapat mempengaruhi perubahan pola hidrodinamika perairan, yang berefek berantai pada aspek sirkulasi dan biologi perairan, yang otomatis mengganggu mekanisme transportasi bio massa air, dan jika terus berlanjut akan mengancam biota laut.

Studi kasus di Teluk Benoa, dengan menggunakan simulasi numerik, kecepatan aliran selama rentang waktu sebelum dan setelah reklamasi Pulau Serangan dan Pelabuhan Benoa, dari berkisar antara 0-1,4 m/s berubah berkisar antara 0-1,2 m/s., dan ditemukan saat surut rendah, beberapa area di dalam teluk tidak terendam air karena laju sedimentasi yang tinggi dan distribusi sedimen yang tidak stabil (Wisha et al., 2018).

Dalam proses pengerukan, partikel kontaminen di dalamnya juga perlu mendapat perhatian. Hal ini dikarenakan sedimen laut adalah penyerap utama polutan baik organik dan anorganik, termasuk logam berat yang membahayakan ekosistem dan biota laut. Jika tidak dikendalikan, karena sedimen yang dikeruk ini dapat terburai kembali ke sistem air hingga masuk ke dalam rantai makanan (Labianca et al., 2022).

Dari uraian di atas, sangat jelas bahwa penilaian status suatu lingkungan sebelum, saat dan pasca pengerukan, terutama di lokasi pantai yang sensitif, sangat penting.

Rusaknya Ekosistem Pesisir dan Sumberdaya Ikan

Sedimentasi di perairan laut dapat bersumber dari banjir daratan, reklamasi pantai, atau arus laut. Bahaya sedimentasi yang berlebihan adalah dapat merusak eksositem alami pantai, yaitu mangrove, lamun, dan terumbu karang, dan dapat berimbas pada produksi perikanan sebagai tempat hidup ikan. Kegiatan pembangunan pantai dengan metode reklamasi yang tidak terkendali dengan dalih pemenuhan lahan kawasan industri, pemukiman, atau pelabuhan, akan mempercepat laju sedimentasi, merusak ekosistem khususnya mangrove, dan menghambat jalur pelayaran dan fishing ground nelayan.

Contoh kasus adalah Selat Madura bagian barat antara Gresik-Bangkalan. Berdasarkan data citra satelit, terdapat perbedaan signifikan pemanfaatan ruang laut di wilayah tersebut. Terutama di pesisir pantai Gresik, semakin banyak area industri dibangun dengan metode reklamasi, bahkan semakin jauh ke arah laut dalam rentang waktu 40 tahun terakhir.

Ruang pesisir di wilayah laut Gresik di Selat Madura semakin rapat karena munculnya area lahan reklamasi baru. Selain itu terlihat pula pendangkalan di area tersebut. Sebagian besar pantai Gresik dan Bangkalan adalah wilayah ekosistem mangrove, tempat pembesaran ikan penting dan ekonomis masyarakat sekitar, misalnya kepiting, udang, rajungan, teripang, dan kerang-kerangan. Eksistensi hutan mangrove tersebut bisa terancam dengan kegiatan reklamasi yang tak terkendali.

Ini sangat mungkin terjadi terlebih setelah terbit Pepres Nomor 60 Tahun 2022 tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Nasional Gresik, Bangkalan, Mojokerto, Surabaya, Sidoarjo, Lamongan (Gerbangkertosusilo). Beleid ini mendorong semakin tingginya kebutuhan lahan industri yang langsung memiliki akses dengan jalur pelayaran laut. Indikasinya adalah terus bertambahnya permohonan izin lokasi (PKKPRL) dan izin reklamasi di wilayah ini.
Halaman :
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1503 seconds (0.1#10.140)