Reklamasi, Sedimentasi, dan Ekosistem Pesisir

Jum'at, 30 Juni 2023 - 18:43 WIB
loading...
A A A
Bila benar terjadi, diperkirakan muara-muara sungai dan jalur lalu lintas nelayan kecil semakin dangkal karena sedimen dari sungai terjebak di area sekitar reklamasi. Sumber daya ikan berkurang karena hilangnya daerah hutan mangrove setempat. Ujung-ujungnya, tangkapan ikan nelayan lokal dan tradisional juga terus menurun.

Di sisi lain, jalur pelayaran internasional dari kapal-kapal cargo yang keluar masuk dari Pelabuhan Internasional Tanjung Perak atau Terminal Teluk Lamong juga semakin sempit. Berdasarkan peta bathimetri Pushidrosal, kedalaman jalur pelayaran masih sekitar 14 meter. Tetapi di beberapa titik sudah mengalami pendangkalan, sehingga kedalamannya hanya 12 meter, terutama di sisi sebelah barat itu pun berada di tengah selat.

Sebagai respons, perusahaan operator pelabuhan/tersus/TUKS baru mengajukan permohonan reklamasi dengan lokasi semakin jauh ke tengah laut/jalur pelayaran, Bahkan, perusahaan lama pun berlomba-lomba memindahkan dermaga lebih ke tengah dengan mereklamasi area dermaga lama. Praktik ini jelas membuat pendangkalan di dekat pantai dan di tengah selat.

Dinas Perikanan Kabupaten Gresik mencatat saat ini banyak jalur dan lokasi labuh kapal nelayan Gresik mengalami pendangkalan sehingga mengganggu kegiatan melaut dan sandar kapal. Tidak kurang dari 19 lokasi sentra nelayan di 10 desa telah mengajukan usulan pengerukan alur dan area tambatan perahu nelayan dengan luas perkiraan sebesar 118.730 m2. Kota Surabaya pun mengajukan permohonan pengerukan sedimentasi di wilayah Pantai Kenjeran atas keluhan dari nelayan yang kerap mengalami kapal kandas saat sandar maupun melaut.

Memperhatikan hal-hal di atas, penulis mengusulkan agar kawasan perairan Kabupaten Gresik dan Kota Surabaya bisa dijadikan lokasi kajian pengelolaan hasil sedimentasi di laut sebagai turunan dari PP 26 Tahun 2023. Hal ini akan menunjukkan keadilan keberpihakan pemerintah khususnya Kementerian Kelautan dan Perikanan terhadap nelayan Indonesia. Dan, kesan bahwa PP 26 Tahun 2023 hanya untuk memuluskan ekspor pasir laut akan terdistorsi dengan sendirinya.

Daftar Referensi
- Astor, Y. (2021) ‘Construction map model of water location permits in the implementation of licensing for marine space utilization’, IOP Conference Series: Materials Science and Engineering, 1098(5), p. 052017. Available at: https://doi.org/10.1088/1757-899x/1098/5/052017.

- Bianchini, A. et al. (2019) ‘Sediment management in coastal infrastructures: Techno-economic and environmental impact assessment of alternative technologies to dredging’, Journal of Environmental Management, 248(July), p. 109332. Available at: https://doi.org/10.1016/j.jenvman.2019.109332.

- Cooper, K.M. et al. (2008) ‘Assessment of ecosystem function following marine aggregate dredging’, Journal of Experimental Marine Biology and Ecology, 366(1–2), pp. 82–91. Available at: https://doi.org/10.1016/j.jembe.2008.07.011.

- Fraser, M.W. et al. (2017) ‘Effects of dredging on critical ecological processes for marine invertebrates, seagrasses and macroalgae, and the potential for management with environmental windows using Western Australia as a case study’, Ecological Indicators, 78, pp. 229–242. Available at: https://doi.org/10.1016/j.ecolind.2017.03.026.

- Labianca, C. et al. (2022) ‘A review of the in-situ capping amendments and modeling approaches for the remediation of contaminated marine sediments’, Science of the Total Environment, 806(151257). Available at: https://doi.org/10.1016/j.scitotenv.2021.151257.
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1782 seconds (0.1#10.140)