LPSK Ajukan Restitusi Penganiayaan D hingga Rp100 Miliar, Ini Rincian Komponennya
loading...
A
A
A
JAKARTA - Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban ( LPSK ) mengajukan restitusi atau ganti rugi untuk korban penganiayaan remaja berinisial D dengan nilai total Rp100 miliar. LPSK meminta restitusi ini dimasukkan dalam surat tuntutan kepada tiga terdakwa, Mario Dandy Satriyo , Shane Lukas, dan AG.
Wakil Ketua LPSK Susilaningtias menjelaskan, terdapat sejumlah komponen dari restitusi yang diajukan. Secara garis besar meliputi biaya perawatan, waktu yang terkorbankan, dan penderitaan yang dialami D beserta keluarganya.
"Komponen yang kami perhitungkan yakni pertama, biaya perawatan anak korban selama di rumah sakit. Ini juga termasuk ada biaya transportasi, akomodasi dan konsumsi dari keluarganya, karena keluarganya juga setiap hari selalu ada di situ menemani perawatan anak korban selama 24 jam, jadi membutuhkan biaya tersebut," kata Susi di Gedung LPSK, Ciracas, Jakarta Timur, Rabu (14/6/2023).
LPSK juga memperhitungkan kehilangan mata pencaharian orang tua D yang selama perawatan tidak sempat bekerja mencari nafkah.
"Ada komponen biaya kehilangan mata pencaharian atau penghasilan karena pada saat itu orang tua anak korban meninggalkan pekerjaannya selama waktu tertentu. Bahkan sampai sekarang pun, karena kondisi yang tidak memungkinkan, orang tua juga masih kesulitan membagi waktu untuk bekerja," kata Susi.
Terkait kerugian penderitaan D selama menjadi korban kekerasan penganiayaan, LPSK mengukur berdasarkan analisis dokter, terutama kondisi kesehatannya yang dinilai sulit kembali normal.
"Perawatan atau pemulihan anak korban ini tidak hanya sampai di rumah sakit tetapi di rumah pun masih membutuhkan perawatan home care, perawatan di rumah. Itu menbutuhkan tenaga medis dengan peralatan medis termasuk juga dengan obat-obatannya. Dan itu juga biayanya tidak murah atau sedikit, sehingga kami perhitungkan sebagai biaya penderitaan salah satunya," kata Susi.
Ia menggarisbawahi penderitaan D, terutama terkait pendidikan maupun tumbuh kembangnya. Karena kondisinya saat ini, David kehilangan kesempatannya dalam belajar dan bertumbung kembang tersebut.
Wakil Ketua LPSK Susilaningtias menjelaskan, terdapat sejumlah komponen dari restitusi yang diajukan. Secara garis besar meliputi biaya perawatan, waktu yang terkorbankan, dan penderitaan yang dialami D beserta keluarganya.
"Komponen yang kami perhitungkan yakni pertama, biaya perawatan anak korban selama di rumah sakit. Ini juga termasuk ada biaya transportasi, akomodasi dan konsumsi dari keluarganya, karena keluarganya juga setiap hari selalu ada di situ menemani perawatan anak korban selama 24 jam, jadi membutuhkan biaya tersebut," kata Susi di Gedung LPSK, Ciracas, Jakarta Timur, Rabu (14/6/2023).
LPSK juga memperhitungkan kehilangan mata pencaharian orang tua D yang selama perawatan tidak sempat bekerja mencari nafkah.
"Ada komponen biaya kehilangan mata pencaharian atau penghasilan karena pada saat itu orang tua anak korban meninggalkan pekerjaannya selama waktu tertentu. Bahkan sampai sekarang pun, karena kondisi yang tidak memungkinkan, orang tua juga masih kesulitan membagi waktu untuk bekerja," kata Susi.
Terkait kerugian penderitaan D selama menjadi korban kekerasan penganiayaan, LPSK mengukur berdasarkan analisis dokter, terutama kondisi kesehatannya yang dinilai sulit kembali normal.
"Perawatan atau pemulihan anak korban ini tidak hanya sampai di rumah sakit tetapi di rumah pun masih membutuhkan perawatan home care, perawatan di rumah. Itu menbutuhkan tenaga medis dengan peralatan medis termasuk juga dengan obat-obatannya. Dan itu juga biayanya tidak murah atau sedikit, sehingga kami perhitungkan sebagai biaya penderitaan salah satunya," kata Susi.
Ia menggarisbawahi penderitaan D, terutama terkait pendidikan maupun tumbuh kembangnya. Karena kondisinya saat ini, David kehilangan kesempatannya dalam belajar dan bertumbung kembang tersebut.