Eks Bupati PPU Abdul Gafur Mas'ud Kembali Ditetapkan Tersangka oleh KPK

Rabu, 07 Juni 2023 - 21:22 WIB
loading...
Eks Bupati PPU Abdul Gafur Masud Kembali Ditetapkan Tersangka oleh KPK
Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata saat konpers di Kantor KPK, Jakarta Selatan, Rabu (7/6/2023). Foto/Arie Dwi Satrio
A A A
JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi ( KPK ) kembali menetapkan mantan Bupati Penajam Paser Utara (PPU), Kalimantan Timur, Abdul Gafur Mas'ud (AGM) sebagai tersangka. Kali ini, ia ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan korupsi yang merugikan keuangan negara Rp14,4 miliar.

Abdul Gafur Mas'ud ditetapkan sebagai tersangka bersama tiga orang lainnya yakni, Direktur Utama Perumda Benuo Taka Energi, Baharun Genda; Direktur Utama Perumda Benuo Taka, Heriyanto; dan Kepala Bagian Keuangan Perumda Benuo, Taka Karim Abidin.

"KPK menemukan adanya bukti permulaan yang cukup terkait dugaan perbuatan pidana lain yang mengakibatkan kerugian keuangan negara," kata Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata saat menggelar konpers di kantornya, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Rabu (7/6/2023).

KPK langsung melakukan upaya paksa penahanan terhadap tiga orang tersangka. Ketiga tersangka yang ditahan hari ini yakni, Baharun, Heriyanto, dan Karim. Mereka ditahan untuk masa penahanan pertamanya selama 20 hari ke depan.

"Sebagai pemenuhan kebutuhan proses penyidikan, tim penyidik menahan tiga tersangka untuk masing-masing selama 20 hari pertama terhitung 7 Juni 2023 sampai dengan 26 Juni 2023 di Rutan KPK," ujar Alexander.



Adapun, Baharun ditahan di Rutan Gedung lama KPK, Jalan HR Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan. Sedangkan Heriyanto, ditahan di Rutan KPK pada Pomdam Jaya Guntur. Sementara itu, Karim ditahan di Rutan KPK pada Gedung Merah Putih.

"Sedangkan tersangka AGM tidak dilakukan penahanan karena sedang menjalani masa pidana badan di Lapas Klas IIA Balikpapan," beber Alex.

Keempat tersangka tersebut diduga telah melakukan korupsi terkait penyertaan modal Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Penajam Paser Utara pada Perusahaan Umum Daerah (Perumda) tahun 2019 sampai 2021.

Alex menjelaskan, kasus ini bermula ketika Pemerintah Daerah PPU mendirikan tiga BUMD yang berubah nama menjadi Perusahaan Umum Daerah (Perumda). Tiga Perumda itu yakni, Perumda Benuo Taka, Perumda Benuo Taka Energi dan Perumda Air Minum Danum Taka.

Abdul Gafur merupakan Kuasa Pemegang Modal Perumda Benuo. Ia bersama dengan DPRD menyepakati penambahan penyertaan modal bagi Perumda Benuo Taka sebesar Rp29,6 miliar, Perumda Benuo Taka Energi (PBTE) disertakan modal Rp10 miliar dan Perumda Air Minum Danum Taka dengan penyertaan modal Rp18,5 miliar.

Sekira Januari 2021, Baharun selaku Direktur Utama Perumda Benuo Taka Energi melaporkan kepada Abdul Gafur perihal belum direalisasikannya dana penyertaan modal bagi perusahaannya.

Atas laporan itu, Abdul Gafur memerintahkan Baharun mengajukan permohonan pencairan dana dimaksud. Tak berselang lama, Abdul Gafur menerbitkan Keputusan Bupati PPU sehingga dilakukan pencairan dana sebesar Rp3,6 miliar.

Pada Februari 2021, Direktur Utama Perumda Benuo Taka Heriyanto juga menyampaikan kepada Abdul Gafur perihal masalah serupa. Tindakan yang sama dilakukan sehingga diterbitkan Keputusan Bupati PPU berupa pencairan dana sebesar Rp29,6 miliar.

Sedangkan bagi Perumda Air Minum Danum Taka, kata Alex, Abdul Gafur menerbitkan Keputusan Bupati PPU dengan pencairan dana sebesar Rp18,5 miliar.

"Namun demikian, tiga keputusan yang ditandatangani AGM tersebut diduga tidak disertai dengan landasan aturan yang jelas dan tidak pula melalui kajian, analisis serta administrasi yang matang," kata Alex.

"Sehingga timbul pos anggaran dengan berbagai penyusunan administrasi fiktif yang diduga mengakibatkan kerugian keuangan negara sejumlah sekitar Rp14,4 miliar," sambungnya.

Pencairan uang tersebut, kata Alex, kemudian digunakan untuk keperluan pribadi para tersangka. Di antaranya, Abdul Gafur diduga menerima sebesar Rp6 miliar dan dipakai untuk menyewa private jet, helikopter serta mendukung dana kebutuhan Musda Partai Demokrat Provinsi Kalimantan Timur.

Baharun diduga menerima sebesar Rp500 juta dan digunakan untuk membeli mobil; Heriyanto diduga menerima sebesar Rp3 miliar, digunakan sebagai modal proyek; dan Karim diduga menerima Rp1 miliar digunakan untuk trading forex.

"Tim penyidik sejauh ini telah menerima pengembalian uang dari para pihak terkait perkara ini sejumlah sekitar Rp659 juta melalui rekening penampungan KPK dan kami akan terus telusuri lebih lanjut untuk optimalisasi aset recovery-nya," pungkasnya.
(maf)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1539 seconds (0.1#10.140)