Presiden Erdogan yang Rasional Konservatif

Minggu, 04 Juni 2023 - 07:02 WIB
loading...
Presiden Erdogan yang Rasional Konservatif
Sampe L Purba Doktor Geostrategi Energi, alumni Universitas Pertahanan. Foto/Dok
A A A
Sampe L Purba
Doktor Geostrategi Energi, alumni Universitas Pertahanan

ERDOGAN(69 tahun) adalah Presiden Turki yang terpilih secara langsung oleh rakyat pada tahun 2014. Selama 90 tahun sebelumnya, Presiden dipilih oleh Majelis Nasional.

Erdogan baru saja memenangi kembali PilPres yang akan menghantarnya sebagai Presiden hingga tahun 2028. Erdogan adalah politisi paripurna. Di Partai Keselamatan Nasional pimpinan Necmettin Erbakan yang Islamis, Erdogan muda di tahun 1980 an menapak karier mulai sebagai petugas partai tingkat distrik.

Setelah partai tersebut bubar, bersama teman-temannya Erdogan mendirikan Partai Keadilan dan Pembangunan (PKP) dan terpilih menjadi Ketua sejak 2001. Menapak karier di Parlemen sebagai anggota DPRD hingga menjadi anggota Majelis Nasional (2003-2014). Adapun di ranah eksekutif menjadi walikota Istanbul Raya (1994-1998), menjadi Perdana Menteri Turki (2003-2014), dan menjadi Presiden 2014-2028.

PKP memiliki akar Islam yang kuat. Banyak yang menyebutnya sebagai pewaris ideologi ikhwanul muslimin. Hal itu tidak sepenuhnya benar. PKP berhaluan kanan konservatif dengan sistem ekonomi liberal. Partai PKP saat ini memiliki afiliasi politik dengan berbagai partai termasuk Partai partai Nasional Kemalis.

Pola pikirnya rasional, fleksibel serta adaptif terhadap perubahan. Ini adalah khas ajaran mazhab Hanafi yang dianut luas di Asia Tengah hingga ke Turki. Pada zamannya sebagai walikota, Erdogan membangun infrastruktur, jalan raya, pusat air minum dan kebersihan di sekitar Istanbul.

Sebagai Perdana Menteri dan Pemimpin Partai, Erdogan membolehkan pemakaian kerudung di gedung-gedung Pemerintah serta memfasilitasi perluasan hak-hak perempuan. Sebagai Presiden, Erdogan mengembalikan fungsi Hagia Sofia–eks gereja ortodoks Yunani yang direbut Kesultanan Ustmaniyah dari Byzantium Romawi tahun 1453–dari sebelumnya sebagai museum situs budaya menjadi Masjid Raya Hagia Sophia.

Tidak heran pada masa itu, beberapa lembaga survey dunia menempatkan Erdogan sebagai satu dari tiga pemimpin dunia Islam yang paling berpengaruh. Dua lainnya adalah Raja Salman dari Arab Saudi dan Ali Khamenei Pemimpin Iran.


Ekonomi-Energi


Turki adalah negara Trans Asia Eropah. Secara geografis, Turki memiliki letak strategis di antara semenanjung Anatolia Asia Kecil dengan Wilayah Balkan di Eropa Tenggara. Perbatasan utaranya adalah Laut Hitam, yang merupakan akses utama armada dagang dan militer Rusia maupun Ukraina ke pelabuhan air panas Laut Tengah melalui Selat Bosphorus yang menghubungkan Asia dengan Eropa. Di bagian Timur berbatasan dengan Iran, Irak dan Suriah.

Lebih dari 75 persen kebutuhan energi primer Turki berasal dari impor. Turki adalah pintu masuk pipa gas Rusia Turk Stream sepanjang 930 km ke Negara-negara Balkan, dengan kapasitas salur 31,5 milyar meter kubik gas per tahun. Satu lagi adalah Bluestream sepanjang 1213 km dengan kapasitas gas salur 16 milyar meter kubik per tahun.

Turki menerima gas pipa dari Iran melalui jalur Tabriz–Ankara sepanjang 2500 km dengan kapasitas salur 14 milyar meter kubik per tahun. Iran adalah pemilik cadangan gas kedua terbesar di dunia sebesar 32 triliun meter kubik, hanya 15 persen lebih rendah dibanding Rusia.

Namun, karena sanksi ekonomi yang berat dari Amerika Serikat dan sekutunya, produksi gas tahun 2021 adalah 239 miliar meter kubik, atau hanya sekitar 30 persen dari produksi tahunan gas Rusia. Turki diharapkan mampu menjembatani masuknya gas Iran ke Eropa.

Dalam hubungannya dengan Eropa dan juga Amerika Serikat, Turki terkadang merasa frustrasi seperti dianaktirikan. Turki termasuk negara pertama yang bergabung dengan Dewan Eropa yang menjadi cikal bakal Masyarakat Ekonomi Eropa di tahun 1950.

Sejak tahun 1987 negara itu telah mengajukan lamaran resmi menjadi anggota penuh Masyarakat Eropa (European Union), namun hingga saat ini belum terkabul. Isu pelanggaran hak asasi manusia, arus pengungsi dari Suriah, Afganistan dan Irak ke Eropa via Turki sering menjadi alasan Masyarakat Eropa menolak keanggotaan Turki. Hal ini berbeda dari negara-negara Skandinavia serta negara-negara pecahan dan eks sekutu Rusia di Pakta Warsawa yang langsung diterima.

Turki memiliki akar kesejarahan yang panjang sebagai kekuatan militer utama (major power) di sekitar kawasan Eropa Tenggara, Asia Barat hingga Afrika Utara selama lebih dari enam dasa warsa hingga perang dunia kedua. Pada saat perang dunia pertama Negara itu beraliansi dengan Prusia Austro Hongaria yang akhirnya kalah.

Hal yang sama diulangi lagi pada saat perang dunia kedua bersama Jerman dan negara-negara Balkan. Juga kalah. Namun demikian Amerika Serikat dan Sekutu memandang bahwa secara politik dan militer Turki harus digandeng. Tetapi tidak secara ekonomi.

Turki adalah negara pertama yang diterima bergabung pada tahun 1952 di NATO (North Atlantic Treaty Organization)–pakta politik dan militer Negara Sekutu Pimpinan Amerika Serikat setelah pembentukannya tahun 1949. Turki bersama dengan Yunani diminta bergabung ke NATO sebagai bagian dari politik tirai besi untuk menghempang pengaruh Uni Soviet (sekarang Rusia).

Finlandia adalah negara ke 31 yang bergabung dengan NATO pada tanggal 4 April 2023. Finlandia menerima para pelarian politik dari Turki. Penerimaan atas Finlandia menjadi mulus, setelah Turki mencabut penentangannya.


Politik dan Militer Kontemporer Turki


Turki adalah satu-satunya negara anggota NATO yang pernah menembak jatuh pesawat tempur Rusia. Peristiwanya terjadi di perbatasan Suriah Turki pada tahun 2015. Pada waktu itu terjadi perang saudara di Suriah antara tentara Pemerintah Presiden Bashar Al-Assad yang mendapat dukungan Rusia, dengan elemen-elemen lain seperti tentara pembebasan Suriah yang mendapat dukungan Amerika Serikat.

Beberapa negara lain seperti Iran, Irak dan Turki juga menaruh perhatian yang tinggi mengingat daerah perang di Suriah meliputi wilayah Suku Kurdi yang tersebar merata di perbatasan keempat Negara itu.

Presiden Erdogan–Sang Ketua, demikian panggilan masa mudanya ketika masih sebagai pemain bola kaki profesional–memerintahkan pesawat tempur F-16 yang didukung teknologi radar dan penginderaan jarak jauh buatan domestik, menghabisi pesawat Sukhoi Su-24 M Rusia yang masuk ke wilayah udaranya itu. Nama Erdogan semakin melambung di hati rakyatnya.

Dalam perang Rusia di Ukraina dewasa ini, Erdogan memainkan peranan penting. Dalam beberapa kunjungan bolak balik ke Rusia dan Ukraina, Erdogan berhasil dalam misi ekonomi dan kemanusiaan. Dengan Rusia, dia berhasil meyakinkan pembayaran gas dengan mata uang Lira Turki.

Sementara dengan Ukraina–bersama dengan PBB-dia berhasil membantu puluhan juta ton gandum diekspor keluar pelabuhan Ukraina melalui selat Bosphorus. Saat yang sama Erdogan juga menjual beberapa jenis peralatan militer terutama drone TB2 buatan setempat.

Erdogan berusaha menempatkan dirinya sebagai perantara yang jujur, netral dan dapat dipercaya baik oleh Putin maupun Zelensky. Tetapi misi dagangnya tidak ketinggalan. Ibarat pepatah, sekali mengayuh, dua tiga pulau terlampaui.
Selamat bertugas Bapak Erdogan. Banyak mata di belahan dunia ini mengikuti kiprah Sang Ketua.
(maf)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2070 seconds (0.1#10.140)