Profil Ki Bagoes Hadikoesoemo, Ketua Umum Muhammadiyah yang Jadi Pahlawan Perintis Kemerdekaan Indonesia
loading...
A
A
A
Ki Bagoes bahkan sempat terlibat dalam penyusunan UUD 1945 sebagai salah satu anggota PPKI. Dia memberikan landasan ketuhanan, kemanusiaan, keberadaban, dan keadilan.
Selain itu, Ki Bagoes juga pernah menjadi Ketua Majelis Tabligh (1922), Ketua Majelis Tarjih, anggota Komisi MPM Hoofdbestuur Muhammadiyah (1926), dan Ketua PP MuhamÂmadiyah (1942-1953).
Beberapa buah pemikirannya juga dituliskan dalam bentuk buku. Sepanjang masa hidupnya Ki Bagoes telah menulis beberapa buku seperti Risalah Katresnan Djati (1935), Poestaka Hadi (1936), Poestaka Islam (1940), Poestaka Ichsan (1941), dan Poestaka Iman (1954).
Munculnya Ki Bagus Hadikusumo sebagai Ketua PB Muhammadiyah adalah pada saat terjadi pergoÂlakan politik internasional, yaitu pecahnya perang dunia II.
Kendati Ki Bagus Hadikusumo menyatakan ketidak sediaannya sebagai Wakil Ketua PB MuhamÂmadiyah ketika diminta oleh Mas Mansur pada Kongres ke-26 tahun 1937 di Yogyakarta, namun dirinya tidak dapat mengelak dari tanggung jawab tersebut.
Hal ini disebabkan karena Mas Mansur dipaksa menjadi anggota pengurus Pusat Tenaga Rakyat (PUTERA) di Jakarta pada tahun 1942.
Sepanjang kepemimpinannya di Muhammadiyah, Ki Bagoes Hadikusumo berani menentang perintah pimpinan tentara Jepang yang memerintahkan umat Islam dan warga Muhammadiyah melakukan upacara kebaktian tiap pagi sebagai penghormatan pada Dewa Matahari.
Tercatat selama 11 tahun Ki Bagoes memimpin Pengurus Besar Muhammadiyah. Beliau wafat pada usia 64 tahun tanggal 4 November 1954.
Setelah meninggal, pemerintah Republik Indonesia menetapkannya sebagai Pahlawan Perintis Kemerdekaan Nasional Indonesia oleh Presiden Jokowi pada 5 November 2015 melalui Keppres Nomor 116/TK/2015.
Selain itu, Ki Bagoes juga pernah menjadi Ketua Majelis Tabligh (1922), Ketua Majelis Tarjih, anggota Komisi MPM Hoofdbestuur Muhammadiyah (1926), dan Ketua PP MuhamÂmadiyah (1942-1953).
Beberapa buah pemikirannya juga dituliskan dalam bentuk buku. Sepanjang masa hidupnya Ki Bagoes telah menulis beberapa buku seperti Risalah Katresnan Djati (1935), Poestaka Hadi (1936), Poestaka Islam (1940), Poestaka Ichsan (1941), dan Poestaka Iman (1954).
Munculnya Ki Bagus Hadikusumo sebagai Ketua PB Muhammadiyah adalah pada saat terjadi pergoÂlakan politik internasional, yaitu pecahnya perang dunia II.
Kendati Ki Bagus Hadikusumo menyatakan ketidak sediaannya sebagai Wakil Ketua PB MuhamÂmadiyah ketika diminta oleh Mas Mansur pada Kongres ke-26 tahun 1937 di Yogyakarta, namun dirinya tidak dapat mengelak dari tanggung jawab tersebut.
Hal ini disebabkan karena Mas Mansur dipaksa menjadi anggota pengurus Pusat Tenaga Rakyat (PUTERA) di Jakarta pada tahun 1942.
Sepanjang kepemimpinannya di Muhammadiyah, Ki Bagoes Hadikusumo berani menentang perintah pimpinan tentara Jepang yang memerintahkan umat Islam dan warga Muhammadiyah melakukan upacara kebaktian tiap pagi sebagai penghormatan pada Dewa Matahari.
Tercatat selama 11 tahun Ki Bagoes memimpin Pengurus Besar Muhammadiyah. Beliau wafat pada usia 64 tahun tanggal 4 November 1954.
Setelah meninggal, pemerintah Republik Indonesia menetapkannya sebagai Pahlawan Perintis Kemerdekaan Nasional Indonesia oleh Presiden Jokowi pada 5 November 2015 melalui Keppres Nomor 116/TK/2015.
(bim)