Moderasi Beragama Menopang Kemajemukan Indonesia
loading...
A
A
A
JAKARTA - Pemahaman radikal tak ubahnya seperti penyakit kronis yang menjangkiti penderitanya, tak peduli latar belakangnya. Moderasi beragama dipandang sebagai penawar yang ampuh dalam menghadapi penyakit ideologi ini.
Moderasi beragama dicetuskan sebagai perisai untuk mempertahankan kerukunan masyarakat Indonesia dengan keyakinan yang berbeda-beda. Saat ini, derasnya arus informasi yang ditunggangi oleh praktik intoleransi semakin menguatkan urgensi penerapan moderasi beragama di kehidupan nyata.
Staf Khusus Kementerian Agama (Kemenag) Muhammad Nuruzzaman menjelaskan, diperlukan pemahaman beragama yang moderat agar kemajemukan Indonesia dapat terpelihara dengan baik.
"Moderasi beragama menurut Kementerian Agama Republik Indonesia terkait cara pandang, sikap, dan praktik beragama. Definisi moderasi beragama sesungguhnya adalah kompetensi, cara pandang, sikap, dan praktik beragama seseorang itu moderat dan toleran terhadap perbedaan," kata Nuruzzaman di Jakarta, Senin (29/5/2023).
Ia mengatakan, seseorang dianggap moderat jika ia memiliki empat indikator sesuai dengan rumusan moderasi beragama di Kemenag. Pertama,dia beragama tetapi tetap sepakat dengan konsensus kebangsaan yakni NKRI, Pancasila, Bhinneka Tunggal Ika, dan Undang-Undang Dasar 1945.
Kedua, dia beragama dan toleran, serta menghargai perbedaan. Namun definisi toleran pada moderasi beragama yang dirumuskan Kemenag, bukan hanya menghargai perbedaan, tapi harus mau bekerja sama dengan orang yang berbeda agama dengan dirinya.
Ketiga, dia beragama tapi menolak cara-cara kekerasan atas nama agama.
Keempat, dia beragama tetapi menghargai tradisi dan budaya lokal yang ada di Indonesia, yang tidak bertentangan dengan nilai dan prinsip ajaran agama itu sendiri.
"Jadi, empat hal inilah yang membuat orang disebut moderat dalam beragama. Faktanya, banyak orang beragama tetapi ekspresinya tidak moderat, bahkan cenderung ekstrem," kata Nuruzzaman.
Ia juga menjelaskan relevansi peranan dai atau penceramah terhadap penanaman moderasi beragama di tengah masyarakat Indonesia. Para penceramah memiliki jangkauan luas di lapisan masyarakat, sehingga peranan mereka dibutuhkan untuk memelihara kerukunan bangsa.
Moderasi beragama dicetuskan sebagai perisai untuk mempertahankan kerukunan masyarakat Indonesia dengan keyakinan yang berbeda-beda. Saat ini, derasnya arus informasi yang ditunggangi oleh praktik intoleransi semakin menguatkan urgensi penerapan moderasi beragama di kehidupan nyata.
Staf Khusus Kementerian Agama (Kemenag) Muhammad Nuruzzaman menjelaskan, diperlukan pemahaman beragama yang moderat agar kemajemukan Indonesia dapat terpelihara dengan baik.
Baca Juga
"Moderasi beragama menurut Kementerian Agama Republik Indonesia terkait cara pandang, sikap, dan praktik beragama. Definisi moderasi beragama sesungguhnya adalah kompetensi, cara pandang, sikap, dan praktik beragama seseorang itu moderat dan toleran terhadap perbedaan," kata Nuruzzaman di Jakarta, Senin (29/5/2023).
Ia mengatakan, seseorang dianggap moderat jika ia memiliki empat indikator sesuai dengan rumusan moderasi beragama di Kemenag. Pertama,dia beragama tetapi tetap sepakat dengan konsensus kebangsaan yakni NKRI, Pancasila, Bhinneka Tunggal Ika, dan Undang-Undang Dasar 1945.
Kedua, dia beragama dan toleran, serta menghargai perbedaan. Namun definisi toleran pada moderasi beragama yang dirumuskan Kemenag, bukan hanya menghargai perbedaan, tapi harus mau bekerja sama dengan orang yang berbeda agama dengan dirinya.
Ketiga, dia beragama tapi menolak cara-cara kekerasan atas nama agama.
Keempat, dia beragama tetapi menghargai tradisi dan budaya lokal yang ada di Indonesia, yang tidak bertentangan dengan nilai dan prinsip ajaran agama itu sendiri.
"Jadi, empat hal inilah yang membuat orang disebut moderat dalam beragama. Faktanya, banyak orang beragama tetapi ekspresinya tidak moderat, bahkan cenderung ekstrem," kata Nuruzzaman.
Ia juga menjelaskan relevansi peranan dai atau penceramah terhadap penanaman moderasi beragama di tengah masyarakat Indonesia. Para penceramah memiliki jangkauan luas di lapisan masyarakat, sehingga peranan mereka dibutuhkan untuk memelihara kerukunan bangsa.