Wakil Ketua MPR: RUU Kesehatan Harus Melindungi Masyarakat
loading...
A
A
A
JAKARTA - Rancangan Undang-Undang (RUU) Kesehatan harus mampu menjadi dasar membangun sistem kesehatan nasional yang mewujudkan perlindungan. Termasuk memberikan kepastian pemenuhan hak kesehatan masyarakat.
"RUU Kesehatan harus mampu menjadi landasan bangsa ini mewujudkan sistem pelayanan kesehatan yang mampu melindungi dan melayani masyarakat dengan lebih baik," kata Wakil Ketua MPR Lestari Moerdijat dalam pengantar tertulisnya pada diskusi bertema RUU Kesehatan: Ancaman atau Angin Perubahan? yang digelar Forum Diskusi Denpasar 12, Rabu (17/5/2023).
Menurut Lestari, penataan pelayaan kesehatan bagi semua seyogyianya bertolak dari ragam peristiwa yang melibatkan tenaga kesehatan dan pasien dalam mekanisme pengobatan di negeri ini. Pelayanan kesehatan, ujar Rerie sapaan akrab Lestari, harus berorientasi pada tahapan pengobatan yang mengedepankan keselamatan manusia.
Rerie yang juga legislator dari Dapil II Jawa Tengah itu berpendapat ruang partisipasi publik masih terbuka untuk memberikan catatan evaluatif yang komprehensif terkait pasal-pasal pada RUU Kesehatan yang saat ini proses legislasinya sedang berlangsung di DPR.
Anggota Majelis Tinggi Partai Nasdem itu menyebut, sejumlah pasal yang dinilai problematik dan belum memenuhi harapan publik bisa dicarikan solusinya, melalui sejumlah diskusi yang konstruktif antarpara pemangku kebijakan dan masyarakat.
Sehingga, tegas Rerie, dapat terwujud sistem kesehatan nasional yang mampu menjadi instrument perlindungan dan kepastian pemenuhan hak kesehatan masyarakat yang lebih baik.
Juru Bicara Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Mohammad Syahril berpendapat setidaknya ada dua isu yang penting terkait RUU Kesehatan yaitu, terkait urgensi lahirnya RUU Kesehatan dan sejumlah isu yang berkembang di masyarakat terkait pasal-pasal yang ada dalam RUU tersebut.
Sejatinya, menurut Syahril, lahirnya RUU Kesehatan mendukung transformasi kesehatan di Indonesia. Dalam proses pembahasannya, ungkap dia, Kemenkes sudah melakukan 79 kegiatan dengar pendapat dengan para pemangku kepentingan pada 13-26 Maret 2023.
Dalam sejumlah pasal yang tertuang pada RUU Kesehatan, tambah Syahril, bertujuan menciptakan layanan yang fokus pada upaya mencegah orang sehat menjadi sakit. Selain itu, tambah dia, juga transformasi layanan agar mempermudah masyarakat mendapat layanan berkualitas, karena saat ini layanan kesehatan belum merata.
Lebih dari itu, RUU Kesehatan juga bertujuan meningkatkan kemandirian nasional di sektor farmasi dan alat kesehatan. RUU Kesehatan juga mendorong kesiapan dalam menghadapi krisis kesehatan di masa kini dan mendatang. Demikian juga dengan transformasi sistem pembangunan kesehatan terkait pendanaan dan evaluasi anggaran.
“RUU Kesehatan juga mendorong agar produksi tenaga medis dan tenaga kesehatan berkualitas dapat ditingkatkan, serta mewujudkan organisasi sistem kesehatan yang baik,” ujarnya.
Ketua Umum PPNI, Harif Fadhillah berpendapat polemik terkait RUU Kesehatan yang berkembang di masyarakat bukan karena tumpang tindih terkait pasal-pasal yang ada, tetapi karena kurangnya sosialisasi dan pengetahuan tentang RUU tersebut.
Harif menegaskan, UU No. 38 tahun 2014 tentang Keperawatan sudah sangat efektif mengatur dan menjadi landasan hukum yang harmonis bagi profesi keperawatan. "Kalau UU Keperawatan itu dicabut gantinya apa lagi?" ujarnya.
Apalagi, di dalam RUU itu hanya ada satu pasal yang terkait keperawatan. Di dalam RUU Kesehatan, menurut dia, lebih banyak regulasi terkait profesi dokter. Harif berpendapat hadirnya RUU Kesehatan justru melemahkan sejumlah aspek regulasi keperawatan.
Sekretaris Jenderal (Sekjen) IBI Ade Jubaedah mengakui pihaknya selalu mengikuti dengar pendapat publik dalam pembahasan RUU Kesehatan, tetapi draf RUU yang kami miliki bersumber dari media sosial. Ade berpendapat pembahasan RUU Kesehatan terkesan dilakukan terburu-buru. "Kami tidak menolak RUU Kesehatan sepanjang untuk transformasi kesehatan. Namun sepanjang pembahasannya di dalam DIM tidak ada satu pun masukan kami diakomodasi," ujar Ade.
Ade menilai UU No. 4 Tahun 2019 tentang Kebidanan sudah sangat lengkap mengatur organisasi, pendidikan, dan profesi kebidanan secara harmoni dan jelas. Jika pengaturan tersebut dihilangkan dan dilebur dalam UU Kesehatan yang baru, ujar Ade, di mana detail regulasi terkait kebidanan akan ditempatkan. "Mohon akomodasi apa yang disampaikan oleh organisasi profesi," ujarnya.
Anggota Panja RUU Kesehatan Kapoksi Komisi IX Fraksi Nasdem DPR Irma Suryani mengungkapkan dirinya bisa memahami apa yang dikhawatirkan para tenaga kesehatan dan medis terkait pembahasan RUU Kesehatan. "Kami sepakat agar RUU Kesehatan tidak malah menghadirkan liberalisasi, diskriminasi dan kriminalisasi bagi para tenaga kesehatan," ujar Irma.
Dia menegaskan dirinya tidak mungkin melakukan hal-hal yang merugikan dan akan mengawal pembahasan RUU Kesehatan dengan sebaik-baiknya. Irma yakin draf RUU Kesehatan yang beredar di masyarakat saat ini banyak mengandung hoaks. Menurut dia, RUU Kesehatan dihadirkan untuk memberi kemaslahatan dan organisasi profesi di bidang kesehatan itu dilindungi undang-undang.
“Pada RUU Kesehatan, organisasi profesi tidak lagi menjadi regulator, tetapi operator yang berkewajiban meningkatkan kesejahteraan dan kemampuan anggota. Secara umum, RUU Kesehatan hadir untuk membangun tata kelola layanan kesehatan secara menyeluruh,” katanya.
"RUU Kesehatan harus mampu menjadi landasan bangsa ini mewujudkan sistem pelayanan kesehatan yang mampu melindungi dan melayani masyarakat dengan lebih baik," kata Wakil Ketua MPR Lestari Moerdijat dalam pengantar tertulisnya pada diskusi bertema RUU Kesehatan: Ancaman atau Angin Perubahan? yang digelar Forum Diskusi Denpasar 12, Rabu (17/5/2023).
Menurut Lestari, penataan pelayaan kesehatan bagi semua seyogyianya bertolak dari ragam peristiwa yang melibatkan tenaga kesehatan dan pasien dalam mekanisme pengobatan di negeri ini. Pelayanan kesehatan, ujar Rerie sapaan akrab Lestari, harus berorientasi pada tahapan pengobatan yang mengedepankan keselamatan manusia.
Rerie yang juga legislator dari Dapil II Jawa Tengah itu berpendapat ruang partisipasi publik masih terbuka untuk memberikan catatan evaluatif yang komprehensif terkait pasal-pasal pada RUU Kesehatan yang saat ini proses legislasinya sedang berlangsung di DPR.
Anggota Majelis Tinggi Partai Nasdem itu menyebut, sejumlah pasal yang dinilai problematik dan belum memenuhi harapan publik bisa dicarikan solusinya, melalui sejumlah diskusi yang konstruktif antarpara pemangku kebijakan dan masyarakat.
Sehingga, tegas Rerie, dapat terwujud sistem kesehatan nasional yang mampu menjadi instrument perlindungan dan kepastian pemenuhan hak kesehatan masyarakat yang lebih baik.
Juru Bicara Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Mohammad Syahril berpendapat setidaknya ada dua isu yang penting terkait RUU Kesehatan yaitu, terkait urgensi lahirnya RUU Kesehatan dan sejumlah isu yang berkembang di masyarakat terkait pasal-pasal yang ada dalam RUU tersebut.
Sejatinya, menurut Syahril, lahirnya RUU Kesehatan mendukung transformasi kesehatan di Indonesia. Dalam proses pembahasannya, ungkap dia, Kemenkes sudah melakukan 79 kegiatan dengar pendapat dengan para pemangku kepentingan pada 13-26 Maret 2023.
Dalam sejumlah pasal yang tertuang pada RUU Kesehatan, tambah Syahril, bertujuan menciptakan layanan yang fokus pada upaya mencegah orang sehat menjadi sakit. Selain itu, tambah dia, juga transformasi layanan agar mempermudah masyarakat mendapat layanan berkualitas, karena saat ini layanan kesehatan belum merata.
Lebih dari itu, RUU Kesehatan juga bertujuan meningkatkan kemandirian nasional di sektor farmasi dan alat kesehatan. RUU Kesehatan juga mendorong kesiapan dalam menghadapi krisis kesehatan di masa kini dan mendatang. Demikian juga dengan transformasi sistem pembangunan kesehatan terkait pendanaan dan evaluasi anggaran.
“RUU Kesehatan juga mendorong agar produksi tenaga medis dan tenaga kesehatan berkualitas dapat ditingkatkan, serta mewujudkan organisasi sistem kesehatan yang baik,” ujarnya.
Ketua Umum PPNI, Harif Fadhillah berpendapat polemik terkait RUU Kesehatan yang berkembang di masyarakat bukan karena tumpang tindih terkait pasal-pasal yang ada, tetapi karena kurangnya sosialisasi dan pengetahuan tentang RUU tersebut.
Harif menegaskan, UU No. 38 tahun 2014 tentang Keperawatan sudah sangat efektif mengatur dan menjadi landasan hukum yang harmonis bagi profesi keperawatan. "Kalau UU Keperawatan itu dicabut gantinya apa lagi?" ujarnya.
Apalagi, di dalam RUU itu hanya ada satu pasal yang terkait keperawatan. Di dalam RUU Kesehatan, menurut dia, lebih banyak regulasi terkait profesi dokter. Harif berpendapat hadirnya RUU Kesehatan justru melemahkan sejumlah aspek regulasi keperawatan.
Sekretaris Jenderal (Sekjen) IBI Ade Jubaedah mengakui pihaknya selalu mengikuti dengar pendapat publik dalam pembahasan RUU Kesehatan, tetapi draf RUU yang kami miliki bersumber dari media sosial. Ade berpendapat pembahasan RUU Kesehatan terkesan dilakukan terburu-buru. "Kami tidak menolak RUU Kesehatan sepanjang untuk transformasi kesehatan. Namun sepanjang pembahasannya di dalam DIM tidak ada satu pun masukan kami diakomodasi," ujar Ade.
Ade menilai UU No. 4 Tahun 2019 tentang Kebidanan sudah sangat lengkap mengatur organisasi, pendidikan, dan profesi kebidanan secara harmoni dan jelas. Jika pengaturan tersebut dihilangkan dan dilebur dalam UU Kesehatan yang baru, ujar Ade, di mana detail regulasi terkait kebidanan akan ditempatkan. "Mohon akomodasi apa yang disampaikan oleh organisasi profesi," ujarnya.
Anggota Panja RUU Kesehatan Kapoksi Komisi IX Fraksi Nasdem DPR Irma Suryani mengungkapkan dirinya bisa memahami apa yang dikhawatirkan para tenaga kesehatan dan medis terkait pembahasan RUU Kesehatan. "Kami sepakat agar RUU Kesehatan tidak malah menghadirkan liberalisasi, diskriminasi dan kriminalisasi bagi para tenaga kesehatan," ujar Irma.
Dia menegaskan dirinya tidak mungkin melakukan hal-hal yang merugikan dan akan mengawal pembahasan RUU Kesehatan dengan sebaik-baiknya. Irma yakin draf RUU Kesehatan yang beredar di masyarakat saat ini banyak mengandung hoaks. Menurut dia, RUU Kesehatan dihadirkan untuk memberi kemaslahatan dan organisasi profesi di bidang kesehatan itu dilindungi undang-undang.
“Pada RUU Kesehatan, organisasi profesi tidak lagi menjadi regulator, tetapi operator yang berkewajiban meningkatkan kesejahteraan dan kemampuan anggota. Secara umum, RUU Kesehatan hadir untuk membangun tata kelola layanan kesehatan secara menyeluruh,” katanya.
(cip)