Kejagung Periksa Belasan Karyawan PT Waskita Karya Terkait Kasus Dugaan Korupsi
loading...
A
A
A
JAKARTA - Kejaksaan Agung ( Kejagung ) kembali memeriksa sejumlah saksi terkait kasus dugaan tindak pidana korupsi penggunaan fasilitas pembiayaan dari beberapa bank oleh PT Waskita Karya dan PT Waskita Beton Precast. Total ada tujuh saksi yang diperiksa Kejagung.
Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Ketut Sumedana mengatakan tujuh orang tersebut berstatus sebagai karyawan PT Waskita Karya. Mereka berinisial ANT, LPA,BG, DA, MH, SN dan DDP.
"Adapun ketujuh saksi diperiksa terkait penyidikan perkara dugaan tindak pidana korupsi dalam penyimpangan penggunaan fasilitas pembiayaan dari beberapa bank yang dilakukan oleh PT Waskita Karya dan PT Waskita Beton Precast, atas nama Tersangka DES," ujarnya, Rabu (10/5/2023).
Ketut mengatakan pemeriksaan saksi dilakukan untuk memperkuat pembuktian dan melengkapi pemberkasan dalam perkara tersebut. Kejagung sebelumnya juga sudah memeriksa enam karyawan PT Waskita karya yakni APL, VAS, AA, TM, MAA, dan WA dan sejumlah saksi lainnya.
Diketahui, Kejagung telah menetapkan Direktur Utama PT Waskita Karya (Persero) Destiawan Soewardjono (Des), sebagai tersangka atas dugaan tindak pidana korupsi dalam penyimpangan penggunaan fasilitas pembiayaan dari beberapa bank yang dilakukan PT Waskita Karya dan PT Waskita Beton Precast. Ia ditetapkan tersangka pada 27 April 2023.
Destiawan sendiri, merupakan Direktur Utama PT Waskita Karya (Persero) Tbk periode Juli 2020 hingga 2023. Tersangka selanjutnya ditahan di Rumah Tahanan Negara (Rutan) Salemba Cabang Kejaksaan Agung selama 20 hari sejak 28 April - 17 Mei 2023.
DES diduga melawan hukum dengan memerintahkan dan menyetujui pencarian dana Supply Chain Financing (SCF) dengan menggunakan dokumen pendukung palsu. Dana tersebut selanjutnya digunakan untuk menutup utang perusahaan yang diakibatkan pembayaran proyek fiktif yang dia buat.
Atas perbuatannya, tersangka disangkakan melanggar Pasal 2 Ayat (1) dan Pasal 3 jo. Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Lihat Juga: Sidang Kasus Timah, Pakar Hukum: Jika Penyidik Gagal Temukan Bukti, Gugatan Perdata Bisa Diajukan
Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Ketut Sumedana mengatakan tujuh orang tersebut berstatus sebagai karyawan PT Waskita Karya. Mereka berinisial ANT, LPA,BG, DA, MH, SN dan DDP.
"Adapun ketujuh saksi diperiksa terkait penyidikan perkara dugaan tindak pidana korupsi dalam penyimpangan penggunaan fasilitas pembiayaan dari beberapa bank yang dilakukan oleh PT Waskita Karya dan PT Waskita Beton Precast, atas nama Tersangka DES," ujarnya, Rabu (10/5/2023).
Ketut mengatakan pemeriksaan saksi dilakukan untuk memperkuat pembuktian dan melengkapi pemberkasan dalam perkara tersebut. Kejagung sebelumnya juga sudah memeriksa enam karyawan PT Waskita karya yakni APL, VAS, AA, TM, MAA, dan WA dan sejumlah saksi lainnya.
Diketahui, Kejagung telah menetapkan Direktur Utama PT Waskita Karya (Persero) Destiawan Soewardjono (Des), sebagai tersangka atas dugaan tindak pidana korupsi dalam penyimpangan penggunaan fasilitas pembiayaan dari beberapa bank yang dilakukan PT Waskita Karya dan PT Waskita Beton Precast. Ia ditetapkan tersangka pada 27 April 2023.
Destiawan sendiri, merupakan Direktur Utama PT Waskita Karya (Persero) Tbk periode Juli 2020 hingga 2023. Tersangka selanjutnya ditahan di Rumah Tahanan Negara (Rutan) Salemba Cabang Kejaksaan Agung selama 20 hari sejak 28 April - 17 Mei 2023.
DES diduga melawan hukum dengan memerintahkan dan menyetujui pencarian dana Supply Chain Financing (SCF) dengan menggunakan dokumen pendukung palsu. Dana tersebut selanjutnya digunakan untuk menutup utang perusahaan yang diakibatkan pembayaran proyek fiktif yang dia buat.
Atas perbuatannya, tersangka disangkakan melanggar Pasal 2 Ayat (1) dan Pasal 3 jo. Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Lihat Juga: Sidang Kasus Timah, Pakar Hukum: Jika Penyidik Gagal Temukan Bukti, Gugatan Perdata Bisa Diajukan
(cip)