Puasa, Flexing, dan Korupsi
loading...
A
A
A
Harapan besar itu adalah menjadi orang yang bertakwa (Al-Baqarah [2]: 183). Karena bersifat harapan, maka orang-orang yang berpuasa tidak otomatis bisa mencapai derajat taqwa. Hal ini sangat tergantung pada niat, keimanan dan ihtisab orang-orang yang menjalankan ibadah puasa.
Sekiranyaa puasa dilakukan hanya sekadar sebagai adat kebiasaan dan rutinitas yang bersifat mekanistik, maka puasa tidak akan menemukan makna esensial atau nilai spritual yang diharapkan, kecuali hanya suatu aktivitas fisik yang menghasilkan kelelahan, dahaga dan lapar.
Nabi saw juga menegaskan bahwa risalah puasa tidak hanya dimaksudkan sekadar menggugurkan kewajiban syariat, namun yang jauh lebih penting dari itu adalah meninggalkan moral hazard dan kejahilan.
Terkait dengan pesan Nabi itu, Imam Al-Ghazali dalam kitab Ihya-ulumuddin, membagi tipologi umat muslim yang berpuasa menjadi tiga kelompok. Pertama, orang-orang yang dikategorikan sebagai orang awam, yaitu kelompok muslim yang menjalankan puasa hanya sebatas manahan lapar, dahaga dan hunbungan suami istri pada siang hari di bulan Ramadhan. Karena di sebut sebagai tipe orang awam, maka puasa seperti itu yang paling banyak dilakukan umat muslim Indonesia.
Kedua, umat muslim yang menjalankan puasa tidak hanya sekadar manahan dahaga, haus, dan hubungan suami saja, namun juga berupaya menjaga lisan, mata, telinga, hidung dan anggota tubuh lainya dari segala perbuatan mungkar dan tidak bermanfaat (termasuk korupsi dan flexing).
Ketiga, umat muslim dalam kategori khusus (al-khawwas) yaitu orang orang yang berpuasa, tidak hanya menjaga seluruh anggota tubuh dari kemaksiatan, tetapi juga menjaga keikhlasan menjalankan ibadah puasa, semata-mata didorong keimanan dan ihtisab, dan tidak berpikir sedikitpun yang mengarah kepada pemenuhan materi-keduniaan.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa puasa yang dijalankan dengan ikhlas dan benar (sesuai dengan kaidah agama), mempunyai korelasi positif dengan integritas seorang muslim, artinya semakin intensif menjalankan puasa, maka integritas (kejujuran, karakter, akhlak) seorang muslim seharunya semakin menguat.
Jika hal ini terjadi, bukan hal yang mustahil Indonesia akan terbebas dari korupsi yang sudah mengakar di setiap lini kehidupan.
Sekiranyaa puasa dilakukan hanya sekadar sebagai adat kebiasaan dan rutinitas yang bersifat mekanistik, maka puasa tidak akan menemukan makna esensial atau nilai spritual yang diharapkan, kecuali hanya suatu aktivitas fisik yang menghasilkan kelelahan, dahaga dan lapar.
Nabi saw juga menegaskan bahwa risalah puasa tidak hanya dimaksudkan sekadar menggugurkan kewajiban syariat, namun yang jauh lebih penting dari itu adalah meninggalkan moral hazard dan kejahilan.
Terkait dengan pesan Nabi itu, Imam Al-Ghazali dalam kitab Ihya-ulumuddin, membagi tipologi umat muslim yang berpuasa menjadi tiga kelompok. Pertama, orang-orang yang dikategorikan sebagai orang awam, yaitu kelompok muslim yang menjalankan puasa hanya sebatas manahan lapar, dahaga dan hunbungan suami istri pada siang hari di bulan Ramadhan. Karena di sebut sebagai tipe orang awam, maka puasa seperti itu yang paling banyak dilakukan umat muslim Indonesia.
Kedua, umat muslim yang menjalankan puasa tidak hanya sekadar manahan dahaga, haus, dan hubungan suami saja, namun juga berupaya menjaga lisan, mata, telinga, hidung dan anggota tubuh lainya dari segala perbuatan mungkar dan tidak bermanfaat (termasuk korupsi dan flexing).
Ketiga, umat muslim dalam kategori khusus (al-khawwas) yaitu orang orang yang berpuasa, tidak hanya menjaga seluruh anggota tubuh dari kemaksiatan, tetapi juga menjaga keikhlasan menjalankan ibadah puasa, semata-mata didorong keimanan dan ihtisab, dan tidak berpikir sedikitpun yang mengarah kepada pemenuhan materi-keduniaan.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa puasa yang dijalankan dengan ikhlas dan benar (sesuai dengan kaidah agama), mempunyai korelasi positif dengan integritas seorang muslim, artinya semakin intensif menjalankan puasa, maka integritas (kejujuran, karakter, akhlak) seorang muslim seharunya semakin menguat.
Jika hal ini terjadi, bukan hal yang mustahil Indonesia akan terbebas dari korupsi yang sudah mengakar di setiap lini kehidupan.
(bmm)