Mafia Peradilan Diawali dari Hakim-Pengacara Main Golf Bersama

Senin, 20 Juli 2020 - 06:00 WIB
loading...
Mafia Peradilan Diawali...
Pengacara Anita Kolopaking dan Ketua MA Muhammad Syarifuddin
A A A
JAKARTA - Kisah melenggangnya buronan Djoko Tjandra masuk Indonesia, mendaftarkan upaya hukum Peninjauan Kembali (PK) dan bebas bepergian keluar masuk gerbang imigrasi terus bergulir. Tiga jenderal polisi yang membantu proses pembuatan surat jalan dan penghapusan red notice dari daftar NCB Interpol Mabes Polri telah rontok dari jabatannya.

Berikutnya giliran Kejaksaan dan Mahkamah Agung yang menjadi bahan cerita. Penyebabnya sederhana saja. Anita Kolopaking, pengacara sang taipan pemilik Grup Mulia itu pernah berfoto dengan staf Kejaksaan Agung dan bertemu dengan Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Dan di tengah upaya pria berstatus terpidana kasus cessie (hak tagih) Bank Bali senilai Rp546 miliar itu mengajukan upaya hukum luar biasa, beredar foto Anita Bersama Ketua MA Muhammad Syarifuddin. Foto tersebut diunggah akun Twitter '@xdigeeembok' (el diablo) Rabu-Kamis, 15-16 Juli 2020.

Baik Kejaksaan maupun MA tentu saja membantah pertemuan pejabatnya dengan Anita Kolopaking di foto-foto dan video yang beredar tak ada kaitannnya dengan perkara yang mereka tangani. Kepala Pusat Penerangan Kejaksaan Agung (Kapuspen Kejagung) Hari Setiyono menjelaskan bahwa pihaknya masih melakukan klarifikasi terhadap pihak-pihak yang terkait dalam video tersebut.

Dalam acara Polemik MNC Trijaya yang bertajuk “Ironi Djoko Tjandra dan Tim Pemburu Koruptor” secara virtual di Jakarta, Sabtu (18/7/2020), ia mengutarakan akan mengecek tahun berapa foto itu diambil.”Pengalaman kami sebagai jaksa kalau pas lagi sidang atau pas lagi duduk kan ketemu lawyer, juga ketemu teman-teman hakim, ketemu teman-teman lainnya.” Nah, di era digital,” lanjutnya,”foto bersama saya kira biasa itu.”

Adapun MA melalui juru bicaranya, Andi Samsan Nganro membenarkan adanya pertemuan Ketua MA dengan Anita Kolopaking. Dia bahkan mengungkapkan pertemuan itu berlangsung di kediaman Syarifuddin pada lebaran Mei silam.

Andi beralasan, saat itu siapa saja dapat berfoto bersama dengan Ketua MA karena memang bertepatan dengan momen lebaran. Apalagi, tamu yang berdatangan ke kediaman Ketua MA banyak yang meminta foto bersama. Pada saat itulah, ia mengungkapkan, Anita dan suaminya ikut nimbrung berfoto bersama dengan Ketua MA dan istri. "Berfoto bersama dalam suasana lebaran seperti itu biasalah, tidak ada maksud dan tujuan apa-apa," katanya di Jakarta, Jumat (17/7). "Dan tidak benar ada lobi dari ibu Anita ke Pak Syarifuddin terkait dengan permohonan PK perkara Djoko Tjandra," ucapnya.

Hari dan Andi boleh saja menepis isu miring dibalik foto dan video tersebut. Namun, Publik Interest Lawyer Network (Pilnet) berpendapat bahwa kejadian itu perlu ditelusuri. "Komisi Yudisial (MA) harus memanggil dan memeriksa Ketua MA terkait dengan pertemuan itu," jelas Sekretaris Nasional Pilnet, Erwin Natosmal Oemar saat dihubungi SINDOnews, Jumat (17/7/2020).

Menurut Erwin, apa pun alasannya, sebagai bos lembaga tertinggi peradilan, sudah semestinya ketua MA pilih-pilih tamu, termasuk silaturahmi saat Lebaran. Seharusnya Syarifuddin menolak ditemui pihak-pihak yang berperkara, terlebih pengacara buron kakap semacam Djoko Tjandra.

Karena itu pemeriksaan penting untuk membuat terang apa yang sebenarnya terjadi. "Publik sangat menunggu kiprah dan hasil pemeriksaan KY terhadap kasus ini," tegas Erwin.

Sayangnya KY yang dihubungi SINDOnews pada hari yang sama enggan menanggapi isu tersebut. “Tanya langsung pak ketua saja ya,” ujar Farid Wajdi, Anggota KY merangkap juru bicara lembaga tinggi negara itu saat dihubungi SINDOnews, Jumat (17/7) lalu.

Ketua KY Jaja Ahmad Jayus yang dihubungi melalui WhatsApp juga enggan berkomentar. Pertanyaan yang diajukan SINDOnews hanya dibaca tanpa ditanggapi.

Sesuai Pasal 20 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2011, KY dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim, mempunyai lima tugas. Pertama, melakukan pemantauan dan pengawasan terhadap perilaku hakim. Kedua, menerima laporan dari masyarakat berkaitan dengan pelanggaran Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim. Ketiga, melakukan verifikasi, klarifikasi, dan investigasi terhadap laporan dugaan pelanggaran Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim secara tertutup. Keempat, memutus benar tidaknya laporan dugaan pelanggaran Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim. Dan kelima, mengambil langkah hukum dan/atau langkah lain terhadap orang perseorangan, kelompok orang, atau badan hukum yang merendahkan kehormatan dan keluhuran martabat hakim.

Entah mengapa KY ogah menanggapi isu tersebut. Boleh jadi KY memang bersikap ekstrahati-hati dalam berurusan dengan MA. Apalagi selama ini rekomendasi yang dikeluarkan KY untuk perkara hakim-hakim nakal kerap diabaikan oleh MA.

Sikap abai MA itu lantas dinetralisir dengan empat Peraturan Bersama antara MA dan KY pada 27 September 2012. Keempat Peraturan Bersama tersebut berisi tentang Seleksi Pengangkatan Hakim, Panduan Penegakkan Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim, Tata Cara Pemeriksaan Bersama dan Tata Cara Pembentukan, Tata Kerja dan Tata Cara Pengambilan Keputusan Majelis Kehormatan Hakim.

Artinya. Memang tidak mudah KY untuk menyatakan sikap, apalagi menempuh langkah hukum terhadap MA.

MA paling banyak dilaporkan ke Komisi Yudisial
Pelik, memang. Apalagi saat ini isu mafia peradilan semakin menjadi-jadi. Sekadar informasi, sepanjang 2 Januari -31 Mei 2020 KY menerima 562 laporan. “Laporan masyarakat ke KY masih sangat tinggi,” sahut Ketua KY Jaja Ahmad Jayus, Mei lampau.

Diperkirakan hingga enam bulan ke depan jumlah laporan masyarakat yang masuk mencapai 1.600 pengaduan. “Artinya walaupun KY telah melakukan tindakan pencegahan ternyata laporan masyarakat ke KY masih tinggi terkait adanya dugaan pelanggaran kode etik perilaku hakim,” ujarnya.

Lantas lembaga peradilan apa yang paling banyak mendapat komplain masyarakat? Berdasarkan data tersebut, MA menempati peringkat pertama dengan 33 laporan.

Pengacara senior Luhut Pangaribuan berpendapat, dari sisi etika profesi bagaimana pun momen berfoto Anita Kolopaking dengan pejabat Kejaksaan dan Ketua MA kurang patut. “Profesi hakim yang harus diam dan menyendiri harus tetap dipertahankan,” ujar Ketua Dewan Pimpinan Nasional Persatuan Advokad Indonesia (Peradi) kepada SINDOnews.

Dengan adanya foto bersama advokat yang perkaranya ditangani hakim, ia khawatir berpotensi menjadi conflict of interest. “Jadi, itu memang sangat tidak patut, apalagi kelihatan kualitas informal persahabatannya tinggi.” Ia sangat yakin,“Semakin informal hubungannya seorang advokat dengan hakim, itu pasti kian pasti ada apa-apanya.”

Sebagai solusinya, ia setuju DPR membentuk panitia khusus (pansus) dengan melibatkan semua penegak hukum yang diduga tersangkut permainan itu. “Ini momentum yang pas untuk membersihkan mafia peradilan,” sahutnya.

Sepengetahuan Luhut, pada umumnya “kesepakatan” hakim dengan pengacara terjalin di lapangan golf? "Maka itu, untuk membongkar mafia peradilan harus cari tahu siapa saja yang sering main golf bersama hakim dan membayarinya," paparnya.

Ia lantas sedikit memberi bocoran, ada seorang petinggi MA yang rutin bermain golf dengan lima orang pengacara. Dan,”Kelima orang ini juga rutin menemani sang petinggi jika ada acara di luar negeri.”

Siapa mereka? Silakan yang berwenang untuk mengusutnya.
(rza)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1087 seconds (0.1#10.140)