Memilih Kesederhanaan Sebelum Terlambat

Jum'at, 24 Maret 2023 - 12:03 WIB
loading...
A A A
Entah sudah berapa banyak kita mendengar imbauan presiden supaya hidup sederhana, namun seiring waktu tetap saja para pejabat negara, wakil rakyat, dan birokrat tetap menampilkan gaya hidup mewah, foya-foya, dan hedonis.

Berlawanan Dengan UUD
Pola hidup mewah yang dipertontonkan kepada rakyat oleh pejabat atau aparatur negara berlawanan dengan nilai-nilai dan cita-cita perjuangan bangsa sebagaimana termaktub pada Pancasila dan UUD 1945, khususnya nilai-nilai kemanusiaan. Tidak cukup dengan konstitusi, bahkan sudah banyak dibuat regulasi agar pejabat negara dan rakyat Indonesia tidak bergaya hidup mewah.

Presiden Soeharto pernah mengeluarkan Keputusan Presiden Nomor 47 Tahun 1992 tentang Pedoman Hidup Sederhana, yang telah dilengkapi Surat Edaran Menpan Nomor 357/M.PAN/12/2001. Pada masa itu pemerintah meminta masyarakat hidup dengan pola sederhana, mengingat negara belum mampu memberi kehidupan layak. Rakyat disuruh makin mengetatkan pinggang yang ramping agar lebih ramping lagi, karena negara pailit.

Juga, pada masa Presiden Susilo Bambang Yudoyhono (SBY) berkali-kali mengintruksikan seluruh jajaran di bawahnya agar hidup hemat, tapi kenyataannya, sampai periode ke dua jabatannya sebagai presiden, tetap saja gaya hidup mewah menjadi ciri khas pejabat negara.

Bukan hanya gaya hidup mewah presiden, menteri, dirjen, sampai jajaran di bawahnya sangat wah, malah setiap pengesahan anggaran negara selalu ada anggaran peningkatan fasilitas pejabat tinggi negara, misalnya pergantian mobil menteri, peningkatan gaji presiden, dan lain sebagainya.

Pada masa sekarang pun hampir tak berbeda. Meskipun, Jokowi di awal kepemimpinan identik dengan kesederhanaan, tapi fakta tak berbeda dengan presiden yang lalu. Gaya hidup mewah tetap mewabah di kalangan pejabat negara, wakil rakyat, birokrat, dan aparat hingga memantik presiden mengeluarkan peringatan keras agar tidak bergaya hidup mewah, apalagi dilagak-lagakkan di media sosial.

Rupanya Presiden Jokowi lupa bahwa peringatan tidak pernah manjur tanpa diikuti keteladanan. Bisa jadi beliau masih memertahankan kesederhanaannya seperti saat baru menjabat presiden. Namun beliau saja tidak cukup karena keluarga pun harus memutuskan menjalani hidup sepertinya, asketis. Banyak bukti yang menunjukkan bahwa keluarga beliau, seperti istri, anak, cucu, hingga menantu tampil glamor di berbagai media sosial.

Di negara yang sudah mapan, orang bersahaja disegani dan dihormati daripada orang yang bergelimang kemewahan. Nama-nama agung yang selalu dikenang sepanjang waktu, seperti Nabi Muhammad SAW, Umar Bin Khatab, Rokcfeler, George Wasingthon, Benyamin Franklin, dan Mahatma Gandhi sangat terkenal atas kesederhanannya.

Orang yang hidupnya hedonis menuhankan materi dan kenikmatan duniawi. Meskipun uang berlimpah ruah, tapi hati tetap susah dan nelongso . Mereka menyembah Tuhan yang salah, benda mati. Sudah menjadi rahasia umum, banyak pejabat tinggi yang keluarganya bubrah, anaknya broken home, istri selingkuh, anak hamil di luar nikah, bahkan menjadi pesakitan di penjara atas kasus korupsi. Penyesalan pasti datang terlambat.

Toyohiko Kagawa, filsuf Jepang pernah berkata. “Jika kita ingin hidup bahagia, kita harus hidup sederhana. Apabila engkau memakai jas yang mahal, engkau pasti khawatir akan rusak, kotor atau hilang. Apabila engkau mengelilingi dirimu dengan barang mewah, engkau sering khawatir, barang itu hilang atau rusak. Di mana hartamu berada. di situ pikiranmu berada. Engkau akan terbelenggu, oleh sesuatu yang fana”.
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2502 seconds (0.1#10.140)