Memilih Kesederhanaan Sebelum Terlambat

Jum'at, 24 Maret 2023 - 12:03 WIB
loading...
Memilih Kesederhanaan Sebelum Terlambat
Arfanda Siregar (Foto: Ist)
A A A
Arfanda Siregar
Dosen Manajemen Politeknik Negeri Medan, Mudir Islamic Center Ali Bin Abi Tholib

ST JAMES dalam Simplify Your Life mengungkapkan sepanjang sejarah dunia, orang-orang bijak selalu beranggapan hidup sederhana merupakan kunci kebahagiaan. Sederhana bermakna mengambil kebutuhan secukupnya, seperlunya, tidak berlebih, dan tidak mewah, meskipun kesempatan hidup glamor ada di depan mata.

Jalan hidup sederhana terbentang luas di depan mata, tapi hanya sedikit manusia memilih jalan yang lebih menjanjikan kebahagian dan ketenangan. Sebagian besar memilih bergelimang harta kemewahan sebagai lambang kesuksesan di hadapan orang lain.

Hidup Sederhana Pilihan
Adalah benar sebagian besar manusia menolak hipotesis James. Manusia berkerja bukan sekadar mencari sesuap nasi tetapi juga memenuhi kebutuhan pengakuan eksitensi. Maslow mengatakan, pamer atas kelebihan harta sebagai bagian dasar kebutuhan eksitensi manusia. Orang ke sana kemari memamerkan kekayaan (flexing) agar menjadi pusat perhatian publik. Mereka puas jika beribu pasang mata mengagumi kemewahannya.

Baca Juga: koran-sindo.com

Sekarang, pamer kekayaan tak perlu lagi nongkrong di sebuah tempat yang menjadi pusat keramaian. Cukup melalui media sosial seperti Instagram, ribuan pasang mata bisa langsung mengetahui isi rumah, garasi, bahkan rekening bank.

Bisa jadi kalau yang pamer kekayaan seorang pengusaha kelas kakap, tentu tak menjadi persoalan: dia bisa membuktikan kekayaannya. Tapi, para pejabat negara dan keluarganya yang kerap mempertontonkaan kemewahan hidupnya supaya menjadi pusat perhatian malah bisa menjadi masalah.

Publik sudah pintar berhitung kemampuan seseorang menumpuk kekayaan. Aparat negara, apapun jabatannya mustahil mampu mengoleksi mobil mewah, apalagi sampai punya jet pribadi.

Kita masih ingat pada saat rapat kabinet terbatas pada 2 Maret 2023 lalu, Presiden Joko Widodo memberi peringatan kepada kalangan pejabat negara agar tidak pamer harta dan bergaya hidup mewah di tengah kondisi ekonomi rakyat yang belum pulih pascapandemi. Apalagi kondisi saat ini kondisi ekonomi dunia dilanda krisis.

Tapi percayalah. Sia-sia saja imbauan Presiden Joko Widodo yang di awal jabatan presiden kerap tampil bersahaja--Almarhum Buya Syafii Maarif pernah berkelakar soal kesederhanaan Jokowi di depan awak tinta, "‎Sepatunya juga murah seperti itu, tuh lihat saja. Ini kan sudah pertanda‎ memang beliau seperti itu. Paling kalau dikisar harganya hanya Rp50 ribu," ucap Syafii menunjuk sepatu Jokowi—namun hangat-hangat tahi ayam.

Entah sudah berapa banyak kita mendengar imbauan presiden supaya hidup sederhana, namun seiring waktu tetap saja para pejabat negara, wakil rakyat, dan birokrat tetap menampilkan gaya hidup mewah, foya-foya, dan hedonis.

Berlawanan Dengan UUD
Pola hidup mewah yang dipertontonkan kepada rakyat oleh pejabat atau aparatur negara berlawanan dengan nilai-nilai dan cita-cita perjuangan bangsa sebagaimana termaktub pada Pancasila dan UUD 1945, khususnya nilai-nilai kemanusiaan. Tidak cukup dengan konstitusi, bahkan sudah banyak dibuat regulasi agar pejabat negara dan rakyat Indonesia tidak bergaya hidup mewah.

Presiden Soeharto pernah mengeluarkan Keputusan Presiden Nomor 47 Tahun 1992 tentang Pedoman Hidup Sederhana, yang telah dilengkapi Surat Edaran Menpan Nomor 357/M.PAN/12/2001. Pada masa itu pemerintah meminta masyarakat hidup dengan pola sederhana, mengingat negara belum mampu memberi kehidupan layak. Rakyat disuruh makin mengetatkan pinggang yang ramping agar lebih ramping lagi, karena negara pailit.

Juga, pada masa Presiden Susilo Bambang Yudoyhono (SBY) berkali-kali mengintruksikan seluruh jajaran di bawahnya agar hidup hemat, tapi kenyataannya, sampai periode ke dua jabatannya sebagai presiden, tetap saja gaya hidup mewah menjadi ciri khas pejabat negara.

Bukan hanya gaya hidup mewah presiden, menteri, dirjen, sampai jajaran di bawahnya sangat wah, malah setiap pengesahan anggaran negara selalu ada anggaran peningkatan fasilitas pejabat tinggi negara, misalnya pergantian mobil menteri, peningkatan gaji presiden, dan lain sebagainya.

Pada masa sekarang pun hampir tak berbeda. Meskipun, Jokowi di awal kepemimpinan identik dengan kesederhanaan, tapi fakta tak berbeda dengan presiden yang lalu. Gaya hidup mewah tetap mewabah di kalangan pejabat negara, wakil rakyat, birokrat, dan aparat hingga memantik presiden mengeluarkan peringatan keras agar tidak bergaya hidup mewah, apalagi dilagak-lagakkan di media sosial.

Rupanya Presiden Jokowi lupa bahwa peringatan tidak pernah manjur tanpa diikuti keteladanan. Bisa jadi beliau masih memertahankan kesederhanaannya seperti saat baru menjabat presiden. Namun beliau saja tidak cukup karena keluarga pun harus memutuskan menjalani hidup sepertinya, asketis. Banyak bukti yang menunjukkan bahwa keluarga beliau, seperti istri, anak, cucu, hingga menantu tampil glamor di berbagai media sosial.

Di negara yang sudah mapan, orang bersahaja disegani dan dihormati daripada orang yang bergelimang kemewahan. Nama-nama agung yang selalu dikenang sepanjang waktu, seperti Nabi Muhammad SAW, Umar Bin Khatab, Rokcfeler, George Wasingthon, Benyamin Franklin, dan Mahatma Gandhi sangat terkenal atas kesederhanannya.

Orang yang hidupnya hedonis menuhankan materi dan kenikmatan duniawi. Meskipun uang berlimpah ruah, tapi hati tetap susah dan nelongso . Mereka menyembah Tuhan yang salah, benda mati. Sudah menjadi rahasia umum, banyak pejabat tinggi yang keluarganya bubrah, anaknya broken home, istri selingkuh, anak hamil di luar nikah, bahkan menjadi pesakitan di penjara atas kasus korupsi. Penyesalan pasti datang terlambat.

Toyohiko Kagawa, filsuf Jepang pernah berkata. “Jika kita ingin hidup bahagia, kita harus hidup sederhana. Apabila engkau memakai jas yang mahal, engkau pasti khawatir akan rusak, kotor atau hilang. Apabila engkau mengelilingi dirimu dengan barang mewah, engkau sering khawatir, barang itu hilang atau rusak. Di mana hartamu berada. di situ pikiranmu berada. Engkau akan terbelenggu, oleh sesuatu yang fana”.

(bmm)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.4170 seconds (0.1#10.140)