Banser NU Merawat Kebhinekaan
loading...
A
A
A
Pada awal kemerdekaan Banser merupakan pelopor perjuangan dengan berdirinya organisasi semi militer Hizbullah. Dalam dawuh-nya, Kiai Hasyim Asyari menyampaikan bahwa agama dan nasionalisme adalah bagian dari dua kutub yang tidak berseberangan, nasionalisme adalah bagian dari agama dan keduanya saling menguatkan.
Sejak Indonesia merdeka, Banser telah mengikat janji untuk setia membela Pancasila dan Agama sampai titik darah penghabisan.
Seiring berjalannya waktu, di era kepemimpinan Soeharto, Banser terdiri dari anggota-anggota Ansor pilihan dikenal sebagai RPKAD (Resimen Pasukan Komando Angkatan Darat) atau pasukan elitnya NU. Banser menjadi mitra TNI dalam menghadapi berbagai macam ancaman dari kelompok pemberontak dan menjaga keutuhan NKRI.
Pada masa transisi peralihan dari Orde Lama ke Orde Baru yang identik dengan perseteruan aksi sepihak dari para komunis (PKI), Banser menjadi garda terdepan dalam menghadang aksi PKI yang terjadi di beberapa wilayah di Indonesia. Misalnya di Jawa Timur.
Singkatnya, hubungan antara TNI, ABRI, ataupun Polri dengan Banser semakin menguat dan harmonis. Banser dipercaya sebagai salah satu elemen penting dalam menjaga kedaulatan negara, termasuk di antaranya menjaga hubungan baik antar umat beragama.
Hingga hari ini, nama Banser semakin berkibar dan dikenal baik di ranah nasional atupun internasional. Banser tak pernah absen dalam mengemban amanah dari Polri untuk turut serta mengamankan kegiatan hari raya seperti Natal, Nyepi, dan lain-lain.
Satu di antara banyaknya kisah heroik Banser, yang telah diangkat menjadi film oleh Hanung Bramantyo, seorang sutradara kenamaan di Indonesia. Film ini mengisahkan sifat militansi dari salah satu anggota Banser, Riyanto, yang rela mempertaruhkan nyawa demi menyelamatkan gereja saat malam Natal, 24 Desember 2000.
Di tahun 2018, salah seorang cendikiawan asal Amerika Ronald Lukens-Bull menunjukkan ketertarikannya kepada Banser. Dia berargumen bahwa tidak ada organisasi kepemudaan yang memiliki sikap militansi setinggi Banser.
Atas dasar kecintaannya kepada NKRI, Banser mengesampingkan perbedaan antar agama dan bersedia membantu, menjaga, menunjukkan rasa hormat kepada umat agama lain. Sikap toleransi anggota Banser bisa dikatakan sebagai sifat toleransi level tertinggi.
Thomas (2017) mengungkapkan bahwa toleransi bukan hanya sekedar menerima perbedaan yang terjadi di antara kedua belah pihak. Toleransi adalah proses dimana kedua belah pihak bisa saling mengakui, terbuka, dan mengerti keberadaan perbedaan diantara mereka dan tidak mempersoalkan perbedaan tersebut. Ada prinsip resiprositas sebagai aturan emas.
Hal unik lain dari Banser yang jarang diketahui orang lain adalah alasan di balik kerelaan menjaga tempat peribadatan agama lain. Salah satu anggota Banser telah menyampaikan bahwa menjaga gereja saat perayaan Natal sebagai panggilan hati. Bukan hanya kegiatan yang dilakukan untuk menggugurkan kewajiban yang diberikan oleh Polri.
Sejak Indonesia merdeka, Banser telah mengikat janji untuk setia membela Pancasila dan Agama sampai titik darah penghabisan.
Seiring berjalannya waktu, di era kepemimpinan Soeharto, Banser terdiri dari anggota-anggota Ansor pilihan dikenal sebagai RPKAD (Resimen Pasukan Komando Angkatan Darat) atau pasukan elitnya NU. Banser menjadi mitra TNI dalam menghadapi berbagai macam ancaman dari kelompok pemberontak dan menjaga keutuhan NKRI.
Pada masa transisi peralihan dari Orde Lama ke Orde Baru yang identik dengan perseteruan aksi sepihak dari para komunis (PKI), Banser menjadi garda terdepan dalam menghadang aksi PKI yang terjadi di beberapa wilayah di Indonesia. Misalnya di Jawa Timur.
Singkatnya, hubungan antara TNI, ABRI, ataupun Polri dengan Banser semakin menguat dan harmonis. Banser dipercaya sebagai salah satu elemen penting dalam menjaga kedaulatan negara, termasuk di antaranya menjaga hubungan baik antar umat beragama.
Hingga hari ini, nama Banser semakin berkibar dan dikenal baik di ranah nasional atupun internasional. Banser tak pernah absen dalam mengemban amanah dari Polri untuk turut serta mengamankan kegiatan hari raya seperti Natal, Nyepi, dan lain-lain.
Satu di antara banyaknya kisah heroik Banser, yang telah diangkat menjadi film oleh Hanung Bramantyo, seorang sutradara kenamaan di Indonesia. Film ini mengisahkan sifat militansi dari salah satu anggota Banser, Riyanto, yang rela mempertaruhkan nyawa demi menyelamatkan gereja saat malam Natal, 24 Desember 2000.
Di tahun 2018, salah seorang cendikiawan asal Amerika Ronald Lukens-Bull menunjukkan ketertarikannya kepada Banser. Dia berargumen bahwa tidak ada organisasi kepemudaan yang memiliki sikap militansi setinggi Banser.
Atas dasar kecintaannya kepada NKRI, Banser mengesampingkan perbedaan antar agama dan bersedia membantu, menjaga, menunjukkan rasa hormat kepada umat agama lain. Sikap toleransi anggota Banser bisa dikatakan sebagai sifat toleransi level tertinggi.
Thomas (2017) mengungkapkan bahwa toleransi bukan hanya sekedar menerima perbedaan yang terjadi di antara kedua belah pihak. Toleransi adalah proses dimana kedua belah pihak bisa saling mengakui, terbuka, dan mengerti keberadaan perbedaan diantara mereka dan tidak mempersoalkan perbedaan tersebut. Ada prinsip resiprositas sebagai aturan emas.
Hal unik lain dari Banser yang jarang diketahui orang lain adalah alasan di balik kerelaan menjaga tempat peribadatan agama lain. Salah satu anggota Banser telah menyampaikan bahwa menjaga gereja saat perayaan Natal sebagai panggilan hati. Bukan hanya kegiatan yang dilakukan untuk menggugurkan kewajiban yang diberikan oleh Polri.