Mahkamah Konstitusi Kembali Diuji

Kamis, 09 Februari 2023 - 18:26 WIB
loading...
A A A
Kasus dugaan pengubahan substansi putusan ini bermula di saat putusan yang dibacakan oleh Hakim MK Saldi Isra di sidang 23 November 2022 yang berbunyi, "Dengan demikian, pemberhentian hakim konstitusi sebelum habis masa jabatannya hanya dapat dilakukan karena alasan mengundurkan diri atas permintaan sendiri yang diajukan kepada ketua Mahkamah Konstitusi, sakit jasmani atau rohani secara terus-menerus selama 3 (tiga) bulan sehingga tidak dapat menjalankan tugasnya yang dibuktikan dengan surat keterangan dokter, serta diberhentikan tidak dengan hormat karena alasan sebagaimana termaktub dalam Pasal 23 ayat 2 UU MK...".

Sedangkan salinan putusan di situs website MK tidaklah sama di mana frasa "Dengan demikian” telah di ubah menjadi “Ke depan”.

Substansi perubahan inilah tentu akan sangat berpengaruh terhadap putusan yang dikeluarkan oleh MK itu sendiri, dan kita ketahui bahwa putusan MK itu bersifat final. Jika hal seperti ini dibiarkan, maka tidak menutup kemungkinan kasus yang menimpa Aswanto akan terulang kembali. Bisa jadi ada Awanto satu, dua, tiga dan seterusnya.

Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) yang dibentuk secara sigap oleh MK untuk menangani kasus ini kini diharapkan dapat mengungkap apakah ada unsur kelalaian atau memang ada unsur kesengajaan dalam pengubahan makna kata dalam putusan tersebut, ataukah ada kepentingan yang lebih besar, sehingga MK melakukan suatu langkah yang cerobah dan gegabah.

Oleh karena itu kita patut menunggu bagaimana nanti hasil investigasi dari MKMK yang diisi oleh tiga tokoh-tokoh hebat yang sudah tidak diragukan lagi kredibilitas dan integritasnya, mereka adalah I Dewa Gede Palguna (mantan hakim MK dan tokoh masyarakat), ahli pidana UGM Profesor Sudjito, dan Enny Nurbaningsih (hakim aktif MK).

Mereka akan memeriksa soal skandal dugaan perubahan putusan Nomor 103/PUU-XX/2022 tentang uji materi UU Nomor 7 Tahun 2020 tentang MK. Jika nanti ditemukan unsur-unsur kesengajaan dan adanya unsur kepentingan di balik pengubahan tersebut, apabila pelakunnya dari internal MK, maka patut kiranya pelaku mendapat sanksi yang tegas, baik pemberhentian secara tidak hormat atau sanksi pidana.

Hal ini penting untuk menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat perilaku hakim, serta kode etik dan pedoman perilaku hakim konstitusi, supaya hakim konstitusi tidak melakukan pelanggaran sebagaimana berdasarkan ketentuan PMK Nomor 2 Tahun 2014 tentang MKMK.

Menyalahgunakan Kekuasaan yang Merdeka
Seorang hakim dituntut untuk menjaga kehormatan dan martabatnya dalam menjalankan tugasnya dengan berpedoman pada kode etik yang telah ditentukan. Etika profesi, kode etik, merupakan bentuk konkret daripada aturan etika, moral, dan agama.

Etika profesi hakim menggambarkan bagaimana seharusnya seorang hakim yang berkepribadian baik itu. Etika merupakan landasan yang harus dijunjung oleh seorang profesional hakim dalam menjalankan putusannya. Karena keputusan hakim (judgement), adalah bentuk keadilan berdasarkan atas hukum.

Kode etik merupakan inti yang melekat pada profesi hakim, sebab ia adalah kode perilaku yang memuat nilai etika dan moral. Kode etik menuntun hakim untuk berintegritas dan profesional. Mematuhi etika bermakna menegakkan kode etik. Kode etik tegak jika hakim sebagai wakil Tuhan bersikap profesional dan berintegritas.
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1637 seconds (0.1#10.140)