Mahkamah Konstitusi Kembali Diuji
loading...
A
A
A
Kewenangan hakim yang sangat besar itu menuntut tanggung jawab yang tinggi, sehingga putusan pengadilan “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa” dua kata, keadilan dan nama tuhan ini sebuah kata yang tidak bisa ditawar-tawar lagi dalam pelaksanaannya.
Hakim MK harus menjungjung kode etik hakim, para hakim MK yang melakukan pelanggaran terhadap kode etik harus dikenai sanksi yang berat.
Kaitannya dengan persoalan di atas, yakni masalah tersebut telah mencoreng nama baik MK. Nama baik yang coba dibangun kembali pasca serangkaian kasus hakim sebelumnya-sebelumnya.
Kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan yang mulia yang diatur secara tegas dalam konstitusi. Jika kekuasaan kehakiman dapat dijalankan dengan tegas, cermat, dan tidak dapat dipengaruhi oleh apa pun juga sebagai kekuatan moral yang tinggi, maka kekuasaan kehakiman akan menjadi kekuasaan yang disegani.
Asas kebebasan kehakiman yang bebas dan merdeka diatur dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Tahun 1945, pada Pasal 24 ayat (1), berbunyi “Kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan”.
Adanya jaminan konstitusi tersebut, maka seharusnya hakim menjalankan tugasnya dalam menegakkan hukum dan keadilan bebas dari segala tekanan dari pihak mana pun juga, sehingga dapat memberikan putusan yang seadil-adilnya.
Richard D. Aldrich mengatakan terkait kemerdekaan kekuasaan kehakiman berarti: bahwa para hakim sendiri harus tetap bebas dari pengaruh, kecuali atas perintah hukum, konstitusi, keputusan yang dipertimbangkan pemikiran sehat, preseden hukum, dan perintah hati nurani para hakim sendiri).
Kekuasaan kehakiman yang merdeka merupakan salah satu unsur penting dari negara hukum atau negara berdasarkan atas hukum. Dari pernyataan Richard D jelas bahwa sebesar apa pun tekanan, intimidasi tentu tidak akan dapat mengubah komitmen dan integritas seorang hakim.
Karena hal-hal inilah yang sebenarnya dipertaruhkan oleh para hakim untuk menjalankan tugasnya, terkhusus para hakim MK yang memang sudah teruji integritas dan kompetensinya. Hal-hal memilukan seperti kasus adanya dugaan perubahan makna kata dalam putusan tidak akan terjadi dan tidak pantas dilakukan oleh lembaga setinggi MK.
Kasus ini harus benar-benar menjadi pelajaran bagi MK ataupun institusi lainnya untuk lebih berhati-hati dan agar tidak mudah melakukan hal-hal gegabah yang dapat merusak dan mencoreng institusi. Kiranya kita semua harus tetap berpedoman dengan adagium “walaupun langit runtuh, hukum tetap harus ditegakkan”.
Hakim MK harus menjungjung kode etik hakim, para hakim MK yang melakukan pelanggaran terhadap kode etik harus dikenai sanksi yang berat.
Kaitannya dengan persoalan di atas, yakni masalah tersebut telah mencoreng nama baik MK. Nama baik yang coba dibangun kembali pasca serangkaian kasus hakim sebelumnya-sebelumnya.
Kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan yang mulia yang diatur secara tegas dalam konstitusi. Jika kekuasaan kehakiman dapat dijalankan dengan tegas, cermat, dan tidak dapat dipengaruhi oleh apa pun juga sebagai kekuatan moral yang tinggi, maka kekuasaan kehakiman akan menjadi kekuasaan yang disegani.
Asas kebebasan kehakiman yang bebas dan merdeka diatur dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Tahun 1945, pada Pasal 24 ayat (1), berbunyi “Kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan”.
Adanya jaminan konstitusi tersebut, maka seharusnya hakim menjalankan tugasnya dalam menegakkan hukum dan keadilan bebas dari segala tekanan dari pihak mana pun juga, sehingga dapat memberikan putusan yang seadil-adilnya.
Richard D. Aldrich mengatakan terkait kemerdekaan kekuasaan kehakiman berarti: bahwa para hakim sendiri harus tetap bebas dari pengaruh, kecuali atas perintah hukum, konstitusi, keputusan yang dipertimbangkan pemikiran sehat, preseden hukum, dan perintah hati nurani para hakim sendiri).
Kekuasaan kehakiman yang merdeka merupakan salah satu unsur penting dari negara hukum atau negara berdasarkan atas hukum. Dari pernyataan Richard D jelas bahwa sebesar apa pun tekanan, intimidasi tentu tidak akan dapat mengubah komitmen dan integritas seorang hakim.
Karena hal-hal inilah yang sebenarnya dipertaruhkan oleh para hakim untuk menjalankan tugasnya, terkhusus para hakim MK yang memang sudah teruji integritas dan kompetensinya. Hal-hal memilukan seperti kasus adanya dugaan perubahan makna kata dalam putusan tidak akan terjadi dan tidak pantas dilakukan oleh lembaga setinggi MK.
Kasus ini harus benar-benar menjadi pelajaran bagi MK ataupun institusi lainnya untuk lebih berhati-hati dan agar tidak mudah melakukan hal-hal gegabah yang dapat merusak dan mencoreng institusi. Kiranya kita semua harus tetap berpedoman dengan adagium “walaupun langit runtuh, hukum tetap harus ditegakkan”.