Lemahkan Jaminan Kesehatan Rakyat, Fraksi PKS Tolak RUU Kesehatan
loading...
A
A
A
"Di samping itu, sebelum draf RUU Kesehatan ini diputuskan sebagai draf RUU inisitiaf DPR, sebaiknya harus dilakukan konfirmasi ulang kepada 26 pemangku kepentingan yang telah memberikan masukan dalam RDPU di Baleg DPR RI, apakah hasil penyusunan draft RUU Kesehatan ini sudah sesuai dengan berbagai masukan mereka?" tanya Ledia.
Ketiga, Fraksi PKS berpendapat bahwa ada pengaturan dalam beberapa UU yang dihapuskan dalam draft RUU Kesehatan ini. Sehingga, hal tersebut menimbulkan kekosongan hukum.
Keempat, FPKS berpendapat bahwa penugasan pemerintah kepada BPJS yang merupakan badan hukum publik yang bersifat independen harus disertai kewajiban pemerintah dan pendanaannya.
"Kelima, FPKS berpendapat bahwa ada kerawanan dalam draft RUU Kesehatan pasal 236 mengenai tenaga medis dan tenaga Kesehatan warga negara asing dapat melakukan praktik pada fasilitas pelayanan kesehatan di Indonesia dalam rangka investasi atau non investasi," ujar Ledia.
Keenam, imbuh Ledia, FPKS berpendapat, di semua negara pengaturan tentang profesi kesehatan diatur dalam UU tersendiri.
"Oleh karena itu, seharusnya draf RUU Kesehatan ini tidak menghapus materi pengaturan profesi-profesi tenaga medis dan tenaga kesehatan sebagaimana telah diatur dalam UU Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran, UU Nomor 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan, UU Nomor 38 Tahun 2014 tentang Keperawatan, dan UU Nomor 4 Tahun 2019 tentang Kebidanan," jelasnya.
Ketujuh, FPKS berpendapat bahwa anggaran kesehatan harus dialokasikan secara memadai. "Untuk memastikan bahwa negara memberi layanan kesehatan berkualitas yang aksesibel bagi masyarakat Indonesia," ujarnya.
"Kami Fraksi Partai Keadilan Sejahtera dengan mengucapkan Bismillahirrahmanirrahim menyatakan Menolak draf Rancangan Undang-Undang tentang Kesehatan untuk dibahas pada tahap selanjutnya," tutupnya.
Ketiga, Fraksi PKS berpendapat bahwa ada pengaturan dalam beberapa UU yang dihapuskan dalam draft RUU Kesehatan ini. Sehingga, hal tersebut menimbulkan kekosongan hukum.
Keempat, FPKS berpendapat bahwa penugasan pemerintah kepada BPJS yang merupakan badan hukum publik yang bersifat independen harus disertai kewajiban pemerintah dan pendanaannya.
"Kelima, FPKS berpendapat bahwa ada kerawanan dalam draft RUU Kesehatan pasal 236 mengenai tenaga medis dan tenaga Kesehatan warga negara asing dapat melakukan praktik pada fasilitas pelayanan kesehatan di Indonesia dalam rangka investasi atau non investasi," ujar Ledia.
Keenam, imbuh Ledia, FPKS berpendapat, di semua negara pengaturan tentang profesi kesehatan diatur dalam UU tersendiri.
"Oleh karena itu, seharusnya draf RUU Kesehatan ini tidak menghapus materi pengaturan profesi-profesi tenaga medis dan tenaga kesehatan sebagaimana telah diatur dalam UU Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran, UU Nomor 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan, UU Nomor 38 Tahun 2014 tentang Keperawatan, dan UU Nomor 4 Tahun 2019 tentang Kebidanan," jelasnya.
Ketujuh, FPKS berpendapat bahwa anggaran kesehatan harus dialokasikan secara memadai. "Untuk memastikan bahwa negara memberi layanan kesehatan berkualitas yang aksesibel bagi masyarakat Indonesia," ujarnya.
"Kami Fraksi Partai Keadilan Sejahtera dengan mengucapkan Bismillahirrahmanirrahim menyatakan Menolak draf Rancangan Undang-Undang tentang Kesehatan untuk dibahas pada tahap selanjutnya," tutupnya.
(maf)