Tantangan NU Abad ke-2: Kemandirian Ekonomi
loading...
A
A
A
Ali Masykur Musa
Ketua Umum Pimpinan Pusat Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama (PP ISNU)
NAHDLATUL Ulama (NU) dikenal sebagai organisasi sosial keagamaan terbesar di Indonesia, bahkan di dunia. Kehadirannya selalu bersenyawa dengan dinamika sosial politik yang mengitarinya. Satu masalah yang menjadi tuntutan bagi NU adalah peningkatan kesejahteraan warganya di tengah-tengah percepatan pembangunan Indonesia.
Baca Juga: koran-sindo.com
Meskipun organisasi sosial keagamaan terbesar, kenyataannya di bidang ekonomi NU masih marginal. Hari-hari ini NU sedang memperingati 1 Abad. Kini, NU telah berusia 100 Tahun, tepatnya 16 Rajab 1444 Hijriah yang bertepatan pada tanggal 7 Februari 2023. Gaung dan semaraknya sudah menggema di mana-mana.
Organisasi yang dibidani oleh KH. Hasyim Asy’ari dan beberapa ulama terkemuka atas tuntutan keagamaan (Amanatut Diniyah) dantuntutan kebangsaan (Amanatul Wathaniyah). Di usianya yang genap satu abad, tidak dapat dipungkiri NU sudah banyak berkontribusi untuk bangsa Indonesia di segala bidang. Namun hal ini tentunya NU tidak boleh lengah dalam menghadapi tantangan masa depan yakni di abad ke-2, khususnya di bidang ekonomi.
Arah Ekonomi NU
Pembangunan ekonomi merupakan suatu keharusan jika suatu negara ingin meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan rakyatnya. Dengan kata lain, pembangunan ekonomi merupakan upaya sadar dan terarah dari suatu bangsa untuk meningkatkan kesejahteraan rakyatnya melalui pemanfaatan sumber daya yang ada.
Dalam hal ini peranan NU sangat diperlukan, mengingat begitu besar dan mayoritas penduduk Indonesia adalah warga Nadliyyin. Namun kenyataannya masih banyak angka kemiskinan dan pengangguran yang dialami oleh warga Nadliyyin.
Secara umum NU harus mampu mengawal kebijakan stabilitas fiskal dan moneter yang diarahkan untuk memaksimalkan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dan konsisten yang ditunjukkan dengan inflasi rendah dan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.
Stabilitas ekonomi ini menunjukkan fundamental ekonomi negara sangat kuat yang bisa meningkatkan praktik ekonomi di tingkat bawah, yang tiada lain adalah warga Nahdliyin.
Selain itu, NU perlu mengarahkan kebijakan yang mewajibkan badan usaha milik negara (BUMN) untuk meningkatkan kerja sama dengan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM), serta koperasi dalam rangka pelaksanaan kegiatan BUMN. Di sinilah makna pentingnya kolaborasi antara BUMN dengan pelaku usaha mikro di tingkat bawah yang mayoritas adalah pengusaha NU.
Ketua Umum Pimpinan Pusat Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama (PP ISNU)
NAHDLATUL Ulama (NU) dikenal sebagai organisasi sosial keagamaan terbesar di Indonesia, bahkan di dunia. Kehadirannya selalu bersenyawa dengan dinamika sosial politik yang mengitarinya. Satu masalah yang menjadi tuntutan bagi NU adalah peningkatan kesejahteraan warganya di tengah-tengah percepatan pembangunan Indonesia.
Baca Juga: koran-sindo.com
Meskipun organisasi sosial keagamaan terbesar, kenyataannya di bidang ekonomi NU masih marginal. Hari-hari ini NU sedang memperingati 1 Abad. Kini, NU telah berusia 100 Tahun, tepatnya 16 Rajab 1444 Hijriah yang bertepatan pada tanggal 7 Februari 2023. Gaung dan semaraknya sudah menggema di mana-mana.
Organisasi yang dibidani oleh KH. Hasyim Asy’ari dan beberapa ulama terkemuka atas tuntutan keagamaan (Amanatut Diniyah) dantuntutan kebangsaan (Amanatul Wathaniyah). Di usianya yang genap satu abad, tidak dapat dipungkiri NU sudah banyak berkontribusi untuk bangsa Indonesia di segala bidang. Namun hal ini tentunya NU tidak boleh lengah dalam menghadapi tantangan masa depan yakni di abad ke-2, khususnya di bidang ekonomi.
Arah Ekonomi NU
Pembangunan ekonomi merupakan suatu keharusan jika suatu negara ingin meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan rakyatnya. Dengan kata lain, pembangunan ekonomi merupakan upaya sadar dan terarah dari suatu bangsa untuk meningkatkan kesejahteraan rakyatnya melalui pemanfaatan sumber daya yang ada.
Dalam hal ini peranan NU sangat diperlukan, mengingat begitu besar dan mayoritas penduduk Indonesia adalah warga Nadliyyin. Namun kenyataannya masih banyak angka kemiskinan dan pengangguran yang dialami oleh warga Nadliyyin.
Secara umum NU harus mampu mengawal kebijakan stabilitas fiskal dan moneter yang diarahkan untuk memaksimalkan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dan konsisten yang ditunjukkan dengan inflasi rendah dan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.
Stabilitas ekonomi ini menunjukkan fundamental ekonomi negara sangat kuat yang bisa meningkatkan praktik ekonomi di tingkat bawah, yang tiada lain adalah warga Nahdliyin.
Selain itu, NU perlu mengarahkan kebijakan yang mewajibkan badan usaha milik negara (BUMN) untuk meningkatkan kerja sama dengan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM), serta koperasi dalam rangka pelaksanaan kegiatan BUMN. Di sinilah makna pentingnya kolaborasi antara BUMN dengan pelaku usaha mikro di tingkat bawah yang mayoritas adalah pengusaha NU.