Tantangan NU Abad ke-2: Kemandirian Ekonomi

Kamis, 02 Februari 2023 - 16:38 WIB
loading...
Tantangan NU Abad ke-2: Kemandirian Ekonomi
Ali Masykur Musa (Foto: Ist)
A A A
Ali Masykur Musa
Ketua Umum Pimpinan Pusat Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama (PP ISNU)

NAHDLATUL Ulama (NU) dikenal sebagai organisasi sosial keagamaan terbesar di Indonesia, bahkan di dunia. Kehadirannya selalu bersenyawa dengan dinamika sosial politik yang mengitarinya. Satu masalah yang menjadi tuntutan bagi NU adalah peningkatan kesejahteraan warganya di tengah-tengah percepatan pembangunan Indonesia.

Baca Juga: koran-sindo.com

Meskipun organisasi sosial keagamaan terbesar, kenyataannya di bidang ekonomi NU masih marginal. Hari-hari ini NU sedang memperingati 1 Abad. Kini, NU telah berusia 100 Tahun, tepatnya 16 Rajab 1444 Hijriah yang bertepatan pada tanggal 7 Februari 2023. Gaung dan semaraknya sudah menggema di mana-mana.

Organisasi yang dibidani oleh KH. Hasyim Asy’ari dan beberapa ulama terkemuka atas tuntutan keagamaan (Amanatut Diniyah) dantuntutan kebangsaan (Amanatul Wathaniyah). Di usianya yang genap satu abad, tidak dapat dipungkiri NU sudah banyak berkontribusi untuk bangsa Indonesia di segala bidang. Namun hal ini tentunya NU tidak boleh lengah dalam menghadapi tantangan masa depan yakni di abad ke-2, khususnya di bidang ekonomi.

Arah Ekonomi NU
Pembangunan ekonomi merupakan suatu keharusan jika suatu negara ingin meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan rakyatnya. Dengan kata lain, pembangunan ekonomi merupakan upaya sadar dan terarah dari suatu bangsa untuk meningkatkan kesejahteraan rakyatnya melalui pemanfaatan sumber daya yang ada.

Dalam hal ini peranan NU sangat diperlukan, mengingat begitu besar dan mayoritas penduduk Indonesia adalah warga Nadliyyin. Namun kenyataannya masih banyak angka kemiskinan dan pengangguran yang dialami oleh warga Nadliyyin.

Secara umum NU harus mampu mengawal kebijakan stabilitas fiskal dan moneter yang diarahkan untuk memaksimalkan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dan konsisten yang ditunjukkan dengan inflasi rendah dan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.

Stabilitas ekonomi ini menunjukkan fundamental ekonomi negara sangat kuat yang bisa meningkatkan praktik ekonomi di tingkat bawah, yang tiada lain adalah warga Nahdliyin.

Selain itu, NU perlu mengarahkan kebijakan yang mewajibkan badan usaha milik negara (BUMN) untuk meningkatkan kerja sama dengan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM), serta koperasi dalam rangka pelaksanaan kegiatan BUMN. Di sinilah makna pentingnya kolaborasi antara BUMN dengan pelaku usaha mikro di tingkat bawah yang mayoritas adalah pengusaha NU.

Petani sebagai Aktor Ekonomi
Mewujudkan ketahanan pangan nasional yang bertumpu pada kemandirian pangan telah menjadi komitmen pemerintah dalam rangka pembangunan ekonomi dan pertanian domestik. Ketahanan pangan dibangun berdasarkan sumber daya, kelembagaan, dan budaya lokal yang bertujuan untuk meningkatkan keanekaragaman produksi dan konsumsi pangan lokal yang bergizi dan aman untuk dikonsumsi oleh masyarakat.

NU yang mayoritas adalah petani harus diarahkan menjadi aktor Industri Pertanian guna untuk meningkatkan Nilai Tukar Petani (NTP) dalam pengembangan kedaulatan pangan untuk meningkatkan kesejahteraan petani, yang tiada lain warga Nahdliyyin.

Mengingat begitu banyaknya warga NU di Indonesia, maka penting untuk diperhatikan secara khusus problematika mengenai pangan, adapun hal yang menjadi pokok untuk dilakukan yaitu: Pertama, sistem kedaulatan pangan NU diarahkan untuk menjaga ketahanan dan kemandirian pangan nasional dengan mengembangkan jenis komoditas dan wilayah komoditas pertanian, meliputi industrialisasi hulu pertanian, hilir dan jasa pendukung pertanian dalam negeri.

Kedua, NU mendorong kelembagaan kedaulatan pangan yang menjamin pemenuhan kebutuhan pangan di tingkat rumah tangga, baik dalam jumlah, mutu, keamanan, maupun harga yang terjangkau, yang didukung oleh sumber-sumber pangan yang beragam sesuai dengan keragaman lokal.

Ketiga, pengembangan teknologi dan inovasi pertanian NU untuk membuat satu sistem dan manajemen rantai pasokan input dan produk pertanian Indonesia yang efektif dan efisien sesuai dengan keunggulan kompetitif dan keunggulan komparatif.

Keempat, pengembangan infrastruktur pertanian NU yang meliputi fasilitas pascapanen, jaringan irigasi, jaringan transportasi, jaringan logistik dan jaringan informal dan komunikasi serta jaringan permodalan dan pembiayaan pertanian.

Kelima, pengembangan kebijakan pertanian NU meliputi kelembagaan pengelolaan tata ruang dan pendistribusian lahan ke masyarakat, pengelolaan sumber daya air dan pengairan, pengelolaan infrastruktur pertanian, kelembagaan riset pangan, kelembagaan pembuatan kebijakan dan regulasi reformasi birokrasi pertanian.

Program Ekonomi NU
Seluruh program yang berhubungan dengan kemandirian ekonomi diarahkan kepada kemandirian NU baik secara struktural keorganisasian, kelembagaan, dan semangat menumbuhkan kewirausahaan di lingkungan NU, baik secara personal maupun secara jamaah. Ada beberapa tantangan yang begitu besar bagi NU, karenanya perlu dijawab melalui program di antaranya:

Pertama, harus ada badan hukum ekonomi yang dimiliki oleh NU dengan sistem tersentralisasi di pusat, namun demikian operalisasinya sampai di tingkat wilayah, cabang, MWC, dan ranting. Badan hukum ekonomi dimaksud adalah dalam bentuk NU Incorporation atau Badan Usaha Milik Nahdlatul Ulama (BUMNU). Badan hukum ekonomi dimaksud mempunyai hubungan yang sentralisasi dan kordinasi dari pengurus besar sampai pengurus dibawahnya dengan memperhatikan komoditi yang terdapat di masing-masing daerah.

Kedua, Badan hukum ekonomi dimaksud bergerak di bidang trading yang menguasai ekspor-impor dan ritel. Badan hukum ekonomi dimaksud diorientasikan untuk mempersiapkan pedagang UMKM sebagai penyangga ekonomi NU. Dengan demikian generasi penerus NU memiliki jiwa entrepreneurship (pengusaha). Badan hukum ekonomi dimaksud harus menggunakan e-commerce dengan menguasai digital yang diorentasikan untuk menguasai marketplace baik di pasar modal maupun ritel.

Ketiga, badan hukum ekonomi dimaksud juga harus mempersiapkan para petani dan nelayan sehingga mempunyai nilai tukar yang tinggi. Kegiatan di bidang pertanian dan nelayan harus mendapat proteksi sejak dari hulu sampai hilir yang meliputi permodalan, produksi, distribusi dan harga, serta mendapatkan jaminan asuransi. Badan hukum ekonomi dimaksud juga harus bergerak di bidang hajat hidup orang banyak yaitu : pertambangan, perkebunan, dan kehutanan.

Keempat, badan hukum ekonomi dimaksud juga meliputi ekonomi syariah yang meliputi zakat, infak, dan shadakah (ZIS) dan instrumen ekonomi syariah lainnya. Ekonomi syariah telah menjadi instrumen ekonomi yang berjalan paralel dengan ekonomi konvensional. Oleh karena itu NU harus mengambil bagian ceruk ekonomi syariah di tengah-tengah meningkatnya kesadaran beragama umat Islam di Indonesia. Selain ZIS, NU harus memiliki badan wakaf yang kuat sebagai instrumen perjuangan Islam Ahlussunnah Wal Jamaah An-Nahdliyah.

Jika kita memahami problem yang dihadapi NU, baik secara keorganisasian maupun secara keanggotaan yang dihubungkan dengan kehidupan ekonomi bangsa, maka perlu dilakukan rediscovery relation antara NU dan negara di bidang pembangunan ekonomi, kemakmuran negara harus paralel dengan kemakmuran Warga Nahdliyyin. Permasalahannya semua terpulang kepada NU sendiri. Cukup menantang bukan?
(bmm)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1927 seconds (0.1#10.140)