Kriminalisasi dalam KUHP Nasional
Jum'at, 23 Desember 2022 - 07:13 WIB
Ketetentuan tersebut harus dimaknai bahwa tujuan kepastian hukum bukan yang terutama melainkan keadilan. Sejalan dengan era globalisasi ekonomi saat ini maka kedua tujuan hukum tersebut harus mempertimbangkan aspek tujuan kemanfaatan bagi kehidupan manusia dan pelaku tindak pidana. Pembentuk KUHP juga telah memberikan kewajiban kepada hakim untuk selalu menjaga dan memelihara keseimbangan antara tujuan pemidanaan dan jenis berat ringannya pidana dengan cara menetapkan terlebih dulu 11(sebelas) hal yang harus dipertimbangkan sebelum memutus penjatuhan hukuman.
Kesebelas hal dimaksud antara lain adalah, sikap batin pelaku, motif, tindak pidana direncanakan atau tidak, riwayat hidup, keadaan sosial dan keadaan ekonomi pelaku, ada tidak pemaafan dari korban/dan atau keluarganya, dampak tindak pidana terhadap korban atau keluarga korban serta nilai hukum dan keadilan yang hidup dalam masyarakat.
Selain hal-hal sebagaimana diuraikan di atas, pembentuk KUHP juga telah memasukkan hal-hal yang memberatkan, meringankan dan menghapuskan hukuman serta penghalusan atau keringanan dalam hal hukuman mati. Semula merupakan jenis pidana pokok, dalam KUHP Nasional merupakan pidana alternatif semata dengan masa pelaksanaan hukum berjangka waktu 10 (sepuluh) tahun sebelum dilaksanakan pidana mati bagi terpidana mati.
Seluruh ketentuan mengenai pemidanaan, pidana dan tindakan tersebut dalam KUHP merupakan cermin peradaban bangsa Indonesia masa kini yang mecerminkan nilai-nilai dari Pancasila yang adaptif terhadap perkembangan internasional dan aspirasi lokal masyarakat Indonesia yang heterogen.
Seluruh ketentuan perihal pemidanaan dalam KUHP merupakan peringatan kepada pemerintah untuk mengantisipasi dan mencegah kemungkinan abuse of power atau overpenalisasi dalam operasionalisasi ketentuan KUHP. Hal ini diperlukan terutama dalam hal tindak pidana kesusilaan dan tindak pidana terkait hak dan kebebasan menyampaikan pendapat di muka umum.
Tindak pidana yang rentan terhadap kesewenang-wenangan negara antara lain tindak pidana terhadap keamanan negara, tindak pidana terhadap ketertiban umum, dan tindak pidana terhadap kesusilaan. Tiga jenis tindak pidana tersebut merupakan kriminalisasi yang dipandang penting dan serius yang dapat menghancurkan tatanan sosial budaya masyarakat jika tidak diatur jauh sebelumnya.
Pencegahan dan antisipasi kemungkinan potensi kerawanan sosial dalam kehidupan masyarakat Indonesia tergantung dari seberapa kokoh negara menjaga dan mengawal UU KUHP agar tetap efektif dan berdaya guna bagi kemaslahatan masyarakat Indonesia.
Tugas dan kewajiban negara di era globalisasi tidak semudah di era penjajahan juga di era pascakemerdekaan di mana tingkat kemajuan peradaban manusia era tersebut belum mencapai titik tertinggi dalam menilai kedudukan manusia di tengah kehidupannya.
Berbeda di era globalisasi, perjuangan peradaban manusia telah mencapai titik tertinggi di mana selain aspek sosial ekonomi dan kesejahteraan sosial, masalah tempat dan kedudukan manusia di dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara menuntut perhatian lebih dari negara.
Itu terutama di dalam pengelolaan hak asasi manusia di segala bidang kehidupan, hak ekonomi, sosial, politik dan perlindungan atas hak asasi setiap orang dari penyalahgunaan wewenang oleh negara terutama masalah persamaan hak dimuka hukum dan pemerintahan.
Kesebelas hal dimaksud antara lain adalah, sikap batin pelaku, motif, tindak pidana direncanakan atau tidak, riwayat hidup, keadaan sosial dan keadaan ekonomi pelaku, ada tidak pemaafan dari korban/dan atau keluarganya, dampak tindak pidana terhadap korban atau keluarga korban serta nilai hukum dan keadilan yang hidup dalam masyarakat.
Selain hal-hal sebagaimana diuraikan di atas, pembentuk KUHP juga telah memasukkan hal-hal yang memberatkan, meringankan dan menghapuskan hukuman serta penghalusan atau keringanan dalam hal hukuman mati. Semula merupakan jenis pidana pokok, dalam KUHP Nasional merupakan pidana alternatif semata dengan masa pelaksanaan hukum berjangka waktu 10 (sepuluh) tahun sebelum dilaksanakan pidana mati bagi terpidana mati.
Seluruh ketentuan mengenai pemidanaan, pidana dan tindakan tersebut dalam KUHP merupakan cermin peradaban bangsa Indonesia masa kini yang mecerminkan nilai-nilai dari Pancasila yang adaptif terhadap perkembangan internasional dan aspirasi lokal masyarakat Indonesia yang heterogen.
Seluruh ketentuan perihal pemidanaan dalam KUHP merupakan peringatan kepada pemerintah untuk mengantisipasi dan mencegah kemungkinan abuse of power atau overpenalisasi dalam operasionalisasi ketentuan KUHP. Hal ini diperlukan terutama dalam hal tindak pidana kesusilaan dan tindak pidana terkait hak dan kebebasan menyampaikan pendapat di muka umum.
Tindak pidana yang rentan terhadap kesewenang-wenangan negara antara lain tindak pidana terhadap keamanan negara, tindak pidana terhadap ketertiban umum, dan tindak pidana terhadap kesusilaan. Tiga jenis tindak pidana tersebut merupakan kriminalisasi yang dipandang penting dan serius yang dapat menghancurkan tatanan sosial budaya masyarakat jika tidak diatur jauh sebelumnya.
Pencegahan dan antisipasi kemungkinan potensi kerawanan sosial dalam kehidupan masyarakat Indonesia tergantung dari seberapa kokoh negara menjaga dan mengawal UU KUHP agar tetap efektif dan berdaya guna bagi kemaslahatan masyarakat Indonesia.
Tugas dan kewajiban negara di era globalisasi tidak semudah di era penjajahan juga di era pascakemerdekaan di mana tingkat kemajuan peradaban manusia era tersebut belum mencapai titik tertinggi dalam menilai kedudukan manusia di tengah kehidupannya.
Berbeda di era globalisasi, perjuangan peradaban manusia telah mencapai titik tertinggi di mana selain aspek sosial ekonomi dan kesejahteraan sosial, masalah tempat dan kedudukan manusia di dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara menuntut perhatian lebih dari negara.
Itu terutama di dalam pengelolaan hak asasi manusia di segala bidang kehidupan, hak ekonomi, sosial, politik dan perlindungan atas hak asasi setiap orang dari penyalahgunaan wewenang oleh negara terutama masalah persamaan hak dimuka hukum dan pemerintahan.
tulis komentar anda