Guru dan Kualitas Pendidikan
Senin, 19 Desember 2022 - 09:26 WIB
Sang guru tak bisa menolak perintah. Namun, sudah bisa dibayangkan bagaimana penguasaan siswanya akan mata pelajaran bahasa Inggris jika gurunya pun tidak punya kemampuan memadai.
Bagaimana, pun keberadaan guru honorer masih sangat diperlukan. Apalagi, jika ada pemerintah daerah setempat mampu untuk menggaji mereka. Sayangnya pemerintah punya kebijakan baru yang melarang keberadaan tenaga honorer yang baru. Serba dilematis. Sekolah disuruh berprestasi tanpa diberi guru yang cukup dan berkualitas.
Untuk tenaga honorer yang eksis saat ini, pemerintah punya skema khusus untuk para mengangkat mereka menjadi ASN berstatus P3K. Namun, kuota yang ditawarkan juga sangat terbatas. Jauh dari harapan untuk menampung banyaknya tenaga honorer yang telah mengabdi menjadi pendidik hingga belasan tahun. Status mereka pun terkatung-katung.
Kerena keberadaan guru honorer masih dibutuhkan, pemerintah hendaknya mempertimbangkan kembali untuk memperbolehkan daerah mengangkat guru honorer secara bertanggung jawab.
Di sisi lain, pemerintah sebenarnya punya gebrakan dengan program guru penggerak untuk mendorong kualitas guru. Pada program ini, guru penggerak dijanjikan jenjang karier ke depannya. Namun, lagi lagi jumlahnya masih sangat minim. Sehingga keberadaan mereka belum bisa banyak berbicara dalam memberikan sumbangsih bagi peningkatan kualitas pendidikan.
Dukungan pemerintah terhadap guru sangat menentukan. Di sejumlah daerah, kebijakan yang menyatakan hanya guru penggerak yang bisa diangkat menjadi kepala sekolah dan pengawas membuat masalah tersendiri.
Di daerah yang sangat kekurangan pengawas karena pensiun, sulit untuk mendapatkan penambahan jumlah pengawas. Karena jumlah guru penggerak di daerah tersebut juga masih minim.
Kurangnya jumlah Pengawas membuat sistem pengawasan sekolah tidak berjalan dengan maksimal. Apalagi di daerah 3 T mereka harus mengawasi sampai puluhan bahkan ratusan sekolah yang medannya jauh dan berat. Pemerintah harus kembali merenungkan kebijakan tentang pendidikan, terutama bagaimana secepat mungkin mencari solusi untuk meningkatkan kualitas dan jumlah guru yang masih sangat kurang. Indonesia sudah mengalokasikan 20% APBN untuk pendidikan. Namun pada kenyataannya kualitas pendidikan kita masih belum optimal.
Bagaimana, pun keberadaan guru honorer masih sangat diperlukan. Apalagi, jika ada pemerintah daerah setempat mampu untuk menggaji mereka. Sayangnya pemerintah punya kebijakan baru yang melarang keberadaan tenaga honorer yang baru. Serba dilematis. Sekolah disuruh berprestasi tanpa diberi guru yang cukup dan berkualitas.
Untuk tenaga honorer yang eksis saat ini, pemerintah punya skema khusus untuk para mengangkat mereka menjadi ASN berstatus P3K. Namun, kuota yang ditawarkan juga sangat terbatas. Jauh dari harapan untuk menampung banyaknya tenaga honorer yang telah mengabdi menjadi pendidik hingga belasan tahun. Status mereka pun terkatung-katung.
Kerena keberadaan guru honorer masih dibutuhkan, pemerintah hendaknya mempertimbangkan kembali untuk memperbolehkan daerah mengangkat guru honorer secara bertanggung jawab.
Di sisi lain, pemerintah sebenarnya punya gebrakan dengan program guru penggerak untuk mendorong kualitas guru. Pada program ini, guru penggerak dijanjikan jenjang karier ke depannya. Namun, lagi lagi jumlahnya masih sangat minim. Sehingga keberadaan mereka belum bisa banyak berbicara dalam memberikan sumbangsih bagi peningkatan kualitas pendidikan.
Dukungan pemerintah terhadap guru sangat menentukan. Di sejumlah daerah, kebijakan yang menyatakan hanya guru penggerak yang bisa diangkat menjadi kepala sekolah dan pengawas membuat masalah tersendiri.
Di daerah yang sangat kekurangan pengawas karena pensiun, sulit untuk mendapatkan penambahan jumlah pengawas. Karena jumlah guru penggerak di daerah tersebut juga masih minim.
Kurangnya jumlah Pengawas membuat sistem pengawasan sekolah tidak berjalan dengan maksimal. Apalagi di daerah 3 T mereka harus mengawasi sampai puluhan bahkan ratusan sekolah yang medannya jauh dan berat. Pemerintah harus kembali merenungkan kebijakan tentang pendidikan, terutama bagaimana secepat mungkin mencari solusi untuk meningkatkan kualitas dan jumlah guru yang masih sangat kurang. Indonesia sudah mengalokasikan 20% APBN untuk pendidikan. Namun pada kenyataannya kualitas pendidikan kita masih belum optimal.
(ynt)
tulis komentar anda