Menjaga Indonesia dari Ancaman Reflasi
Senin, 28 November 2022 - 08:07 WIB
Candra Fajri Ananda
Staf Khusus Menteri Keuangan RI
Seiring berlanjutnya ketidakpastian global, perlambatan ekonomi makin meluas dan dialami oleh sejumlah negara-negara di dunia. Beberapa lembaga, termasuk Bank Indonesia (BI) memprediksi kinerja ekonomi global memburuk pada 2023.
Dua kekuatan ekonomi dunia, Eropa dan Amerika Serikat (AS), berpotensi masuk ke jurang resesi tahun depan dengan tingkat kemungkinan sebesar 60%. Adapun pertumbuhan ekonomi dunia tahun ini diperkirakan hanya di kisaran 3% dan 2023 melambat menjadi 2,6%. Bahkan, dalam skenario terburuk, pertumbuhan ekonomi dunia hanya 2%.
Tak sedikit pihak yang memprediksi puncak pelemahan ekonomi dunia bakal terjadi pada 2023. Hal tersebut tak lain karena tensi geopolitik yang masih berlanjut yang akan berdampak pada gangguan suplai global baik di bidang energi, pangan dan keuangan. Hal ini terlihat pada peningkatan inflasi di berbagai negara, yang memangkas kesejahteraan masyarakat di berbagai dunia.
Di tengah guncangan ekonomi global, ekspansi perekonomian Indonesia mampu melaju kuat sepanjang tahun 2022. Sumber utama pertumbuhan selama tiga triwulan terakhir adalah dari membaiknya permintaan domestik yang disokong oleh konsumsi rumah tangga yang tinggi, investasi yang tetap positif, dan neraca perdagangan yang terus surplus.
Selain itu, membaiknya mobilitas, berkembangnya aktivitas ekonomi, dan kuatnya keyakinan konsumen mampu mendorong kegiatan produksi dan konsumsi terus bertumbuh. Terlebih, meski sempat dibayangi dengan kenaikan harga, namun kinerja lapangan usaha di Indonesia masih mampu meningkat seperti batu bara, CPO, besi, dan baja seiring dengan peningkatan permintaan dari mitra dagang utama.
Gambaran tersebut menunjukkan langkah kebijakan pemerintah menjaga daya beli masyarakat, seperti BLT, BSU, Kartu Pra-kerja, PKH, di tengah tekanan kenaikan inflasi akibat pengalihan subsidi BBM sudah tepat. Ditambah bauran kebijakan yang diambil BI dan koordinasi yang baik antar mitra strategis, seperti Tim Pengendali Inflasi Daerah dan Pusat (TPID dan TPIP), Gerakan Nasional Pengendalian Inflasi Pangan (GNPIP), telah berhasil mengerem laju inflasi dan mengendalikan dampak lanjutan dari kenaikan harga BBM.
Meski demikian, keberhasilan capaian ekonomi Indonesia selama 2022 nyatanya tak menutup kemugkinan bagi Indonesia untuk lepas dari guncangan ekonomi global. Perekonomian global yang masih terus dihantui ketidakpastian di tahun mendatang berpeluang memberikan ancaman bagi perekonomian Indonesia melalui reflasi.
Staf Khusus Menteri Keuangan RI
Seiring berlanjutnya ketidakpastian global, perlambatan ekonomi makin meluas dan dialami oleh sejumlah negara-negara di dunia. Beberapa lembaga, termasuk Bank Indonesia (BI) memprediksi kinerja ekonomi global memburuk pada 2023.
Dua kekuatan ekonomi dunia, Eropa dan Amerika Serikat (AS), berpotensi masuk ke jurang resesi tahun depan dengan tingkat kemungkinan sebesar 60%. Adapun pertumbuhan ekonomi dunia tahun ini diperkirakan hanya di kisaran 3% dan 2023 melambat menjadi 2,6%. Bahkan, dalam skenario terburuk, pertumbuhan ekonomi dunia hanya 2%.
Tak sedikit pihak yang memprediksi puncak pelemahan ekonomi dunia bakal terjadi pada 2023. Hal tersebut tak lain karena tensi geopolitik yang masih berlanjut yang akan berdampak pada gangguan suplai global baik di bidang energi, pangan dan keuangan. Hal ini terlihat pada peningkatan inflasi di berbagai negara, yang memangkas kesejahteraan masyarakat di berbagai dunia.
Di tengah guncangan ekonomi global, ekspansi perekonomian Indonesia mampu melaju kuat sepanjang tahun 2022. Sumber utama pertumbuhan selama tiga triwulan terakhir adalah dari membaiknya permintaan domestik yang disokong oleh konsumsi rumah tangga yang tinggi, investasi yang tetap positif, dan neraca perdagangan yang terus surplus.
Selain itu, membaiknya mobilitas, berkembangnya aktivitas ekonomi, dan kuatnya keyakinan konsumen mampu mendorong kegiatan produksi dan konsumsi terus bertumbuh. Terlebih, meski sempat dibayangi dengan kenaikan harga, namun kinerja lapangan usaha di Indonesia masih mampu meningkat seperti batu bara, CPO, besi, dan baja seiring dengan peningkatan permintaan dari mitra dagang utama.
Gambaran tersebut menunjukkan langkah kebijakan pemerintah menjaga daya beli masyarakat, seperti BLT, BSU, Kartu Pra-kerja, PKH, di tengah tekanan kenaikan inflasi akibat pengalihan subsidi BBM sudah tepat. Ditambah bauran kebijakan yang diambil BI dan koordinasi yang baik antar mitra strategis, seperti Tim Pengendali Inflasi Daerah dan Pusat (TPID dan TPIP), Gerakan Nasional Pengendalian Inflasi Pangan (GNPIP), telah berhasil mengerem laju inflasi dan mengendalikan dampak lanjutan dari kenaikan harga BBM.
Meski demikian, keberhasilan capaian ekonomi Indonesia selama 2022 nyatanya tak menutup kemugkinan bagi Indonesia untuk lepas dari guncangan ekonomi global. Perekonomian global yang masih terus dihantui ketidakpastian di tahun mendatang berpeluang memberikan ancaman bagi perekonomian Indonesia melalui reflasi.
tulis komentar anda