Pemerintah Akui Setiap Pasal RKUHP Bisa Diperdebatkan
Sabtu, 12 November 2022 - 07:04 WIB
JAKARTA - Pemerintah melalui Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkumham) Edward Omar Sharif Hiariej mengakui setiap pasal dalam draf Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana ( RKUHP ) bisa diperdebatkan. Dia mengungkapkan bahwa menyusun RKUHP tidak mudah.
"Yang ingin saya katakan bahwa menyusun KUHP dalam suatu negara yang multietnis, multireligi, dan multikultur itu tidak mudah dan tidak akan pernah sempurna. Setiap isu, setiap formulasi pasal itu bisa diperdebatkan," kata pria yang akrab dipanggil Eddy dalam acara Sosialisasi RKUHP di Universitas Udayana, Badung, Bali, Jumat (11/11/2022).
Dia memberikan contoh ketika menyosialisasikan RKUHP mengenai pasal perzinaan ke Provinsi Sulawesi Utara dan Sumatera Barat. Dia mengatakan, kedua daerah itu memiliki perbedaan pendapat.
Masyarakat Sulawesi Utara protes karena pemerintah terlalu mengurus hal-hal yang bersifat pribadi. Sedangkan masyarakat Sumatera Barat menilai zina merupakan perbuatan yang melanggar hukum.
"Satu contoh konkret kita memasang perzinaan itu dengan delik aduan. Kita sosialisasi ke suatu provinsi ke Provinsi Sulawesi Utara kalau saya enggak salah ingat, kita diprotes kenapa pemerintah harus mengurus hal-hal yang bersifat privat, sampai masuk ke kamar tidur orang, sampai masuk ke kamar hotel," katanya.
"Kemudian kita pindah ke Sumatera Barat kita diprotes juga, dikatakan ini terlalu lemah. Kenapa delik aduan, semua orang bisa melapor karena zina itu melanggar hukum agama. Jadi kalau anda semua dalam posisi kami, anda mau pilih yang mana? Anda memilih Sulawesi Utara, maka Sumatera Barat mengatakan tidak aspiratif, mengikuti Sumatera Barat, maka Sulawesi Utara mengatakan tidak aspiratif," sambungnya.
Namun Eddy menjelaskan bahwa perbedaan pendapat merupakan hal wajar di negara beragam. Bahkan, Eddy memastikan bahwa pemerintah akan mengakomodasi aspirasi publik dan mencari jalan tengah terkait pertentangan di RKUHP.
"Belanda yang homogen dengan luas provinsi sebesar Jawa Barat jumlah penduduk pada saat KUHP dibuat hanya sekitar 1 juta, 2 juta orang, dia membutuhkan waktu 70 tahun," katanya.
"Lalu anda bayangkan dengan kita yang besarnya 1/8 dunia, jumlah penduduk 200 juta, multietnis, multireligi, multikultur, itu juga tidak mudah dan sangat tidak mudah," pungkasnya.
"Yang ingin saya katakan bahwa menyusun KUHP dalam suatu negara yang multietnis, multireligi, dan multikultur itu tidak mudah dan tidak akan pernah sempurna. Setiap isu, setiap formulasi pasal itu bisa diperdebatkan," kata pria yang akrab dipanggil Eddy dalam acara Sosialisasi RKUHP di Universitas Udayana, Badung, Bali, Jumat (11/11/2022).
Dia memberikan contoh ketika menyosialisasikan RKUHP mengenai pasal perzinaan ke Provinsi Sulawesi Utara dan Sumatera Barat. Dia mengatakan, kedua daerah itu memiliki perbedaan pendapat.
Masyarakat Sulawesi Utara protes karena pemerintah terlalu mengurus hal-hal yang bersifat pribadi. Sedangkan masyarakat Sumatera Barat menilai zina merupakan perbuatan yang melanggar hukum.
"Satu contoh konkret kita memasang perzinaan itu dengan delik aduan. Kita sosialisasi ke suatu provinsi ke Provinsi Sulawesi Utara kalau saya enggak salah ingat, kita diprotes kenapa pemerintah harus mengurus hal-hal yang bersifat privat, sampai masuk ke kamar tidur orang, sampai masuk ke kamar hotel," katanya.
"Kemudian kita pindah ke Sumatera Barat kita diprotes juga, dikatakan ini terlalu lemah. Kenapa delik aduan, semua orang bisa melapor karena zina itu melanggar hukum agama. Jadi kalau anda semua dalam posisi kami, anda mau pilih yang mana? Anda memilih Sulawesi Utara, maka Sumatera Barat mengatakan tidak aspiratif, mengikuti Sumatera Barat, maka Sulawesi Utara mengatakan tidak aspiratif," sambungnya.
Namun Eddy menjelaskan bahwa perbedaan pendapat merupakan hal wajar di negara beragam. Bahkan, Eddy memastikan bahwa pemerintah akan mengakomodasi aspirasi publik dan mencari jalan tengah terkait pertentangan di RKUHP.
"Belanda yang homogen dengan luas provinsi sebesar Jawa Barat jumlah penduduk pada saat KUHP dibuat hanya sekitar 1 juta, 2 juta orang, dia membutuhkan waktu 70 tahun," katanya.
"Lalu anda bayangkan dengan kita yang besarnya 1/8 dunia, jumlah penduduk 200 juta, multietnis, multireligi, multikultur, itu juga tidak mudah dan sangat tidak mudah," pungkasnya.
(rca)
Lihat Juga :
tulis komentar anda