Tolak Uji Materi UU PSDN, Putusan MK Dinilai Tak Konsisten

Senin, 31 Oktober 2022 - 21:32 WIB
Selain itu, kata dia, terhadap pemilik SDA, SDB dan Sarprasnas sifatnya wajib oleh karena penetapannya yang sepihak atau tidak sama sekali mengakomodasi consentious objection.

“Dalam pertimbangannya MK mengakui sistem peradilan militer harus direformasi sebagaimana amanat Reformasi yang tertuang dalam Tap MPR No. VII Tahun 2000 yang salah satu pokoknya membagi kekuasaan peradilan sipil dan militer serta juga memerintahkan TNI untuk tunduk pada kekuasaan peradilan umum (sipil) dalam hal pelanggaran hukum pidana umum. Kendati berpendapat demikian, MK dalam putusan tidak konsisten dengan tidak membatalkan pasal yang mempidanakan Komcad (sipil) dalam Peradilan Militer,” ucapnya.

Kelima, dalam pertimbanhan MK mengakui dalam hal untuk menghadapi ancaman militer TNI merupakan komponen utama, didukung oleh komponen cadangan dan komponen pendukung. Sedangkan untuk menghadapi ancaman nonmiliter menempatkan lembaga pemerintahan di luar bidang pertahanan sebagai unsur utama sebagaimana Pasal 7 UU Pertahanan Negara.

Konsekuensi dari pernyataan tersebut seharusnya komponen cadangan yang dibuat Kemhan seharusnya hanya ditujukan untuk kepentingan membantu komponen utama yakni TNI dalam pertahanan negara dalam rangka menghadapi ancaman militer atau kemungkinan perang dengan negara lain.

Sedangkan untuk menghadapi ancaman selain ancaman militer, Kemhan tidak tepat untuk membentuk komponen cadangan, karena komponen utama menghadapi ancaman selain ancaman militer adalah lembaga di luar bidang pertahanan sebagaimana dimaksud Pasal 7 UU Pertahanan Negara.

”Dengan dasar pertimbangan ini hakim MK harusnya mengabulkan gugatan pemohom agar komponen cadangan digunakan untuk hadapi ancaman militer saja (perang) dan tidak untuk ancaman nonmiliter dan hibrida. Namun MK malah menolak gugatan pemohon padahal dasar pertimbanganya sudah jelas,” ucapnya.

Tidak hanya itu, Mahkamah Konstitusi juga keliru dalam dasar konseptualnya di dasar pertimbangannya dan keputusanya. Salah satunya MK menyebutkan polisi adalah masyarakat sipil sehingga sama dengan ormas dan karenanya diklasifikasikan sebagai komponen pendukung sehingga pengaturan UU PSDN sudah benar.

Padahal dalam Pasal 30 ayat (2) UUD 1945 menyatakan usaha pertahanan dan keamanan negara dilaksanakan melalui sistem pertahanan dan keamanan rakyat semesta oleh Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia, sebagai kekuatan utama, dan rakyat, sebagai kekuatan pendukung.

“Dalam negara demokrasi polisi bukan masyarakat sipil tetapi institusi sipil dan alat negara untuk menjalankan fungsi keamanan dan ketertiban masyarakat dan penegakkan hukum. Dengan demikian, pertimbangan dan putusan MK yg menyebutkan bahwa polisi adalah bagian masyarakat sipil adalah sesat pikir ,” katanya.
(cip)
Halaman :
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More