Bertahan dan Tumbuh dalam Turbulensi Ekonomi Dunia
Senin, 31 Oktober 2022 - 11:39 WIB
Di tengah ketidakpastian global, indikator sektor eksternal Indonesia juga menunjukkan perkembangan yang relatif baik dan terkendali. Hal itu tercermin dari transaksi berjalan yang masih surplus, neraca perdagangan yang surplus selama 26 bulan berturut-turut, cadangan devisa yang tetap tinggi per Juli 2022 untuk membiayai 6,2 bulan impor, serta rasio utang masih berada pada level yang aman.
Strategi Menghadapi Guncangan
Peningkatan risiko global berdampak pada penurunan daya beli konsumsi masyarakat serta meningkatkancost of funddan berpotensi menghambat tren pemulihan. Oleh sebab itu, APBN didorong sebagaishock absorberdalam menjaga momentum pemulihan ekonomi semakin menguat dan melindungi daya beli masyarakat kemudian kondisi fiskal perlu dijaga tetap sehat dan berkelanjutan.
Artinya, solusi untuk bertahan dari badai ekonomi global adalah dengan menjaga daya beli masyarakat. Hal ini karena ekonomi Indonesia lebih banyak ditopang oleh konsumsi rumah tangga dalam negeri.
Data BPS mencatat bahwa pada kuartal II/2022, konsumsi rumah tangga merupakan penyumbang terbesar terhadap total pertumbuhan ekonomi yakni 51,47%. Tingginya konsumsi rumah tangga ini utamanya didukung oleh meningkatnya daya beli kelompok masyarakat bawah, di mana kelompok bawah, terbantu oleh bantuan sosial yang dialokasikan pemerintah.
Subsidi langsung dan tepat sasaran adalah salah satu bentuk belanja pemerintah yang memiliki dampak pengganda besar untuk ekonomi karena memiliki kecendungan mengkonsumsi atau marginal propensity to consume yang cukup besar. Hal itu tak lain karena masyarakat menengah ke bawah mampu memiliki dana lebih untuk dapat langsung dibelanjakan.
Melalui pemberian berbagai bantalan sosial ini diharapkan dapat melindungi daya beli masyarakat dari tekanan kenaikan harga global dan juga mengurangi angka kemiskinan di Indonesia.
Secara umum, seluruh realisasi atas berbagai program pemerintah yang telah direncanakan perlu segera dilaksanakan. Pasalnya, data menunjukkan bahwa realisasi belanja pemerintah pusat dan daerah masih belum optimal di mana hingga kuartal III/2022, yakni masih di bawah 60%.
Belanja pemerintah pusat hingga akhir Agustus 2022 tercatat Rp1.178,1 triliun atau 51,1% dari pagu Rp2.301,6 triliun. Artinya, masih ada Rp1.123,5 triliun yang belum dibelanjakan pemerintah pusat.
Sementara realisasi belanja pemerintah daerah tercatat mencapai Rp534,8 triliun atau baru 44,9% dari pagu Rp1.190,5. Maka, belanja pemerintah daerah masih tersisa Rp655,6 triliun yang perlu dioptimalkan hingga akhir tahun. Oleh sebab itu, belanja keduanya perlu digenjot agar komponen belanja pemerintah dapat menjadi penopang pertumbuhan ekonomi di tengah guncangan ekonomi global tahun ini.
Strategi Menghadapi Guncangan
Peningkatan risiko global berdampak pada penurunan daya beli konsumsi masyarakat serta meningkatkancost of funddan berpotensi menghambat tren pemulihan. Oleh sebab itu, APBN didorong sebagaishock absorberdalam menjaga momentum pemulihan ekonomi semakin menguat dan melindungi daya beli masyarakat kemudian kondisi fiskal perlu dijaga tetap sehat dan berkelanjutan.
Artinya, solusi untuk bertahan dari badai ekonomi global adalah dengan menjaga daya beli masyarakat. Hal ini karena ekonomi Indonesia lebih banyak ditopang oleh konsumsi rumah tangga dalam negeri.
Data BPS mencatat bahwa pada kuartal II/2022, konsumsi rumah tangga merupakan penyumbang terbesar terhadap total pertumbuhan ekonomi yakni 51,47%. Tingginya konsumsi rumah tangga ini utamanya didukung oleh meningkatnya daya beli kelompok masyarakat bawah, di mana kelompok bawah, terbantu oleh bantuan sosial yang dialokasikan pemerintah.
Subsidi langsung dan tepat sasaran adalah salah satu bentuk belanja pemerintah yang memiliki dampak pengganda besar untuk ekonomi karena memiliki kecendungan mengkonsumsi atau marginal propensity to consume yang cukup besar. Hal itu tak lain karena masyarakat menengah ke bawah mampu memiliki dana lebih untuk dapat langsung dibelanjakan.
Melalui pemberian berbagai bantalan sosial ini diharapkan dapat melindungi daya beli masyarakat dari tekanan kenaikan harga global dan juga mengurangi angka kemiskinan di Indonesia.
Secara umum, seluruh realisasi atas berbagai program pemerintah yang telah direncanakan perlu segera dilaksanakan. Pasalnya, data menunjukkan bahwa realisasi belanja pemerintah pusat dan daerah masih belum optimal di mana hingga kuartal III/2022, yakni masih di bawah 60%.
Belanja pemerintah pusat hingga akhir Agustus 2022 tercatat Rp1.178,1 triliun atau 51,1% dari pagu Rp2.301,6 triliun. Artinya, masih ada Rp1.123,5 triliun yang belum dibelanjakan pemerintah pusat.
Sementara realisasi belanja pemerintah daerah tercatat mencapai Rp534,8 triliun atau baru 44,9% dari pagu Rp1.190,5. Maka, belanja pemerintah daerah masih tersisa Rp655,6 triliun yang perlu dioptimalkan hingga akhir tahun. Oleh sebab itu, belanja keduanya perlu digenjot agar komponen belanja pemerintah dapat menjadi penopang pertumbuhan ekonomi di tengah guncangan ekonomi global tahun ini.
tulis komentar anda