Bijak Menyikapi Konten Horor Resesi di Media Sosial
Kamis, 20 Oktober 2022 - 20:01 WIB
Hal itu dibuktikan dengan meningkatnya belanja dan konsumsi negara-negara Eropa dan China. Spanyol misalnya, masih akan meningkatkan belanjanya tahun depan, dengan porsi belanja militer naik 25% dibandingkan tahun ini. Jerman masih menyiapkan anggaran yang besar untuk tahun depan dalam rangka stabilisasi perekonomian domestiknya, yakni sebesar 445 miliar Euro. Sedangkan China tetap meningkatkan anggaran belanjanya untuk menjaga pertumbuhan ekonominya berada di kisaran 4-5%.
Meskipun kondisi ekonomi global tak seperti yang dinarasikan oleh berbagai lenbaga riset, namun isu resesi dunia berhasil menghadirkan fear mongering di banyak negara khususnya di negara berkembang. Di Dalam negeri misalnya, sejatinya daya beli masyarakat mulai pulih dan investasi mulai masuk dengan adanya sejumlah insentif yang masih diberikan oleh pemerintah.
Sayangnya, di era digital saat ini, literasi masyarakat terkait ekonomi makro masih rendah, sehingga mudah dipengaruhi oleh isu-isu ataupun konten yang dinarasikan pihak-pihak yang tak berkompeten.
Di media sosial, banyak yang menyebut dirinya influencer membuat konten mengenai resesi. Mereka semua menyampaikan pesan yang sama, masyarakat harus takut dan waspada. Sehingga bagi masyarakat yang ingin “selamat” dari resesi, perlu mengikuti saran yang mereka berikan.
Meski banyak yang terpengaruh dan menganggap teredukasi, namun bagi sebagian lainnya hal tersebut patut diwaspadai sebagai strategi untuk menjual jasa yang mereka tawarkan.
Masyarakat harus jeli, agar tak terperdaya oleh pihak-pihak yang sengaja menyebar ketakutan yang irasional atau tidak perlu. Manipulasi yang memanfaatkan kerentanan orang lain terhadap risiko atau ancaman semakin marak dalam kurun lima tahun terakhir. Rasa takut yang dimanipulasi tersebut digunakan oleh berbagai pihak untuk menggiring opini publik.
Dalam marketing, penggunaan strategi fear mongering disebut sebagai fear appeals yang merupakan pesan yang didesain untuk menakut-nakuti audiens sehingga mereka terbujuk untuk melakukan langkah-langkah yang dianjurkan-dalam hal ini membeli produk atau jasa yang ditawarkan. Manipulasi ketakutan ini marak ditemui dalam iklan-iklan jasa keuangan, dan terbukti berakhir dengan kerugian masyarakat.
Para pembuat konten yang menggunakan taktik fear mongering kerap berdalih tak ada maksud untuk membuat masyarakat panik dan hanya ingin membuat konten yang edukatif. Meskipun banyak ditemui ada tujuan yang hendak dicapai dalam konten tersebut.
Kewaspadaan dan kehati-hatian diperlukan dalam menyikapi resesi yang diperkirakan dan belum tentu terjadi di 2023. Namun masyarakat tak perlu memiliki rasa khawatir yang berlebihan. Indonesia pernah melalui konsidi yang sangat tak menguntungkan pada 1998 dan 2008, namun pemerintah di masa itu berhasil melakukan penanganan krisis dengan gemilang.
Meskipun kondisi ekonomi global tak seperti yang dinarasikan oleh berbagai lenbaga riset, namun isu resesi dunia berhasil menghadirkan fear mongering di banyak negara khususnya di negara berkembang. Di Dalam negeri misalnya, sejatinya daya beli masyarakat mulai pulih dan investasi mulai masuk dengan adanya sejumlah insentif yang masih diberikan oleh pemerintah.
Sayangnya, di era digital saat ini, literasi masyarakat terkait ekonomi makro masih rendah, sehingga mudah dipengaruhi oleh isu-isu ataupun konten yang dinarasikan pihak-pihak yang tak berkompeten.
Di media sosial, banyak yang menyebut dirinya influencer membuat konten mengenai resesi. Mereka semua menyampaikan pesan yang sama, masyarakat harus takut dan waspada. Sehingga bagi masyarakat yang ingin “selamat” dari resesi, perlu mengikuti saran yang mereka berikan.
Meski banyak yang terpengaruh dan menganggap teredukasi, namun bagi sebagian lainnya hal tersebut patut diwaspadai sebagai strategi untuk menjual jasa yang mereka tawarkan.
Masyarakat harus jeli, agar tak terperdaya oleh pihak-pihak yang sengaja menyebar ketakutan yang irasional atau tidak perlu. Manipulasi yang memanfaatkan kerentanan orang lain terhadap risiko atau ancaman semakin marak dalam kurun lima tahun terakhir. Rasa takut yang dimanipulasi tersebut digunakan oleh berbagai pihak untuk menggiring opini publik.
Dalam marketing, penggunaan strategi fear mongering disebut sebagai fear appeals yang merupakan pesan yang didesain untuk menakut-nakuti audiens sehingga mereka terbujuk untuk melakukan langkah-langkah yang dianjurkan-dalam hal ini membeli produk atau jasa yang ditawarkan. Manipulasi ketakutan ini marak ditemui dalam iklan-iklan jasa keuangan, dan terbukti berakhir dengan kerugian masyarakat.
Para pembuat konten yang menggunakan taktik fear mongering kerap berdalih tak ada maksud untuk membuat masyarakat panik dan hanya ingin membuat konten yang edukatif. Meskipun banyak ditemui ada tujuan yang hendak dicapai dalam konten tersebut.
Kewaspadaan dan kehati-hatian diperlukan dalam menyikapi resesi yang diperkirakan dan belum tentu terjadi di 2023. Namun masyarakat tak perlu memiliki rasa khawatir yang berlebihan. Indonesia pernah melalui konsidi yang sangat tak menguntungkan pada 1998 dan 2008, namun pemerintah di masa itu berhasil melakukan penanganan krisis dengan gemilang.
Lihat Juga :
tulis komentar anda