Wajah Janus Tahun 2023
loading...
A
A
A
Gun Gun Heryanto
Direktur Eksekutif The Political Literacy Institute, dan Dosen Komunikasi Politik UIN Jakarta
TAHUN 2022 sampai di penghujung waktu. Ragam kejadian politik telah mengemuka dan menjadi bagian dari dinamika sosial sepanjang tahun ini. Kita akan memasuki fase baru, menapaki perjalanan tahun politik di 2023. Tahun yang diprediksi akan menampilkan wajah Janus.
Dalam mitologi Yunani, Janus digambarkan sebagai dewa bermuka dua yang menghadap ke arah yang berlawanan. Satu muka menunjukkan optimisme, harapan perubahan dan masa depan. Satu mukanya lagi pesimisme, keraguan, kegalauan, kesuraman yang meyimbolkan situasi tak menyenangkan.
Dua realitas yang menampilkan paradoks, dan akan kita jalani segera. Situasi ekonomi global yang tak pasti, dan politik yang akan memasuki fase menentukan jelang perhelatan Pemilu 2024.
Kaleidoskop 2022
Paling tidak ada tiga catatan penting saya sebagai refleksi bidang politik tahun ini. Pertama, hal yang harus kita syukuri adalah kepastian dimulainya tahapan Pemilu 2024.
Secercah harapan tersebut muncul dimulai dengan adanya kesepakatan antara DPR RI, Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), KPU dan Bawaslu pada Senin, 24 Januari 2022. Pemilu yang reguler, memiliki arti penting dan strategis dalam menjaga kondusifnya demokrasi.
Baca Juga: koran-sindo.com
Kepastian menggelar pemilu di 14 Februari 2024, dan Pilkada pada 27 November 2022, menjadi tonggak penting di tengah nada sumbang tetapi bergelombang tentang penundaaan pemilu dan penambahan periode kekuasaan presiden yang disuarakan konsultan politik, sejumlah menteri di Kabinet Jokowi, relawan dan lain-lain. Wacana yang jelas bertentangan dengan asas kepastian penyelengaraan pemilu lima tahunan yang diatur konstitusi.
Pada Pasal 7 UUD 1945, sudah sangat jelas menyatakan bahwa presiden dan wakil presiden memegang jabatan selama lima tahun dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama, hanya untuk satu kali masa jabatan. Artinya, periodisasi jabatan presiden dan wakil presiden, sebagai hal pasti (fix term) bukan hal yang fleksibel. Sementara soal regularitas pemilunya, sesuai dengan ketentuan Pasal 22E UUD 1945, harus digelar setiap lima tahun sekali.
Wacana liar penundaan Pemilu 2024 maupun penambahan periode kekuasaan wajib ditolak! Terlebih jika menyandarkan argumen pada situasi pandemi dan pemulihan ekonomi semata-mata. Konstitusi, meksipun bisa diamendemen, tetapi tidak dilakukan dengan alasan yang bersifat serampangan.
Direktur Eksekutif The Political Literacy Institute, dan Dosen Komunikasi Politik UIN Jakarta
TAHUN 2022 sampai di penghujung waktu. Ragam kejadian politik telah mengemuka dan menjadi bagian dari dinamika sosial sepanjang tahun ini. Kita akan memasuki fase baru, menapaki perjalanan tahun politik di 2023. Tahun yang diprediksi akan menampilkan wajah Janus.
Dalam mitologi Yunani, Janus digambarkan sebagai dewa bermuka dua yang menghadap ke arah yang berlawanan. Satu muka menunjukkan optimisme, harapan perubahan dan masa depan. Satu mukanya lagi pesimisme, keraguan, kegalauan, kesuraman yang meyimbolkan situasi tak menyenangkan.
Dua realitas yang menampilkan paradoks, dan akan kita jalani segera. Situasi ekonomi global yang tak pasti, dan politik yang akan memasuki fase menentukan jelang perhelatan Pemilu 2024.
Kaleidoskop 2022
Paling tidak ada tiga catatan penting saya sebagai refleksi bidang politik tahun ini. Pertama, hal yang harus kita syukuri adalah kepastian dimulainya tahapan Pemilu 2024.
Secercah harapan tersebut muncul dimulai dengan adanya kesepakatan antara DPR RI, Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), KPU dan Bawaslu pada Senin, 24 Januari 2022. Pemilu yang reguler, memiliki arti penting dan strategis dalam menjaga kondusifnya demokrasi.
Baca Juga: koran-sindo.com
Kepastian menggelar pemilu di 14 Februari 2024, dan Pilkada pada 27 November 2022, menjadi tonggak penting di tengah nada sumbang tetapi bergelombang tentang penundaaan pemilu dan penambahan periode kekuasaan presiden yang disuarakan konsultan politik, sejumlah menteri di Kabinet Jokowi, relawan dan lain-lain. Wacana yang jelas bertentangan dengan asas kepastian penyelengaraan pemilu lima tahunan yang diatur konstitusi.
Pada Pasal 7 UUD 1945, sudah sangat jelas menyatakan bahwa presiden dan wakil presiden memegang jabatan selama lima tahun dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama, hanya untuk satu kali masa jabatan. Artinya, periodisasi jabatan presiden dan wakil presiden, sebagai hal pasti (fix term) bukan hal yang fleksibel. Sementara soal regularitas pemilunya, sesuai dengan ketentuan Pasal 22E UUD 1945, harus digelar setiap lima tahun sekali.
Wacana liar penundaan Pemilu 2024 maupun penambahan periode kekuasaan wajib ditolak! Terlebih jika menyandarkan argumen pada situasi pandemi dan pemulihan ekonomi semata-mata. Konstitusi, meksipun bisa diamendemen, tetapi tidak dilakukan dengan alasan yang bersifat serampangan.