Kominfo: Orang Tua Berperan Penting Lindungi Anak dari Bahaya Internet
loading...
A
A
A
JAKARTA - Jumlah pengguna internet di kalangan anak-anak Indonesia terus bertambah. Data Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) menyebut 10% pengguna internet di Indonesia berusia di bawah 15 tahun. Pengunaan internet tanpa pengawasan pada anak-anak berpotensi membawa dampak berbahaya.
Program Manager Ecpat Indonesia Andi Ardian, mengatakan saat ini orang tua mempunyai keresahan bersama terkait aktivitas anak-anak di dunia maya. Anak-anak bisa terpapar konten negatif, pemerasan, terpengaruh dari perilaku buruk, korban eksploitasi seksual, hingga korban konsumsi produk tertentu.
“Jadi yang tidak dipahami adalah eskalasi ketika anak-anak melakukan kegiatan di (ruang) online itu bisa menjadi semakin cepat menyebar karena akan meninggalkan jejak digital, yang bisa memperburuk situasi,” jelasnya dalam acara Obral Obrol Literasi Digital (OOTD) dengan tema “Lindungi Anak Kita di Ruang Digital” Minggu (10/3/2024).
Baca Juga: Anak dan remaja rawan penyalahgunaan internet avatar
Untuk konten yang sifatnya sensitif, lanjut Andi, hal ini dapat memberikan trauma kepada anak-anak. Dia akan mendapatkan trauma seumur hidup karena melihat konten buruk mengenai dirinya tersebar.
“Regulasi yang ada saat ini masih memiliki celah. Misalnya, kasus grooming online atau kejahatan seksual terhadap anak yang belum ada aturan hukumnya. Ini tantangan bagi pemangku kepentingan dan pembuat regulasi untuk menutup celah hukum ini,” katanya.
Dalam hal perlindungan anak, Andi menambahkan beberapa upaya dilakukan seperti UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual dan juga rancangan Perpres Perlindungan Anak Dalam Jaringan Internet. Menurutnya, yang paling mendesak adalah kemampuan literasi digital yang ada di masyarakat. “Saat ini harusnya mesti berpikir secara digital, dalam konteks perlindungan anak,” ujarnya.
Program Director Digimom Lusi Ayudaningsih mengatakan ada risiko anak di dunia digital, yaitu sebagai pelaku dan juga korban. Misalnya anak-anak dapat menjadi korban cyberbullying atau juga pelaku cyberbullying itu sendiri.
Lusi Ayudaningsih menegaskan pentingnya peran orang tua dalam perlindungan anak di dunia digital. Pertama, yang harus dilakukan adalah menyamakan pola asuh anak. Kedua, mulai edukasi kepada anak untuk mengenalkan fungsi-fungsi perangkat digital. Ketiga, hal-hal yang bisa terjadi di ruang digital, seperti konten negatif, pornografi, cyberbullying dan sebagainya.
Program Manager Ecpat Indonesia Andi Ardian, mengatakan saat ini orang tua mempunyai keresahan bersama terkait aktivitas anak-anak di dunia maya. Anak-anak bisa terpapar konten negatif, pemerasan, terpengaruh dari perilaku buruk, korban eksploitasi seksual, hingga korban konsumsi produk tertentu.
“Jadi yang tidak dipahami adalah eskalasi ketika anak-anak melakukan kegiatan di (ruang) online itu bisa menjadi semakin cepat menyebar karena akan meninggalkan jejak digital, yang bisa memperburuk situasi,” jelasnya dalam acara Obral Obrol Literasi Digital (OOTD) dengan tema “Lindungi Anak Kita di Ruang Digital” Minggu (10/3/2024).
Baca Juga: Anak dan remaja rawan penyalahgunaan internet avatar
Untuk konten yang sifatnya sensitif, lanjut Andi, hal ini dapat memberikan trauma kepada anak-anak. Dia akan mendapatkan trauma seumur hidup karena melihat konten buruk mengenai dirinya tersebar.
“Regulasi yang ada saat ini masih memiliki celah. Misalnya, kasus grooming online atau kejahatan seksual terhadap anak yang belum ada aturan hukumnya. Ini tantangan bagi pemangku kepentingan dan pembuat regulasi untuk menutup celah hukum ini,” katanya.
Dalam hal perlindungan anak, Andi menambahkan beberapa upaya dilakukan seperti UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual dan juga rancangan Perpres Perlindungan Anak Dalam Jaringan Internet. Menurutnya, yang paling mendesak adalah kemampuan literasi digital yang ada di masyarakat. “Saat ini harusnya mesti berpikir secara digital, dalam konteks perlindungan anak,” ujarnya.
Program Director Digimom Lusi Ayudaningsih mengatakan ada risiko anak di dunia digital, yaitu sebagai pelaku dan juga korban. Misalnya anak-anak dapat menjadi korban cyberbullying atau juga pelaku cyberbullying itu sendiri.
Lusi Ayudaningsih menegaskan pentingnya peran orang tua dalam perlindungan anak di dunia digital. Pertama, yang harus dilakukan adalah menyamakan pola asuh anak. Kedua, mulai edukasi kepada anak untuk mengenalkan fungsi-fungsi perangkat digital. Ketiga, hal-hal yang bisa terjadi di ruang digital, seperti konten negatif, pornografi, cyberbullying dan sebagainya.
(cip)