Ikhtiar Kolektif Tumbuhkan Minat Baca
Sabtu, 01 Oktober 2022 - 07:06 WIB
Ditambah lagi kehadiran internet bisa memudahkan seseorang dalam membaca karena begitu luas dan lengkapnya jagat internet. Atau sebaliknya, keberadaan internet yang memudahkan segala hal dan aksesnya begitu mudah nan cepat bisa menuntun seseorang semakin berjarak dari dunia literatur.
Selain faktor-faktor tersebut, tidak dapat dimungkiri kegemaran membaca juga bukan budaya nenek moyang kita. Karena itu orang Indonesia, khususnya generasi muda tidak menjadikan kebiasaan membaca buku sebagai hal yang penting.
Sejak dulu kita memang terbiasa mendengar dan belajar dari dongeng atau cerita yang disampaikan oleh orang tua kita. Sedihnya, kecenderungan masyarakat saat ini adalah lebih suka menonton daripada membaca. Lebih betah berlama-lama di depan layar gawai daripada membaca buku atau surat kabar.
Kategori Melek Huruf
Menurut Gol A Gong dan Agus M Irkham (2012) dalam bukunya Gempa Literasi,melek huruf dibagai menjadi tiga kategori. Pertama, melek huruf teknis, di mana orang yang secara teknis dapat membaca namun belum menjadikan kegiatan membaca sebagai kebutuhan maupun budaya. Kedua, melek huruf fungsional, orang yang menjadikan kegiatan membaca dan menulis sebagai fungsi yang harus dijalankan untuk kebutuhan pekerjaan.
Lalu ketiga, melek huruf budaya, yaitu orang yang tidak hanya melek huruf secara teknis dan fungsional namun sudah menjadikan kegiatan membaca sebagai budaya. Orang dengan melek huruf budaya menganggap membaca sebagai sesuatu yang digemari, mengakar dan dilakukan secara terus-menerus dalam kehidupan dan menjadi kebiasaan.
Dari kategori tersebut penulis berpendapat, tingginya tingkat literasi di Indonesia masih sebatas pada melek huruf teknis dan fungsional. Namun untuk melek huruf budaya, mayoritas masyarakat Indonesia masih dianggap buta, karena kebiasaan membacanya masih kategori rendah.
Hal itu sedikit banyak bisa jadi jawaban atas pertanyaan mengapa masyarakat kita sangat mudah percaya dan terhasut oleh beredarnya berita palsu, berita bohong (hoaks) dan disinformasi. Sebab, masyarakat yang gemar membaca (pembaca terampil) seyogianya mampu membaca, memahami, mengevaluasi, berpikir kritis, dan menyaring segala informasi dengan baik.
Menumbuhkan Minat Baca
Pada era post-truth saat ini, pelbagai informasi yang disuguhkan di dunia maya (internet) sebagian “tidak bertuan” dan tidak jelas sumbernya. Informasi tidak jelas dan sering kali sangat subjektif tersebar begitu cepat, masif, dan dipercaya oleh masyarakat.
Selain faktor-faktor tersebut, tidak dapat dimungkiri kegemaran membaca juga bukan budaya nenek moyang kita. Karena itu orang Indonesia, khususnya generasi muda tidak menjadikan kebiasaan membaca buku sebagai hal yang penting.
Sejak dulu kita memang terbiasa mendengar dan belajar dari dongeng atau cerita yang disampaikan oleh orang tua kita. Sedihnya, kecenderungan masyarakat saat ini adalah lebih suka menonton daripada membaca. Lebih betah berlama-lama di depan layar gawai daripada membaca buku atau surat kabar.
Kategori Melek Huruf
Menurut Gol A Gong dan Agus M Irkham (2012) dalam bukunya Gempa Literasi,melek huruf dibagai menjadi tiga kategori. Pertama, melek huruf teknis, di mana orang yang secara teknis dapat membaca namun belum menjadikan kegiatan membaca sebagai kebutuhan maupun budaya. Kedua, melek huruf fungsional, orang yang menjadikan kegiatan membaca dan menulis sebagai fungsi yang harus dijalankan untuk kebutuhan pekerjaan.
Lalu ketiga, melek huruf budaya, yaitu orang yang tidak hanya melek huruf secara teknis dan fungsional namun sudah menjadikan kegiatan membaca sebagai budaya. Orang dengan melek huruf budaya menganggap membaca sebagai sesuatu yang digemari, mengakar dan dilakukan secara terus-menerus dalam kehidupan dan menjadi kebiasaan.
Dari kategori tersebut penulis berpendapat, tingginya tingkat literasi di Indonesia masih sebatas pada melek huruf teknis dan fungsional. Namun untuk melek huruf budaya, mayoritas masyarakat Indonesia masih dianggap buta, karena kebiasaan membacanya masih kategori rendah.
Hal itu sedikit banyak bisa jadi jawaban atas pertanyaan mengapa masyarakat kita sangat mudah percaya dan terhasut oleh beredarnya berita palsu, berita bohong (hoaks) dan disinformasi. Sebab, masyarakat yang gemar membaca (pembaca terampil) seyogianya mampu membaca, memahami, mengevaluasi, berpikir kritis, dan menyaring segala informasi dengan baik.
Menumbuhkan Minat Baca
Pada era post-truth saat ini, pelbagai informasi yang disuguhkan di dunia maya (internet) sebagian “tidak bertuan” dan tidak jelas sumbernya. Informasi tidak jelas dan sering kali sangat subjektif tersebar begitu cepat, masif, dan dipercaya oleh masyarakat.
Lihat Juga :
tulis komentar anda