Parpol Pendukung Pemerintah Harus Legawa Bila Menterinya Dievaluasi
Kamis, 02 Juli 2020 - 15:01 WIB
JAKARTA - Pernyataan Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto yang mendukung langkah Presiden Joko Widodo (Jokowi) menegur jajaran menteri Kabinet Indonesia Maju dinilai masuk akal.
Pengamat politik Universitas Padjadjaran (Unpad) Idil Akbar mengatakan, semua partai politik harus terima bila menteri yang duduk di kabinet pemerintahan dievaluasi oleh presiden. (Baca juga: Soal Reshuffle, Pengamat: Jokowi Berpeluang Ajak Parpol di Luar Koalisi)
"Apa yang disampaikan hasto ada benarnya juga. Bahwa setiap partai politik harus legowo bila menterinya dievaluasi. Semua menteri yang berasal dari partai politik ketika dievaluasi mereka harus siap dengan itu," kata Idil, Kamis (2/7/2020).
(Baca juga: Isu Reshuffle Kabinet Dinilai Untungkan Oposisi Secara Elektoral)
Idil mengatakan, teguran dan amarah Presiden Jokowi kepada jajaran menterinya dalam rapat kabinet lalu bisa berujung pada reshuffle atau pergantian menteri. Peneliti Pusat Studi Politik dan Keamanan Unpad ini menilai, pidato Jokowi adalah klimaks dari kejengkelan Presiden terhadap kinerja para pembantunya yang tidak memiliki terobosan dalam menangani pandemi Covid-19.
Padahal kata Idil, harapannya para menteri bisa bekerja ekstra keras dan kreatif di masa krisis untuk bisa memenuhi kebutuhan masyarakat. "Memang ada kecenderungan ke arah sana (reshuffle) sebab menurut saya pidato kemarin adalah klimaks bahwa presiden sudah begitu gemas dengan kinerja para pembantunya di kabinet," ucap Idil.
Idil mengatakan, reshuffle kabinet adalah hak prerogatif presiden. Karenanya tidak boleh ada intervensi dari partai politik sekecil apapun. Sebagaimana dicontohkan PDIP, Idil mengatakan semua partai harus legowo bila menterinya dievaluasi. Hal itu dilakukan demi efektifitas kinerja pemerintahan.
"Mungkin akan ada konsekuensi politik terhadap dukungan partai. Tapi yang penting bagi saya kinerja kabinet itu efektif dan memenuhi harapan masyarakat Indonesia. Apalagi ini periode kedua presiden yang tidak berfikir untuk mencalonkan lagi. Jadi all out saja dengan program dan visi misinya," jelasnya.
"Itu menjadi hal yang masuk akal, jika pada akhirnya konsekuensinya adalah mempertaruhkan reputasi politik Jokowi saat mengeluarkan kembali Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu), alasannya jelas agar Indonesia terutama rakyat bisa dipenuhi kebutuhannya, terutama di masa sulit seperti ini," pungkasnya.
Pengamat politik Universitas Padjadjaran (Unpad) Idil Akbar mengatakan, semua partai politik harus terima bila menteri yang duduk di kabinet pemerintahan dievaluasi oleh presiden. (Baca juga: Soal Reshuffle, Pengamat: Jokowi Berpeluang Ajak Parpol di Luar Koalisi)
"Apa yang disampaikan hasto ada benarnya juga. Bahwa setiap partai politik harus legowo bila menterinya dievaluasi. Semua menteri yang berasal dari partai politik ketika dievaluasi mereka harus siap dengan itu," kata Idil, Kamis (2/7/2020).
(Baca juga: Isu Reshuffle Kabinet Dinilai Untungkan Oposisi Secara Elektoral)
Idil mengatakan, teguran dan amarah Presiden Jokowi kepada jajaran menterinya dalam rapat kabinet lalu bisa berujung pada reshuffle atau pergantian menteri. Peneliti Pusat Studi Politik dan Keamanan Unpad ini menilai, pidato Jokowi adalah klimaks dari kejengkelan Presiden terhadap kinerja para pembantunya yang tidak memiliki terobosan dalam menangani pandemi Covid-19.
Padahal kata Idil, harapannya para menteri bisa bekerja ekstra keras dan kreatif di masa krisis untuk bisa memenuhi kebutuhan masyarakat. "Memang ada kecenderungan ke arah sana (reshuffle) sebab menurut saya pidato kemarin adalah klimaks bahwa presiden sudah begitu gemas dengan kinerja para pembantunya di kabinet," ucap Idil.
Idil mengatakan, reshuffle kabinet adalah hak prerogatif presiden. Karenanya tidak boleh ada intervensi dari partai politik sekecil apapun. Sebagaimana dicontohkan PDIP, Idil mengatakan semua partai harus legowo bila menterinya dievaluasi. Hal itu dilakukan demi efektifitas kinerja pemerintahan.
"Mungkin akan ada konsekuensi politik terhadap dukungan partai. Tapi yang penting bagi saya kinerja kabinet itu efektif dan memenuhi harapan masyarakat Indonesia. Apalagi ini periode kedua presiden yang tidak berfikir untuk mencalonkan lagi. Jadi all out saja dengan program dan visi misinya," jelasnya.
"Itu menjadi hal yang masuk akal, jika pada akhirnya konsekuensinya adalah mempertaruhkan reputasi politik Jokowi saat mengeluarkan kembali Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu), alasannya jelas agar Indonesia terutama rakyat bisa dipenuhi kebutuhannya, terutama di masa sulit seperti ini," pungkasnya.
(maf)
tulis komentar anda