Diskursus Dalam Kebijakan Publik
Senin, 05 September 2022 - 09:41 WIB
Jika ditelaah lebih lanjut, komoditas yang dominan menyumbang inflasi adalah cabai merah, bawang merah, minyak goreng, rokok filter, telur ayam, dan ikan segar. Oleh sebab itu, saat ini pemerintah perlu memperkuat pengendalian inflasi pada 2022, khususnya dari sisi suplai dan distribusi pada komoditas pangan serta komoditas lainnya yang harganya mengacu pada aturan pemerintah.
Simalakama Subsidi
Tekanan inflasi yang terus terjadi mulai menggerus daya beli masyarakat. Ernst and Young dalam survei bertajuk EY Future Consumer Index mengungkapkan bahwa konsumen saat ini mulai mengendalikan konsumsi mereka karena tekanan inflasi. Indonesia termasuk di antara negara-negara Asia yang saat ini konsumennya lebih berhati-hati dalam berbelanja.
EY Future Consumer Index menemukan bahwa kenaikan biaya barang dan jasa telah memengaruhi 52% kemampuan responden global untuk membeli barang dan memengaruhi keputusan pembelian mereka. Kenaikan biaya ini berdampak paling besar pada mereka yang berpenghasilan rendah.
Selain itu, mereka yang berpenghasilan menengah dan konsumen berpenghasilan tinggi pun faktanya kini juga mulai turut terhimpit. Konsumen di negara-negara Asia yang mayoritas penduduknya berpenghasilan harian atau mingguan kini menjadi kelompok yang paling berhati-hati dalam berbelanja dan memilih untuk menabung. Konsumen akan terus mengendalikan konsumsi mereka dengan beralih ke alternatif yang lebih murah dan membeli lebih sedikit barang yang dinilai tidak penting.
Diketahui, pada Sabtu (3/9) lalu, pemerintah akhirnya mengumumkan kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) jenis solar menjadi Rp6.800 per liter, pertalite menjadi Rp10.000 per liter, dan pertamax Rp14.500 per liter. Sejatinya, bagi pemerintah kenaikan harga BBM ini diharapkan bisa mengurangi beban subsidi pada APBN.
Ketergantungan masyarakat dengan harga BBM bersubsidi yang ditopang oleh APBN menyebabkan pemerintah tidak dapat bertahan dengan harga minyak dunia yang terus meningkat. Beberapa faktor yang menyebabkan harga BBM subsidi terus bertambah, yaitu tingginya harga minyak mentah di dunia yang menyebabkan harga keekonomian terus bergerak naik.
Kendati demikian, harga jual eceran yang diumumkan pemerintah sebenarnya masih di bawah harga keekonomian terkini sehinggagap-nya tetap menjadi tanggungan APBN, berupa subsidi dan kompensasi.
Selama delapan bulan terakhir, konsumsi solar mencapai 1,5 juta kiloliter per bulan, sedangkan pertalite 2,4 juta kiloliter per bulan. Oleh sebab itu, beban APBN mutlak akan membengkak jika pemerintah tak segera mengambil kebijakan terkait BBM subsidi.
Pertimbangan yang hati-hati dan menjaga ketahanan APBN tentu sudah dilakukan, termasuk menjaga bantalan bagi masyarakat terdampak berupa pemberian bantuan langsung baik oleh pemerintah pusat dan daerah, sampai upaya pengalihan kepada subsidi non-energi. Pemerintah diharapkan mempersiapkan skema yang tepat untuk menjaga stabilitas ekonomi nasional.
Simalakama Subsidi
Tekanan inflasi yang terus terjadi mulai menggerus daya beli masyarakat. Ernst and Young dalam survei bertajuk EY Future Consumer Index mengungkapkan bahwa konsumen saat ini mulai mengendalikan konsumsi mereka karena tekanan inflasi. Indonesia termasuk di antara negara-negara Asia yang saat ini konsumennya lebih berhati-hati dalam berbelanja.
EY Future Consumer Index menemukan bahwa kenaikan biaya barang dan jasa telah memengaruhi 52% kemampuan responden global untuk membeli barang dan memengaruhi keputusan pembelian mereka. Kenaikan biaya ini berdampak paling besar pada mereka yang berpenghasilan rendah.
Selain itu, mereka yang berpenghasilan menengah dan konsumen berpenghasilan tinggi pun faktanya kini juga mulai turut terhimpit. Konsumen di negara-negara Asia yang mayoritas penduduknya berpenghasilan harian atau mingguan kini menjadi kelompok yang paling berhati-hati dalam berbelanja dan memilih untuk menabung. Konsumen akan terus mengendalikan konsumsi mereka dengan beralih ke alternatif yang lebih murah dan membeli lebih sedikit barang yang dinilai tidak penting.
Diketahui, pada Sabtu (3/9) lalu, pemerintah akhirnya mengumumkan kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) jenis solar menjadi Rp6.800 per liter, pertalite menjadi Rp10.000 per liter, dan pertamax Rp14.500 per liter. Sejatinya, bagi pemerintah kenaikan harga BBM ini diharapkan bisa mengurangi beban subsidi pada APBN.
Ketergantungan masyarakat dengan harga BBM bersubsidi yang ditopang oleh APBN menyebabkan pemerintah tidak dapat bertahan dengan harga minyak dunia yang terus meningkat. Beberapa faktor yang menyebabkan harga BBM subsidi terus bertambah, yaitu tingginya harga minyak mentah di dunia yang menyebabkan harga keekonomian terus bergerak naik.
Kendati demikian, harga jual eceran yang diumumkan pemerintah sebenarnya masih di bawah harga keekonomian terkini sehinggagap-nya tetap menjadi tanggungan APBN, berupa subsidi dan kompensasi.
Selama delapan bulan terakhir, konsumsi solar mencapai 1,5 juta kiloliter per bulan, sedangkan pertalite 2,4 juta kiloliter per bulan. Oleh sebab itu, beban APBN mutlak akan membengkak jika pemerintah tak segera mengambil kebijakan terkait BBM subsidi.
Pertimbangan yang hati-hati dan menjaga ketahanan APBN tentu sudah dilakukan, termasuk menjaga bantalan bagi masyarakat terdampak berupa pemberian bantuan langsung baik oleh pemerintah pusat dan daerah, sampai upaya pengalihan kepada subsidi non-energi. Pemerintah diharapkan mempersiapkan skema yang tepat untuk menjaga stabilitas ekonomi nasional.
tulis komentar anda