Diskursus Dalam Kebijakan Publik
loading...
A
A
A
Candra Fajri Ananda
Staf Khusus Menteri Keuangan RI
Perekonomian dunia saat ini masih belum beranjak dari bayang-bayang kekhawatiran panjang ketidakpastian. Inflasi bahkan stagflasi menjadi ancaman menakutkan yang harus dihadapi.
Kondisi perekonomian dunia yang tak kunjung membaik, krisis Ukraina yang tak berkesudahan, hambatan pasokan, hingga ancaman inflasi belakangan kian akrab dan menjadi perhatian banyak pihak. Inflasi akan menjadi masalah yang sangat serius bagi dunia hingga memerlukan tindakan yang cukup drastis untuk menurunkannya.
Gubernur Bank of England (BOE) atau Bank Sentral Inggris memperingatkan bahwa ekonomi berpotensi mengalami situasi apokaliptik (mengalami kerusakan) akibat melejitnya harga makanan di banyak negara. Laju inflasi telah melonjak ke level tertinggi multi-tahun, didorong oleh rebound-nya aktivitas ekonomi yang disertai gangguan rantai pasokan.
Invasi Rusia ke Ukraina bisa saja ditempatkan sebagai penyebab dari kondisi ekonomi yang tidak membaik ini. Akan tetapi, jika ditelusuri berdasar urutan waktu, dampak invasi Rusia ke Ukraina merupakan efek kedua setelah dunia menghadapi pandemi.
Saat ini, kenaikan harga-harga komoditas pangan menjadi hal yang paling mengkhawatirkan, selain naiknya sejumlah harga komoditas global lainnya. Terlebih hal itu diiringi tindakan sejumlah negara memproteksi produk pangan hanya untuk memenuhi kebutuhan domestik. Data Tim McMahon mencatat bahwa tingkat inflasi rata-rata di seluruh dunia kini sebesar 7,4%. Angka tersebut melonjak dari 4,35% pada 2021, dan 3,18% pada 2020.
Di Indonesia, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat bahwa inflasi Indonesia tahunan Agustus 2022 mencapai 4,69%. Angka tersebut sedikit lebih rendah dibandingkan inflasi bulan Juli 2022 yaitu 4,94% (yoy). Secara spasial, pada Bulan Agustus terdapat 66 kabupaten/kota yang memiliki realisasi inflasi di atas nasional, jumlah tersebut menurun dari bulan Juli lalu yang tercatat di 69 kabupaten/kota. Sementara itu masih terdapat 27 provinsi yang memiliki realisasi di atas inflasi nasional.
Inflasi tertinggi terjadi di Kota Ambon dengan nilai inflasi mencapai 0,82%, sementara Bekasi mencatat inflasi terendah yakni 0,12%. Apabila ditinjau berdasarkan kelompok pengeluaran, BPS mencatat inflasi untuk kelompok makanan, minuman, dan tembakau menjadi yang tertinggi yakni 7,73%.
Jika ditelaah lebih lanjut, komoditas yang dominan menyumbang inflasi adalah cabai merah, bawang merah, minyak goreng, rokok filter, telur ayam, dan ikan segar. Oleh sebab itu, saat ini pemerintah perlu memperkuat pengendalian inflasi pada 2022, khususnya dari sisi suplai dan distribusi pada komoditas pangan serta komoditas lainnya yang harganya mengacu pada aturan pemerintah.
Simalakama Subsidi
Tekanan inflasi yang terus terjadi mulai menggerus daya beli masyarakat. Ernst and Young dalam survei bertajuk EY Future Consumer Index mengungkapkan bahwa konsumen saat ini mulai mengendalikan konsumsi mereka karena tekanan inflasi. Indonesia termasuk di antara negara-negara Asia yang saat ini konsumennya lebih berhati-hati dalam berbelanja.
EY Future Consumer Index menemukan bahwa kenaikan biaya barang dan jasa telah memengaruhi 52% kemampuan responden global untuk membeli barang dan memengaruhi keputusan pembelian mereka. Kenaikan biaya ini berdampak paling besar pada mereka yang berpenghasilan rendah.
Selain itu, mereka yang berpenghasilan menengah dan konsumen berpenghasilan tinggi pun faktanya kini juga mulai turut terhimpit. Konsumen di negara-negara Asia yang mayoritas penduduknya berpenghasilan harian atau mingguan kini menjadi kelompok yang paling berhati-hati dalam berbelanja dan memilih untuk menabung. Konsumen akan terus mengendalikan konsumsi mereka dengan beralih ke alternatif yang lebih murah dan membeli lebih sedikit barang yang dinilai tidak penting.
Diketahui, pada Sabtu (3/9) lalu, pemerintah akhirnya mengumumkan kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) jenis solar menjadi Rp6.800 per liter, pertalite menjadi Rp10.000 per liter, dan pertamax Rp14.500 per liter. Sejatinya, bagi pemerintah kenaikan harga BBM ini diharapkan bisa mengurangi beban subsidi pada APBN.
Ketergantungan masyarakat dengan harga BBM bersubsidi yang ditopang oleh APBN menyebabkan pemerintah tidak dapat bertahan dengan harga minyak dunia yang terus meningkat. Beberapa faktor yang menyebabkan harga BBM subsidi terus bertambah, yaitu tingginya harga minyak mentah di dunia yang menyebabkan harga keekonomian terus bergerak naik.
Kendati demikian, harga jual eceran yang diumumkan pemerintah sebenarnya masih di bawah harga keekonomian terkini sehinggagap-nya tetap menjadi tanggungan APBN, berupa subsidi dan kompensasi.
Selama delapan bulan terakhir, konsumsi solar mencapai 1,5 juta kiloliter per bulan, sedangkan pertalite 2,4 juta kiloliter per bulan. Oleh sebab itu, beban APBN mutlak akan membengkak jika pemerintah tak segera mengambil kebijakan terkait BBM subsidi.
Pertimbangan yang hati-hati dan menjaga ketahanan APBN tentu sudah dilakukan, termasuk menjaga bantalan bagi masyarakat terdampak berupa pemberian bantuan langsung baik oleh pemerintah pusat dan daerah, sampai upaya pengalihan kepada subsidi non-energi. Pemerintah diharapkan mempersiapkan skema yang tepat untuk menjaga stabilitas ekonomi nasional.
Ada banyak hal yang menjadi bahan pertimbangan dalam proses perumusan kebijakan. Oleh sebab itu, kemampuan dan pemahaman yang memadai dari para ahli terhadap proses pembuatan kebijakan menjadi sangat penting bagi terwujudnya kebijakan publik yang tepat, fokus pada tujuan dan minimalkan dampak negatif.
Setidaknya terdapat tiga teori utama yang dapat digunakan dalam proses pembuatan sebuah kebijakan,pertamateori rasional komprehensif yang mengarahkan agar pembuatan sebuah kebijakan publik dilakukan secara rasional-komprehensif dengan mempelajari permasalahan dan alternatif kebijakan secara memadai.
Kedua, teoriincrementalyang tidak melakukan perbandingan terhadap permasalahan dan alternatif serta lebih memberikan deskripsi mengenai cara yang dapat diambil dalam membuat kebijakan.Ketigaadalah teorimixedscanningyang menggabungkan antara teori rasional-komprehensif dengan teoriincremental.
Dari teori tersebut kita melihat, sangat penting pemerintah memahami seluruh aspek yang terjadi, siapa saja yang terdampak.Selain itu,akan terlihat bagaimanaperekonomian nasionalke depan yang diharapkanlebih sehat. Begitu juga dengan proses politik, juga akan dilakukan bersamaan aspek teknokratis yang mendasari perhitungan dampak kebijakan.
Adanya pro dan kontra pengurangan subsidi, adalah normal yang tentu sudah dipertimbangkan dalam proses pembuatan kebijakan. Pemerintah perlu memikirkan langkah antisipatif terhadap dampak negatif kenaikan harga BBM ini dengan menjaga daya beli masyarakat.
Skema subsidi BBM yang tepat sasaran juga perlu dipersiapkan agar benar-benar diterima oleh masyarakat berpenghasilan rendah. Ini karena sebelumnya, subsidi BBM ditengarai lebih banyak dinikmati oleh kalangan menengah ke atas daripada masyarakat miskin.
Akan lebih baik apabila subsidi BBM dialihkan kepada belanja subsidi non-energi seperti subsidi pupuk dan UMKM sehingga mendorong produksi masyarakat. Kita berharap kenaikan harga BBM ini tidak berpengaruh negatif pada perekonomian nasional, tetapi justru membuat ekonomi makin tangguh dan menjadikan APBN kita kian sehat. Semoga.
Staf Khusus Menteri Keuangan RI
Perekonomian dunia saat ini masih belum beranjak dari bayang-bayang kekhawatiran panjang ketidakpastian. Inflasi bahkan stagflasi menjadi ancaman menakutkan yang harus dihadapi.
Kondisi perekonomian dunia yang tak kunjung membaik, krisis Ukraina yang tak berkesudahan, hambatan pasokan, hingga ancaman inflasi belakangan kian akrab dan menjadi perhatian banyak pihak. Inflasi akan menjadi masalah yang sangat serius bagi dunia hingga memerlukan tindakan yang cukup drastis untuk menurunkannya.
Gubernur Bank of England (BOE) atau Bank Sentral Inggris memperingatkan bahwa ekonomi berpotensi mengalami situasi apokaliptik (mengalami kerusakan) akibat melejitnya harga makanan di banyak negara. Laju inflasi telah melonjak ke level tertinggi multi-tahun, didorong oleh rebound-nya aktivitas ekonomi yang disertai gangguan rantai pasokan.
Invasi Rusia ke Ukraina bisa saja ditempatkan sebagai penyebab dari kondisi ekonomi yang tidak membaik ini. Akan tetapi, jika ditelusuri berdasar urutan waktu, dampak invasi Rusia ke Ukraina merupakan efek kedua setelah dunia menghadapi pandemi.
Saat ini, kenaikan harga-harga komoditas pangan menjadi hal yang paling mengkhawatirkan, selain naiknya sejumlah harga komoditas global lainnya. Terlebih hal itu diiringi tindakan sejumlah negara memproteksi produk pangan hanya untuk memenuhi kebutuhan domestik. Data Tim McMahon mencatat bahwa tingkat inflasi rata-rata di seluruh dunia kini sebesar 7,4%. Angka tersebut melonjak dari 4,35% pada 2021, dan 3,18% pada 2020.
Di Indonesia, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat bahwa inflasi Indonesia tahunan Agustus 2022 mencapai 4,69%. Angka tersebut sedikit lebih rendah dibandingkan inflasi bulan Juli 2022 yaitu 4,94% (yoy). Secara spasial, pada Bulan Agustus terdapat 66 kabupaten/kota yang memiliki realisasi inflasi di atas nasional, jumlah tersebut menurun dari bulan Juli lalu yang tercatat di 69 kabupaten/kota. Sementara itu masih terdapat 27 provinsi yang memiliki realisasi di atas inflasi nasional.
Inflasi tertinggi terjadi di Kota Ambon dengan nilai inflasi mencapai 0,82%, sementara Bekasi mencatat inflasi terendah yakni 0,12%. Apabila ditinjau berdasarkan kelompok pengeluaran, BPS mencatat inflasi untuk kelompok makanan, minuman, dan tembakau menjadi yang tertinggi yakni 7,73%.
Jika ditelaah lebih lanjut, komoditas yang dominan menyumbang inflasi adalah cabai merah, bawang merah, minyak goreng, rokok filter, telur ayam, dan ikan segar. Oleh sebab itu, saat ini pemerintah perlu memperkuat pengendalian inflasi pada 2022, khususnya dari sisi suplai dan distribusi pada komoditas pangan serta komoditas lainnya yang harganya mengacu pada aturan pemerintah.
Simalakama Subsidi
Tekanan inflasi yang terus terjadi mulai menggerus daya beli masyarakat. Ernst and Young dalam survei bertajuk EY Future Consumer Index mengungkapkan bahwa konsumen saat ini mulai mengendalikan konsumsi mereka karena tekanan inflasi. Indonesia termasuk di antara negara-negara Asia yang saat ini konsumennya lebih berhati-hati dalam berbelanja.
EY Future Consumer Index menemukan bahwa kenaikan biaya barang dan jasa telah memengaruhi 52% kemampuan responden global untuk membeli barang dan memengaruhi keputusan pembelian mereka. Kenaikan biaya ini berdampak paling besar pada mereka yang berpenghasilan rendah.
Selain itu, mereka yang berpenghasilan menengah dan konsumen berpenghasilan tinggi pun faktanya kini juga mulai turut terhimpit. Konsumen di negara-negara Asia yang mayoritas penduduknya berpenghasilan harian atau mingguan kini menjadi kelompok yang paling berhati-hati dalam berbelanja dan memilih untuk menabung. Konsumen akan terus mengendalikan konsumsi mereka dengan beralih ke alternatif yang lebih murah dan membeli lebih sedikit barang yang dinilai tidak penting.
Diketahui, pada Sabtu (3/9) lalu, pemerintah akhirnya mengumumkan kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) jenis solar menjadi Rp6.800 per liter, pertalite menjadi Rp10.000 per liter, dan pertamax Rp14.500 per liter. Sejatinya, bagi pemerintah kenaikan harga BBM ini diharapkan bisa mengurangi beban subsidi pada APBN.
Ketergantungan masyarakat dengan harga BBM bersubsidi yang ditopang oleh APBN menyebabkan pemerintah tidak dapat bertahan dengan harga minyak dunia yang terus meningkat. Beberapa faktor yang menyebabkan harga BBM subsidi terus bertambah, yaitu tingginya harga minyak mentah di dunia yang menyebabkan harga keekonomian terus bergerak naik.
Kendati demikian, harga jual eceran yang diumumkan pemerintah sebenarnya masih di bawah harga keekonomian terkini sehinggagap-nya tetap menjadi tanggungan APBN, berupa subsidi dan kompensasi.
Selama delapan bulan terakhir, konsumsi solar mencapai 1,5 juta kiloliter per bulan, sedangkan pertalite 2,4 juta kiloliter per bulan. Oleh sebab itu, beban APBN mutlak akan membengkak jika pemerintah tak segera mengambil kebijakan terkait BBM subsidi.
Pertimbangan yang hati-hati dan menjaga ketahanan APBN tentu sudah dilakukan, termasuk menjaga bantalan bagi masyarakat terdampak berupa pemberian bantuan langsung baik oleh pemerintah pusat dan daerah, sampai upaya pengalihan kepada subsidi non-energi. Pemerintah diharapkan mempersiapkan skema yang tepat untuk menjaga stabilitas ekonomi nasional.
Ada banyak hal yang menjadi bahan pertimbangan dalam proses perumusan kebijakan. Oleh sebab itu, kemampuan dan pemahaman yang memadai dari para ahli terhadap proses pembuatan kebijakan menjadi sangat penting bagi terwujudnya kebijakan publik yang tepat, fokus pada tujuan dan minimalkan dampak negatif.
Setidaknya terdapat tiga teori utama yang dapat digunakan dalam proses pembuatan sebuah kebijakan,pertamateori rasional komprehensif yang mengarahkan agar pembuatan sebuah kebijakan publik dilakukan secara rasional-komprehensif dengan mempelajari permasalahan dan alternatif kebijakan secara memadai.
Kedua, teoriincrementalyang tidak melakukan perbandingan terhadap permasalahan dan alternatif serta lebih memberikan deskripsi mengenai cara yang dapat diambil dalam membuat kebijakan.Ketigaadalah teorimixedscanningyang menggabungkan antara teori rasional-komprehensif dengan teoriincremental.
Dari teori tersebut kita melihat, sangat penting pemerintah memahami seluruh aspek yang terjadi, siapa saja yang terdampak.Selain itu,akan terlihat bagaimanaperekonomian nasionalke depan yang diharapkanlebih sehat. Begitu juga dengan proses politik, juga akan dilakukan bersamaan aspek teknokratis yang mendasari perhitungan dampak kebijakan.
Adanya pro dan kontra pengurangan subsidi, adalah normal yang tentu sudah dipertimbangkan dalam proses pembuatan kebijakan. Pemerintah perlu memikirkan langkah antisipatif terhadap dampak negatif kenaikan harga BBM ini dengan menjaga daya beli masyarakat.
Skema subsidi BBM yang tepat sasaran juga perlu dipersiapkan agar benar-benar diterima oleh masyarakat berpenghasilan rendah. Ini karena sebelumnya, subsidi BBM ditengarai lebih banyak dinikmati oleh kalangan menengah ke atas daripada masyarakat miskin.
Akan lebih baik apabila subsidi BBM dialihkan kepada belanja subsidi non-energi seperti subsidi pupuk dan UMKM sehingga mendorong produksi masyarakat. Kita berharap kenaikan harga BBM ini tidak berpengaruh negatif pada perekonomian nasional, tetapi justru membuat ekonomi makin tangguh dan menjadikan APBN kita kian sehat. Semoga.
(ynt)