Kenaikan Harga BBM Momentum Beralih ke Transportasi Massal

Senin, 29 Agustus 2022 - 08:40 WIB
Masyarakat harus merogoh kocek lebih dalam apabila harga BBM dinaikkan. FOTO/TAHYUDIN/KORAN SINDO
Rencana kenaikan bahan bakar minyak (BBM) dalam waktu dekat sepertinya tidak bisa dihindarkan. Sinyal tersebut sejak dua pekan terakhir terus menyeruak. Setelah dua pekan sebelumnya Menteri Koordinator Bidang Maritim dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan menyampaikan wacana kenaikan harga BBM, pekan kemarin giliran Menteri Energi Sumber Daya Arifin Tasrif dan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati yang buka suara.

Arifin Tasrif maupun Sri Mulyani memang belum secara tegas menyatakan kenaikan BBM sesegara mungkin. Alih-alih menjelaskan rencana kenaikan harga BBM, keduanya justru buka-bukaan mengenai kondisi terkini perihal anggaran subsidi yang kian membengkak dan pasokan BBM bersubsidi jenis solar dan BBM penugasan jenis pertalite.

Dalam penjelasannya Sri Mulyani membeberkan kondisi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) terutama pos subsidi dan kompensasi energi yang jumlahnya terus membengkak. Menurut Sri Mulyani, anggaran subsidi dan kompensasi yang nilainya mencapai Rp502,4 triliun itu, tidak tepat sasaran. Angka tersebut juga naik dari patokan awal Rp152 triliun pada APBN 2022. Penambahan beban subsidi ini bukan tidak mungkin terus bertambah apabila tidak ada upaya pembatasan konsumsi BBM jenis solar dan pertalite.



Dia mengunkapkan bahwa 89% solar dinikmati dunia usaha, sedangkan 11% lainnya dinikmati oleh rumah tangga. Dari total segmen rumah tangga, ternyata 95% dinikmati rumah tangga mampu dan hanya 5% yang dinikmati rumah tangga miskin (petani dan nelayan). Sementara untuk konsumsi pertalite, sebanyak 14% dinikmati dunia usaha dan mayoritas dinikmati oleh rumah tangga yakni 86%.

Hal senada disampaikan Arifin Tasrif saat memaparkan kondisi terkini subsisi BBM pada Jumat (26/8) pekan lalu. Sama seperti koleganya, Arifin mengungkapkan bahwa saat ini beban subsidi BBM sudah sangat berat. Penyebabnya, harga minyak dunia yang masih bertahan di atas USD90 per barel sehingga memberikan tekanan pada harga BBM di dalam negeri. Di ketahui harga minyak global saat ini masih jauh di atas harga yang dipatok pada APBN 2022 di level USD63 per barel.

Dengan kondisi seperti itu, pemerintah saat ini dipusingkan dengan kebijakan subsidi. Semakin banyak BBM subsidi dan BBM penugasan yang dikonsumsi masyarakat, maka akan semakin banyak pula anggaran yang digelontorkan untuk menyubsidinya.

Di sisi lain, pemerintah juga masih memerlukan anggaran untuk membiayai pembangunan di sejumlah sektor. Jika subsudi terus-terusan diberikan namun tidak tepat sasaran, maka akan kontraproduktif dengan upaya pemberdayaan masyarakat tidak mampu. Apalagi saat ini di saat bersamaan pemerintah juga sedangngebutmenjalankan pembangunan Ibu Kota Negara di Kalimantan yang jelas-jelas membutuhkan anggaran tidak sedikit.

Kembali ke soal rencana kenaikan harga BBM, keputusan tersebut memang sulit diterima masyarakat. Di tengah upaya pemulihan ekonomi akibat dampak Covid-19, keputusan menaikkan harga bensin bakal dirasa cukup berat. Apalagi sebelumnya publik disuguhi dengan kenaikan berbagai macam harga pangan yang seolah terus berlanjut. Setelah minyak goreng, cabai, dan daging, kini giliran telur ayam yang harganya merangkak naik.

Bagi para pengguna kendaraan bermotor, kabar kenaikan harga BBM juga sudah barang tentu bukan sesuatu yang membahagiakan. Pasalnya, mereka harus merogoh kantong lebih dalam ketika mengisi BBM.

Melihat kondisi tersebut, maka bagi pemerintah kenaikan harga BBM ini hendaknya menjaditriggerdalam upaya mendorong masyarakat agar mau beralih menggunakan kendaraan umum. Langkah ini tentu saja harus menjadi perhatian para pemangku kebijakan terkait demi tersedianya angkutan umum yang aman, nyaman, dan terjangkau dari sisi akses maupun tarif.

Bagi kota Jakarta, menyediakan transportasi umum yang nyaman dan dengan akses yang mudah dan mungkin bisa sudah bisa diwujudkan meski masih ada beberapa hal yang harus diperbaiki. Namun, bagaimana dengan kota-kota penyangga Jakarta dan kota-kota lain di Tanah Air?

Ini tentu akan menjadi pekerjaan rumah yang cukup pelik mengingat penyediaan transportasi massal tidak bisa dilakukan hanya dalam hitungan satu atau dua tahun. Selain diperlukan dukungan kebijakan yang memadai, juga perlu edukasi yang terus menerus agar transportasi massal menjadi pilihan bagi para komuter yang sehari-hari bergerak dari rumah ke tempat kerja.
(ynt)
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More