Meningkatkan Sistem Kesehatan Nasional
Rabu, 01 Juli 2020 - 06:38 WIB
Kedua, bahwa perlu percepatan penyediaan fasilitas kesehatan untuk wilayah-wilayah di luar Jawa sesuai profil penyakit yang diderita di provinsi tersebut. Ketika fasilitas tersedia, desakan untuk membayar iuran juga bisa dilakukan.
Ketiga, sejumlah pengeluaran yang sifatnya sudah menunjukkan gaya hidup kelas menengah ke atas seperti konsumsi listrik lebih dari 3.000 kwh, membayar paspor untuk berlibur ke luar negeri, atau berobat ke luar negeri atau bersekolah tanpa beasiswa ke luar negeri, atau memiliki kendaraan kedua, hendaknya dikaitkan dengan tanggung jawab yang lebih besar untuk rutin membayar iuran JKN.
Keempat, mencermati bahwa pasien di Indonesia menderita penyakit seperti jantung, cuci darah, stroke, hipertensi dan sejenisnya maka Kementerian Kesehatan perlu mempercepat perluasan upaya preventif di tempat kerja dan di rumah tangga.
Jenis penanganan medis yang dijamin JKN juga perlu ditinjau ulang agar bukan masyarakatnya yang diberi beban membayar pribadi karena JKN tidak meliputi jaminan tertentu, tetapi agar masyarakat yang sudah terlanjur sakit punya opsi perawatan yang lebih hemat biaya yang tetap efektif.
Singkat kata, sebenarnya data yang ada sangatlah informatif untuk memperbaiki sistem JKN di Indonesia. Jika perusahaan-perusahaan obat, asuransi, dan peralatan medis saja merasa beruntung dapat menerima data ini, pemerintah pun harus lebih gesit meyakinkan investor dan pemangku kepentingan untuk mengisi kekurangan-kekurangan JKN yang masih ada.
Dengan mengundang lebih banyak dan beragam investor, otomatis akan ada kompetisi harga layanan kesehatan juga. Hal ini akan membantu tugas negara dalam mencegah terbentuknya kartel yang memonopoli penjualan obat, alat kesehatan, dan perawatan medis. Sistem JKN memang perlu terus berubah mengikuti perubahan zaman yang memengaruhi masyarakatnya.
Ketiga, sejumlah pengeluaran yang sifatnya sudah menunjukkan gaya hidup kelas menengah ke atas seperti konsumsi listrik lebih dari 3.000 kwh, membayar paspor untuk berlibur ke luar negeri, atau berobat ke luar negeri atau bersekolah tanpa beasiswa ke luar negeri, atau memiliki kendaraan kedua, hendaknya dikaitkan dengan tanggung jawab yang lebih besar untuk rutin membayar iuran JKN.
Keempat, mencermati bahwa pasien di Indonesia menderita penyakit seperti jantung, cuci darah, stroke, hipertensi dan sejenisnya maka Kementerian Kesehatan perlu mempercepat perluasan upaya preventif di tempat kerja dan di rumah tangga.
Jenis penanganan medis yang dijamin JKN juga perlu ditinjau ulang agar bukan masyarakatnya yang diberi beban membayar pribadi karena JKN tidak meliputi jaminan tertentu, tetapi agar masyarakat yang sudah terlanjur sakit punya opsi perawatan yang lebih hemat biaya yang tetap efektif.
Singkat kata, sebenarnya data yang ada sangatlah informatif untuk memperbaiki sistem JKN di Indonesia. Jika perusahaan-perusahaan obat, asuransi, dan peralatan medis saja merasa beruntung dapat menerima data ini, pemerintah pun harus lebih gesit meyakinkan investor dan pemangku kepentingan untuk mengisi kekurangan-kekurangan JKN yang masih ada.
Dengan mengundang lebih banyak dan beragam investor, otomatis akan ada kompetisi harga layanan kesehatan juga. Hal ini akan membantu tugas negara dalam mencegah terbentuknya kartel yang memonopoli penjualan obat, alat kesehatan, dan perawatan medis. Sistem JKN memang perlu terus berubah mengikuti perubahan zaman yang memengaruhi masyarakatnya.
(poe)
tulis komentar anda