Obsesi Gerakan Ekonomi Global Selatan

Jum'at, 03 Januari 2025 - 09:55 WIB
loading...
Obsesi Gerakan Ekonomi...
Adhitya Wardhono, PhD. Foto/Istimewa
A A A
Adhitya Wardhono, PhD

Dosen dan peneliti ekonomi Program Studi Ekonomi Pembangunan, Fakultas Ekonomi dan Bisnis-Universitas Jember. Koordinator Kelompok Riset Behavioral Economics on Monetary, Financial, and Development Policy” (Ke-Ris Benefitly)- Universitas Jember.

PERHELATAN Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ke-11 Developing Eight (D-8) di Kairo, Mesir, Kamis 19 Desember 2024 telah berlangsung. KTT ini bertujuan meningkatkan kerja sama ekonomi kedelapan negara hingga peningkatan standar hidup negara-negara tergabung. Didirikan untuk menjawab kebutuhan negara-negara berkembang meningkatkan posisinya dalam kancah ekonomi global. Muhibah kali ini merekomendasi Indonesia untuk menerima jabatan Ketua D-8 berlaku 1 Januari 2026. Ini menandai komitmen Indonesia memperkuat kerja sama ekonomi di tingkat internasional di antara negara-negara anggota KTT D-8. Yakni Indonesia, Mesir, Bangladesh, Iran, Malaysia, Nigeria, Pakistan dan Turki.

Perbedaan signifikan konfigurasi ekonomi domestik masing-masing negara anggota adalah masalah yang perlu diperhatikan. Disparitas ekonomi antaranggota, seperti Turki lebih maju dibandingkan Nigeria atau Bangladesh, ini memerlukan strategi redistribusi keuntungan melalui transfer teknologi dan investasi pendanaan. Paling tidak ada dua negara yaitu Turki dan Malaysia yang adopsi teknologi di industri sudah pada level tinggi, sedangkan yang lainnya masih pada level moderat. Tantangan seperti hambatan tarif, perbedaan regulasi, dan infrastruktur logistik yang belum memadai memerlukan perhatian serius.

Peluang yang Mungkin


D-8 bisa memanfaatkan kerja sama ini untuk saling menemukenali keadaan ekonomi domestik masing-masing dengan memanfaatkan keunggulan komparatif. Seperti industri manufaktur Turki yang lebih unggul dalam otomotif dan tekstil. Sedangkan komoditas agrikultur Indonesia seperti kelapa sawit dan kopi lebih bisa menjanjikan kepastian ekonomi. Posisi masing-masing ini bisa dipertemukan dan mencermati kondisi nyata kekuatan dan kelemahan masing-masing.



Lebih dari itu, percepatan peningkatan ketahanan pangan dan energi di antara negara-negara anggota D-8 adalah keniscyaan. Di sini memerlukan pendekatan kolaboratif untuk menghadapi ancaman global seperti perubahan iklim, konflik geopolitik, dan ketergantungan impor dari negara maju. Iran dan Indonesia, yang kaya akan sumber daya energi seperti minyak dan gas, bisa berperan sebagai penyuplai utama energi untuk negara anggota lain.

Melihat data anggota masih memiliki kebutuhan energi tinggi namun kapasitas produksi terbatas, seperti Bangladesh yang produksi energinya sekitar 102 Terawatthour (TWh) dan Nigeria hanya 37 TWh di tahun 2022. Juga kerja sama di sektor pertanian bisa difokuskan pada modernisasi teknik agrikultur, transfer teknologi, dan pengembangan infrastruktur penyimpanan serta distribusi pangan. Indonesia dan Malaysia bisa berbagi pengalaman dalam agribisnis kelapa sawit atau komoditas lainnya untuk meningkatkan produktivitas pertanian.

Peningkatan perdagangan maritim antarnegara anggota bisa saling memanfaatkan keunggulan geografis masing-masing. Setidaknya, sebagian besar memiliki akses strategis ke laut, menjadikannya alat penting untuk efisiensi logistik dan pengurangan biaya perdagangan. Misalkan saja,terusan Suez di Mesir ialah salah satu jalur laut tersibuk di dunia, bisa berfungsi sebagai penghubung utama antara Asia, Afrika, dan Eropa, yang jika diintegrasikan dengan pelabuhan utama di Indonesia, seperti Tanjung Priok, bisa menjadi kanal akselerasi arus barang lintas kawasan. Kanal ini memungkinkan negara-negara seperti Pakistan, Bangladesh, dan Turki untuk mengakses pasar dengan biaya lebih rendah. Juga mendukung diversifikasi rute perdagangan di tengah gangguan geopolitik pada jalur tradisional seperti Selat Malaka atau Selat Hormuz.

Namun, tantangan logistik seperti kapasitas pelabuhan yang bervariasi, perbedaan standar operasional, dan belum memadainya infrastruktur pendukung perlu diatasi melalui investasi bersama dan harmonisasi kebijakan. Selain itu, pengembangan teknologi pelayaran ramah lingkungan dan pengurangan hambatan birokrasi di pelabuhan dapat memperkuat keberlanjutan dan daya saing perdagangan maritim D-8 di pasar global.

Usulan Presiden Prabowo terkait pentingnya pemberdayaan UMKM dalam KTT menjadi menarik. Di sini UMKM mempunyai peran penting dalam perekonomian negara. UMKM perlu dikelola dengan baik hingga bisa menjadi salah satu alat untuk mendorong perekonomian. Untuk itu D-8 perlu strategic action plan yang bisa menciptakan keseragaman antar anggota D-8 dalam mengoptimalkan UMKM.

Ikhtiar Ekonomi Global Selatan


Diversifikasi pasar global oleh negara-negara D-8 merupakan strategi penting untuk mengurangi ketergantungan pada negara maju yang saat ini menghadapi resesi dan melemahnya pertumbuhan ekonomi. Dengan memanfaatkan hubungan saling melengkapi, seperti keunggulan manufaktur Turki, dan produk agrikultur Indonesia. D-8 bisa memperluas jangkauan ekspor ke kawasan dengan pertumbuhan tinggi, seperti Afrika dan Amerika Latin. Kawasan ini memiliki kebutuhan besar akan barang dan jasa yang bisa dipenuhi oleh anggota D-8, terutama dalam sektor infrastruktur, teknologi, dan komoditas. Namun, ini membutuhkan keselarasan kebijakan antarnegara anggota, penghapusan hambatan logistik, dan investasi kolektif dalam infrastruktur yang mendukung distribusi energi dan pangan. Tanpa ini, potensi sumber daya yang besar hanya akan menjadi aset yang tidak optimal di tengah meningkatnya kebutuhan global akan ketahanan pangan dan energi.



Tantangan utama meliputi kurangnya kehadiran diplomatik dan perdagangan yang signifikan di wilayah tersebut, kendala logistik, serta perbedaan regulasi dan standar produk. Untuk mengatasi hal ini, D-8 perlu membangun kemitraan strategis melalui perjanjian perdagangan bilateral atau regional, memperluas jaringan distribusi, dan memanfaatkan platform digital untuk menembus pasar baru. Diversifikasi ini juga harus diiringi dengan penguatan daya saing produk dan penciptaan branding kolektif D-8 untuk meningkatkan pengakuan di pasar global, sehingga mampu menciptakan peluang jangka panjang bagi pertumbuhan ekonomi intra-blok.

Dengan mempercepat implementasi perjanjian Perdagangan Preferensial (PTA) dan mengembangkan industri hilir bersama,
D-8 bisa menginisiasi pembentukan rantai nilai yang saling terintegrasi, mendorong nilai tambah di sektor-sektor strategis, sekaligus menciptakan ketahanan ekonomi jangka panjang. Bagi Indonesia, penguatan kerja sama ekonomi D-8 merupakan langkah strategis yang memperkuat ketahanan ekonomi internal di tengah ketidakpastian global. Pendeknya, bisa meningkatkan perdagangan intra-blok dan memitigasi ketergantungan pada volatiltas dan kerentanan pasar global.
(zik)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2025 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1426 seconds (0.1#10.140)