Seni Memimpin di Era Normal baru
Selasa, 30 Juni 2020 - 11:23 WIB
Pada Desember 2019, KFC telah memiliki restoran yang tersebar pada 22.621 lokasi di 150 negara. Sampai dengan ia wafat pada usia 90 di tahun 1980, Kolonel Sanders berpergian 250.000 mil setiap tahunnya untuk mengunjungi lokasi KFC dan mempromosikan merek tersebut di berbagai media.
Figur kedua adalah Charles Marin Eugster (26 Juli 1919-26 April 2017), seorang dokter gigi asal Inggris yang pindah ke Uitikon Swiss setelah ia pensiun. Saat usia 85 tahun, ia mulai mengikuti program kebugaran karena katanya "Aku melihat ke cermin di suatu pagi, dan aku tidak suka dengan apa yang kulihat."
Ternyata Charles tidak hanya sekadar mengikuti program kebugaran. Ia bahkan menjadi seorang atlet lintasan, lapangan, lari cepat, dan berkompetisi sebagai atlet master.
Ia juga menulis buku “Age is just a number: What is a 97 Year Old Record Breaker Can Teach Us About Growing Older”. Sampai akhir hayatnya di usia 98 tahun, Charles berhasil memenangkan lebih dari 100 penghargaan kebugaran di berbagai bidang olahraga, termasuk binaraga dan dayung.
Ia memenangkan banyak medali di World Masters Regatta, sebuah perlombaan berlayar yang berlangsung dengan jarak 1.000 meter dan diikuti lebih dari 3.000 pendayung peserta lomba.
Sungguh sangat mengagumkan kisah hidup dari kedua pak tua di atas. Dua figur di atas menunjukkan usia tua terbukti tidak menjadi penghambat seseorang untuk belajar hal baru. Jika mereka bisa, mestinya kita juga siap dan mampu belajar menghadapi Era Normal Baru.
Sulitkah untuk belajar hal baru? Ya. Tetapi sulit bukan berarti tidak bisa. Itu kabar baiknya. Even an old dog can learn new things.
Lalu bagaimana peran pemimpin dalam memampukan individu dan organisasi yang dipimpinnya untuk siap menghadapi dan bahkan mampu menguasai Era Normal Baru? Pada saat menerapkan perubahan pada organisasi, para pemimpin memainkan peran yang sangat penting dan strategis.
Menurut Burnes (2014), implementasi perubahan dalam skala organisasi membutuhkan pemimpin transformasional yang mampu memobilisasi pengikut untuk secara sukarela menerapkan perubahan (Hughes, Ginnet, dan Curphy 1999).
Terdapat lima praktik utama seni memimpin dari seorang pemimpin transformasional menurut Kouzes dan Posner (2017). Pertama, pemimpin haruslah seorang yang menjadi panutan. Ing ngarso sung tulodo. Untuk itu pemimpin harus kredibel -dapat diandalkan dan dapat dipercaya.
Figur kedua adalah Charles Marin Eugster (26 Juli 1919-26 April 2017), seorang dokter gigi asal Inggris yang pindah ke Uitikon Swiss setelah ia pensiun. Saat usia 85 tahun, ia mulai mengikuti program kebugaran karena katanya "Aku melihat ke cermin di suatu pagi, dan aku tidak suka dengan apa yang kulihat."
Ternyata Charles tidak hanya sekadar mengikuti program kebugaran. Ia bahkan menjadi seorang atlet lintasan, lapangan, lari cepat, dan berkompetisi sebagai atlet master.
Ia juga menulis buku “Age is just a number: What is a 97 Year Old Record Breaker Can Teach Us About Growing Older”. Sampai akhir hayatnya di usia 98 tahun, Charles berhasil memenangkan lebih dari 100 penghargaan kebugaran di berbagai bidang olahraga, termasuk binaraga dan dayung.
Ia memenangkan banyak medali di World Masters Regatta, sebuah perlombaan berlayar yang berlangsung dengan jarak 1.000 meter dan diikuti lebih dari 3.000 pendayung peserta lomba.
Sungguh sangat mengagumkan kisah hidup dari kedua pak tua di atas. Dua figur di atas menunjukkan usia tua terbukti tidak menjadi penghambat seseorang untuk belajar hal baru. Jika mereka bisa, mestinya kita juga siap dan mampu belajar menghadapi Era Normal Baru.
Sulitkah untuk belajar hal baru? Ya. Tetapi sulit bukan berarti tidak bisa. Itu kabar baiknya. Even an old dog can learn new things.
Lalu bagaimana peran pemimpin dalam memampukan individu dan organisasi yang dipimpinnya untuk siap menghadapi dan bahkan mampu menguasai Era Normal Baru? Pada saat menerapkan perubahan pada organisasi, para pemimpin memainkan peran yang sangat penting dan strategis.
Menurut Burnes (2014), implementasi perubahan dalam skala organisasi membutuhkan pemimpin transformasional yang mampu memobilisasi pengikut untuk secara sukarela menerapkan perubahan (Hughes, Ginnet, dan Curphy 1999).
Terdapat lima praktik utama seni memimpin dari seorang pemimpin transformasional menurut Kouzes dan Posner (2017). Pertama, pemimpin haruslah seorang yang menjadi panutan. Ing ngarso sung tulodo. Untuk itu pemimpin harus kredibel -dapat diandalkan dan dapat dipercaya.
Lihat Juga :
tulis komentar anda