Seni Memimpin di Era Normal baru

Selasa, 30 Juni 2020 - 11:23 WIB
Eva Hotnaidah Saragih , Assistant Professor in Positive Organizational Behavior & Human Resources PPM School of Management . Foto/Dok. Pribadi
Eva Hotnaidah Saragih

Assistant Professor in Positive Organizational Behavior & Human Resources PPM School of Management

Dunia pada umumnya dan dunia kerja pada khususnya setelah pandemi Covid-19 akan mengalami perubahan yang drastis. Aktivitas kehidupan diperkirakan tidak akan lagi berjalan seperti sebelumnya. Akan tiba sebuah periode waktu yang dinamakan Era Normal Baru (New Normal) .

Untuk itu dunia, termasuk kita harus bersiap menghadapinya. Sudah siapkah kita?

Ada ungkapan “You can’t teach an old dog to learn new tricks”, sering kali sulit membuat orang mau mencoba cara baru dalam melakukan sesuatu, terutama jika mereka telah melakukannya dengan cara-cara tertentu sejak lama. Apa mungkin anjing yang sudah tua masih bisa dan sanggup mempelajari permainan yang baru?



Ada dua figur yang ingin saya bagikan kisah singkatnya. Yang pertama pasti kita semua mengenalnya. Kolonel Harland David Sanders (9 September 1890-16 Desember 1980), seorang pengusaha Amerika yang terkenal karena mendirikan rantai restoran ayam cepat saji Kentucky Fried Chicken, KFC. Nama dan fotonya sampai saat ini masih menjadi simbol perusahaan.

Kolonel Sanders mulai berjualan ayam goreng pada restoran kecil miliknya yang berada di tepi jalan di North Corbin, Kentucky. Sebelumnya ia pernah menjalani berbagai macam pekerjaan.

Pada Juli 1940 ia menemukan resep rahasia untuk menghasilkan ayam goreng dengan teknik memasak menggunakan panci bertekanan. Lalu tahun 1952 ketika ia berumur 62 tahun, untuk pertama kalinya Sanders menjual resep rahasia KFC secara waralaba kepada Pete Harman, pemilik salah satu restoran terbesar di South Salt Lake, Utah.

Dalam tahun pertama penjualan, keuntungan meningkat tiga kali lipat. Keberhasilan tersebut membuat penjualan waralaba KFC semakin berkembang, dan KFC menjadi salah satu rantai makanan cepat saji Amerika pertama yang berekspansi secara internasional.

Pada Desember 2019, KFC telah memiliki restoran yang tersebar pada 22.621 lokasi di 150 negara. Sampai dengan ia wafat pada usia 90 di tahun 1980, Kolonel Sanders berpergian 250.000 mil setiap tahunnya untuk mengunjungi lokasi KFC dan mempromosikan merek tersebut di berbagai media.

Figur kedua adalah Charles Marin Eugster (26 Juli 1919-26 April 2017), seorang dokter gigi asal Inggris yang pindah ke Uitikon Swiss setelah ia pensiun. Saat usia 85 tahun, ia mulai mengikuti program kebugaran karena katanya "Aku melihat ke cermin di suatu pagi, dan aku tidak suka dengan apa yang kulihat."

Ternyata Charles tidak hanya sekadar mengikuti program kebugaran. Ia bahkan menjadi seorang atlet lintasan, lapangan, lari cepat, dan berkompetisi sebagai atlet master.

Ia juga menulis buku “Age is just a number: What is a 97 Year Old Record Breaker Can Teach Us About Growing Older”. Sampai akhir hayatnya di usia 98 tahun, Charles berhasil memenangkan lebih dari 100 penghargaan kebugaran di berbagai bidang olahraga, termasuk binaraga dan dayung.

Ia memenangkan banyak medali di World Masters Regatta, sebuah perlombaan berlayar yang berlangsung dengan jarak 1.000 meter dan diikuti lebih dari 3.000 pendayung peserta lomba.

Sungguh sangat mengagumkan kisah hidup dari kedua pak tua di atas. Dua figur di atas menunjukkan usia tua terbukti tidak menjadi penghambat seseorang untuk belajar hal baru. Jika mereka bisa, mestinya kita juga siap dan mampu belajar menghadapi Era Normal Baru.

Sulitkah untuk belajar hal baru? Ya. Tetapi sulit bukan berarti tidak bisa. Itu kabar baiknya. Even an old dog can learn new things.

Lalu bagaimana peran pemimpin dalam memampukan individu dan organisasi yang dipimpinnya untuk siap menghadapi dan bahkan mampu menguasai Era Normal Baru? Pada saat menerapkan perubahan pada organisasi, para pemimpin memainkan peran yang sangat penting dan strategis.

Menurut Burnes (2014), implementasi perubahan dalam skala organisasi membutuhkan pemimpin transformasional yang mampu memobilisasi pengikut untuk secara sukarela menerapkan perubahan (Hughes, Ginnet, dan Curphy 1999).

Terdapat lima praktik utama seni memimpin dari seorang pemimpin transformasional menurut Kouzes dan Posner (2017). Pertama, pemimpin haruslah seorang yang menjadi panutan. Ing ngarso sung tulodo. Untuk itu pemimpin harus kredibel -dapat diandalkan dan dapat dipercaya.

Pemimpin harus memiliki nilai-nilai yang jelas sebagai dasar dari setiap tindakan dan keputusannya. Nilai-nilai tersebut harus dikomunikasikan dengan jelas kepada anggota organisasi, tidak hanya melalui perkataan, tetapi terutama dalam tindakan. Walk the talk. Sehingga setiap anggota organisasi dapat melihat, mengikuti, dan menjalankan nilai-nilai tersebut secara bersama.
Halaman :
tulis komentar anda
Follow
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More