Mengelola Inflasi
Senin, 27 Juni 2022 - 06:33 WIB
Pascapandemi, kebijakan fiskal yang ekspansif berpotensi mendorong inflasi. Sejumlah negara telah mencatatkan kenaikan inflasi yang signifikan. Pembatasan mobilitas dari awal pandemi hingga tahun lalu menyebabkan terjadinya penurunan permintaan barang dan jasa akibat penurunan aktivitas ekonomi masyarakat.
Namun, tak hanya karena pandemi, perekonomian global juga kian tertekan dengan peningkatan tensi ketegangan geopolitik antara Rusia-Ukraina. Gangguan rantai pasokan disertai dengan meluasnya kebijakan proteksionisme terutama pangan oleh berbagai negara telah mendorong tingginya harga komoditas global yang berdampak pada peningkatan tekanan inflasi global. Bloomberg mencatat bahwa inflasi Amerika Serikat (8,3%) dan Inggris (9%) pada Mei 2022 tersebut telah masuk dalam gelombang inflasi tertinggi sejak 1980-an.
Selain itu, di Turki juga telah mencatat tingkat inflasi tertinggi di dunia mencapai 73,5%, hampir sepuluh kali lebih tinggi dari angka inflasi di Jerman pada Mei 2022.
Di Indonesia, inflasi (yoy) pada bulan Mei 2022 tercatat sebesar 3,55% atau menguat sebesar 1,88% dibandingkan dengan inflasi tahunan di bulan Mei 2021. Tingkat inflasi ini merupakan inflasi tertinggi sejak Desember 2017 yang tercatat sebesar 3,61%.
Peningkatan inflasi pada Mei 2022 disebabkan oleh gejolak harga barang, terutama yang harganya diatur pemerintah. Pemerintah memperkirakan inflasi pada Juni 2022 akan mencapai 4,05% (yoy). Tren peningkatan inflasi ini mutlak memerlukan perhatian khusus bagi pemerintah mengingat lonjakan inflasi berpotensi memberikan tekanan terhadap perekonomian Indonesia.
Harmonisasi Fiskal-Moneter
Inflasi akan menyerang langsung pada masyarakat berpendatan rendah dan tidak pasti seperti buruh pabrik, buruh tani, maupun pelaku UMKM. Demikian juga masyarakat miskin, akan terdampak lebih berat karena akan mengikis standar hidup. Lebih jauh lagi, inflasi bisa mendorong warga miskin jatuh dalam jurang kemiskinan ekstrem.
Beberapa negara di dunia saat ini tengah berjibaku mengambil langkah untuk menaikkan tingkat suku bunga acuan di negaranya demi menekan laju inflasi. Bank sentral Amerika Serikat (AS), The Fed, secara resmi pada Mei 2022 telah mengumumkan kenaikan suku bunga acuan 50 basis poin atau 0,5% sebagai upaya lanjutan dalam mengatasi inflasi tertinggi selama empat dekade.
Kenaikan tersebut menyusul peningkatan 0,25% suku bunga acuan yang telah dilakukan The Fed pada Maret. Tak hanya AS yang menaikkan suku bunga, Bank sentral Australia (Reserve Bank of Australia/RBA) juga memberikan kejutan ke pasar finansial di awal Mei 2022. Kebijakan ini adalah kali pertama dalam lebih dari 10 tahun terakhir yang diambil RBA. Bank sentral Negeri Kanguru itu menaikkan suku bunga 25 basis poin menjadi 0,35% dari rekor terendah sepanjang masa 0,1%. Kenaikan tersebut merupakan kali pertama yang terjadi sejak November 2010.
Bagi Indonesia, tekanan inflasi global tak dapat dihindari. Inflasi Indonesia pun diperkirakan terus meningkat pada beberapa bulan ke depan seiring kenaikan harga pangan dan energi serta pengaruh ekonomi global.
Namun, tak hanya karena pandemi, perekonomian global juga kian tertekan dengan peningkatan tensi ketegangan geopolitik antara Rusia-Ukraina. Gangguan rantai pasokan disertai dengan meluasnya kebijakan proteksionisme terutama pangan oleh berbagai negara telah mendorong tingginya harga komoditas global yang berdampak pada peningkatan tekanan inflasi global. Bloomberg mencatat bahwa inflasi Amerika Serikat (8,3%) dan Inggris (9%) pada Mei 2022 tersebut telah masuk dalam gelombang inflasi tertinggi sejak 1980-an.
Selain itu, di Turki juga telah mencatat tingkat inflasi tertinggi di dunia mencapai 73,5%, hampir sepuluh kali lebih tinggi dari angka inflasi di Jerman pada Mei 2022.
Di Indonesia, inflasi (yoy) pada bulan Mei 2022 tercatat sebesar 3,55% atau menguat sebesar 1,88% dibandingkan dengan inflasi tahunan di bulan Mei 2021. Tingkat inflasi ini merupakan inflasi tertinggi sejak Desember 2017 yang tercatat sebesar 3,61%.
Peningkatan inflasi pada Mei 2022 disebabkan oleh gejolak harga barang, terutama yang harganya diatur pemerintah. Pemerintah memperkirakan inflasi pada Juni 2022 akan mencapai 4,05% (yoy). Tren peningkatan inflasi ini mutlak memerlukan perhatian khusus bagi pemerintah mengingat lonjakan inflasi berpotensi memberikan tekanan terhadap perekonomian Indonesia.
Harmonisasi Fiskal-Moneter
Inflasi akan menyerang langsung pada masyarakat berpendatan rendah dan tidak pasti seperti buruh pabrik, buruh tani, maupun pelaku UMKM. Demikian juga masyarakat miskin, akan terdampak lebih berat karena akan mengikis standar hidup. Lebih jauh lagi, inflasi bisa mendorong warga miskin jatuh dalam jurang kemiskinan ekstrem.
Beberapa negara di dunia saat ini tengah berjibaku mengambil langkah untuk menaikkan tingkat suku bunga acuan di negaranya demi menekan laju inflasi. Bank sentral Amerika Serikat (AS), The Fed, secara resmi pada Mei 2022 telah mengumumkan kenaikan suku bunga acuan 50 basis poin atau 0,5% sebagai upaya lanjutan dalam mengatasi inflasi tertinggi selama empat dekade.
Kenaikan tersebut menyusul peningkatan 0,25% suku bunga acuan yang telah dilakukan The Fed pada Maret. Tak hanya AS yang menaikkan suku bunga, Bank sentral Australia (Reserve Bank of Australia/RBA) juga memberikan kejutan ke pasar finansial di awal Mei 2022. Kebijakan ini adalah kali pertama dalam lebih dari 10 tahun terakhir yang diambil RBA. Bank sentral Negeri Kanguru itu menaikkan suku bunga 25 basis poin menjadi 0,35% dari rekor terendah sepanjang masa 0,1%. Kenaikan tersebut merupakan kali pertama yang terjadi sejak November 2010.
Bagi Indonesia, tekanan inflasi global tak dapat dihindari. Inflasi Indonesia pun diperkirakan terus meningkat pada beberapa bulan ke depan seiring kenaikan harga pangan dan energi serta pengaruh ekonomi global.
Lihat Juga :
tulis komentar anda