Libatkan Masyarakat Lokal untuk Kembangkan Pariwisata Berkelanjutan
Rabu, 22 Juni 2022 - 19:54 WIB
Dirjen Kebudayaan Kemendikbudristek Hilmar Farid mengungkapkan, perlakuan terhadap warisan budaya sudah diatur pada Undang-Undang No 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya. Regulasi itu secara umum mengamanatkan harus ada upaya melindungi, mengembangkan dan memanfaatkan dalam pengelolaan cagar budaya.
Saat ini di Indonesia terdapat 90.000-an situs, bangunan cagar budaya. Namun baru sekitar 1.500 situs, bangunan dan cagar budaya yang dikelola pemerintah daerah. "Masih banyak kekurangan dalam tata kelola cagar budaya, karena belum semua pemda memiliki tenaga ahli dan dana yang memadai untuk mengelola kawasan cagar budaya," katanya.
Ketua Umum IAAI, Marsis Sutopo mengungkapkan, Indonesia memiliki potensi dari warisan budaya yang luar biasa, baik dari warisan berupa benda maupun warisan budaya tak benda. Bahkan diakui sebagai warisan budaya dunia seperti Candi Borobudur, Candi Prambanan, Sangiran, dan Landscape Bali. Pencapaian itu harus menjadi tanggung jawab bersama.
Akademisi Universitas Pelita Harapan, Diena Mutiara Lemy berpendapat sejumlah warisan budaya dunia di Indonesia harus mendapat perhatian serius dari para pemangku kepentingan. Iaprihatin melihat ada situs warisan budaya dunia di Indonesia yang rusak karena tidak cukup mendapat perhatian dari para pemangku kepentingan.
Isu harga tiket yang tinggi untuk mengunjungi Candi Borobudur harus jadi momentum agar pelestarian warisan budaya di Indonesia mendapat perhatian serius semua pihak. Agar tidak kehilangan momentum itu, Diena berharap para pemangku kepentingan segera menindaklanjuti sejumlah kebijakan pelestarian warisan budaya dengan rencana aksi yang jelas.
"Sebelum mengembangkan pariwisata di kawasan cagar budaya, pengelola dan masyarakat harus dibekali pengetahuan yang memadai terkait pentingnya cagar budaya, sehingga terbangun sikap peduli terhadap warisan budaya yang kita miliki," ujarnya.
Pakar Komunikasi Universitas Indonesia, Irwansyah berpendapat, kontroversi terkait pemberlakuan kenaikan harga tiket masuk ke Candi Borobudur sebagai instrumen untuk pelestarian warisan budaya, disebabkan masyarakat menerima informasi yang tidak utuh. Seharusnya, ujar Irwansyah, sebelum menyebarluaskan informasi tersebut pemerintah membangun agenda agar terbentuk opini publik yang lebih baik dalam merespons informasi tersebut.
Ia mengusulkan penggunaan teknologi digital dalam upaya konservasi kawasan warisan budaya dunia, seperti Candi Borobudur lewat konten edukasi yang mampu disebarluaskan kepada masyarakat.
Kepala Desa Karanganyar, Borobudur, Magelang, Suyanto berpendapat kebijakan yang diberlakukan dua kementerian terkait Candi Borobudur saling bertolak belakang. Menurut Suyanto, Kemenparekraf gencar mendorong peningkatan kunjungan wisatawan. Sedangkan Kemendikbudristek mengedepankan upaya pelestarian terhadap warisan budaya dunia seperti Candi Borobudur.
"Saya sangat berharap kondisi tersebut harus segera didiskusikan bersama dengan melibatkan masyarakat, agar segera ada solusi yang lebih baik bagi semua pihak terkait pariwisata di kawasan Candi Borobudur," katanya.
Saat ini di Indonesia terdapat 90.000-an situs, bangunan cagar budaya. Namun baru sekitar 1.500 situs, bangunan dan cagar budaya yang dikelola pemerintah daerah. "Masih banyak kekurangan dalam tata kelola cagar budaya, karena belum semua pemda memiliki tenaga ahli dan dana yang memadai untuk mengelola kawasan cagar budaya," katanya.
Ketua Umum IAAI, Marsis Sutopo mengungkapkan, Indonesia memiliki potensi dari warisan budaya yang luar biasa, baik dari warisan berupa benda maupun warisan budaya tak benda. Bahkan diakui sebagai warisan budaya dunia seperti Candi Borobudur, Candi Prambanan, Sangiran, dan Landscape Bali. Pencapaian itu harus menjadi tanggung jawab bersama.
Akademisi Universitas Pelita Harapan, Diena Mutiara Lemy berpendapat sejumlah warisan budaya dunia di Indonesia harus mendapat perhatian serius dari para pemangku kepentingan. Iaprihatin melihat ada situs warisan budaya dunia di Indonesia yang rusak karena tidak cukup mendapat perhatian dari para pemangku kepentingan.
Isu harga tiket yang tinggi untuk mengunjungi Candi Borobudur harus jadi momentum agar pelestarian warisan budaya di Indonesia mendapat perhatian serius semua pihak. Agar tidak kehilangan momentum itu, Diena berharap para pemangku kepentingan segera menindaklanjuti sejumlah kebijakan pelestarian warisan budaya dengan rencana aksi yang jelas.
"Sebelum mengembangkan pariwisata di kawasan cagar budaya, pengelola dan masyarakat harus dibekali pengetahuan yang memadai terkait pentingnya cagar budaya, sehingga terbangun sikap peduli terhadap warisan budaya yang kita miliki," ujarnya.
Pakar Komunikasi Universitas Indonesia, Irwansyah berpendapat, kontroversi terkait pemberlakuan kenaikan harga tiket masuk ke Candi Borobudur sebagai instrumen untuk pelestarian warisan budaya, disebabkan masyarakat menerima informasi yang tidak utuh. Seharusnya, ujar Irwansyah, sebelum menyebarluaskan informasi tersebut pemerintah membangun agenda agar terbentuk opini publik yang lebih baik dalam merespons informasi tersebut.
Ia mengusulkan penggunaan teknologi digital dalam upaya konservasi kawasan warisan budaya dunia, seperti Candi Borobudur lewat konten edukasi yang mampu disebarluaskan kepada masyarakat.
Kepala Desa Karanganyar, Borobudur, Magelang, Suyanto berpendapat kebijakan yang diberlakukan dua kementerian terkait Candi Borobudur saling bertolak belakang. Menurut Suyanto, Kemenparekraf gencar mendorong peningkatan kunjungan wisatawan. Sedangkan Kemendikbudristek mengedepankan upaya pelestarian terhadap warisan budaya dunia seperti Candi Borobudur.
"Saya sangat berharap kondisi tersebut harus segera didiskusikan bersama dengan melibatkan masyarakat, agar segera ada solusi yang lebih baik bagi semua pihak terkait pariwisata di kawasan Candi Borobudur," katanya.
tulis komentar anda